Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berjodoh dengan Orang Kaya, Versi Berlawanan dari "Crazy Rich Asians"

21 September 2018   07:52 Diperbarui: 24 September 2018   01:24 2874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.coretananakminang.blogspot.com

Gara-gara membaca tulisan di Kompasiana yang mengulas film yang sekarang lagi ditayangkan di banyak bioskop ibukota, saya sengaja mendatangi sebuah mal untuk menonton "Crazy Rich Asians". 

Ternyata film ini tidak hanya sukses di Amerika Serikat, di Indonesia pun "meledak", karena seperti yang saya lihat Minggu (16/9) kemaren, semua kursi terisi penuh dan untuk jam tayang berikutnya pun juga hampir penuh.

Gaya hidup orang super kaya Asia dalam sebuah pesta amat mewah di Singapura, tergambar jelas di film ters

Menarik pula bagaimana perjuangan seorang gadis biasa agar diterima secara baik tanpa kehilangan harga diri oleh keluarga calon suaminya, yang tanpa diketahuinya ternyata adalah anak orang sangat kaya di Singapura, tersaji secara apik.

Tulisan ini tidak akan melanjutkan pembahasan tentang film di atas. Namun sekarang di media sosial banyak beredar cerita dan video yang terinsiprasi dari Crazy Rich Asians. Di antaranya tingkah polah Crazy Rich Surabayans, orang super kaya Surabaya.

Berbeda dengan orang kaya Singapura yang dianggap terlalu berlebihan penampilannya, di media sosial, orang kaya Surabaya digambarkan main di mal kelas atas tapi hanya berkaos biasa, hot pants dan sandal jepit. (tribunnews.com 17/9).

Memang, kaya atau miskin bersifat relatif, artinya berlaku dalam perbandingan dengan orang lain. Orang terkaya di sebuah desa mungkin tidak ada apa-apanya dibanding orang kaya di sebuah kota. Tapi untuk ukuran desa, tingkah laku orang kayanya tetap menarik, paling tidak bagi warga lain di desa itu.

Nah, waktu saya kecil, masih di Sekolah Dasar pada awal dekade 1970-an, seorang paman saya menikah dengan gadis dari keluarga amat terpandang dan high class untuk ukuran kota Payakumbuh, Sumatera Barat, ketika itu.

Dalam adat Minang yang menganut matriarkat, keluarga dari penganten wanita adalah pihak yang menginisiasi urusan perjodohan.

Jadi, paman saya, orang pertama dalam keluarga besar kami yang meraih gelar sarjana, dan baru menjadi pegawai negeri, menerima lamaran dari seorang wanita yang berusia sekitar 6 tahun lebih tua, juga sarjana dan pegawai negeri yang telah punya jabatan.

Saya yang masih kecil tidak tahu cerita lengkap perjodohan itu. Tapi beberapa tahun kemudian saya tahu, bahwa paman saya sebelum menerima pinangan gadis kaya tersebut, sudah punya pacar yang akhirnya terpaksa diputusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun