Anda tentu tahu bahwa restoran cepat saji yang paling ekspansif di negara kita adalah yang menjual ayam goreng yang merupakan waralaba dari induknya di negara Paman Sam.Â
Saya sebut ekspansif karena sekarang sudah merambah sampai kota kabupaten, bahkan kecamatan, sehingga merubah pola makan masyarakat. Padahal menurut pakar gizi, makanan ini tergolong yang kurang direkomendasikan.
Anda tentu tahu juga bahwa bagi penggiat ekonomi kreatif di bidang musik, saat ini bukan masa yang kondusif karena sangat sulit menjual album musik. Di sisi lain masyarakat begitu gampangnya menikmati lagu yang disukai secara gratis di dunia maya. Belum lagi album berupa compact disk (CD) bajakan banyak pula beredar dengan harga murah.
Nah, kondisi di atas ketika dikombinasikan, ternyata melakirkan ide yang brilian, yakni kolaborasi gerai cepat saji dengan penjualan CD. Konon metode ini adalah "penemuan" asli Indonesia dalam pemasaran musik yang mendapat apresiasi dari musisi luar negeri.
Hal ini sudah berlangsung relatif lama dan belum terdengar keluhan dari konsumen, karena dikomunikasikan sebagai hadiah alias gratis bila konsumen memilih paket tertentu yang disebut dengan paket hemat.
Seperti pengalaman saya, Sabtu (17/3), di sebuah gerai cepat saji di kawasan Benhil, Jakarta. Saat itu saya lagi jalan-jalan dengan beberapa saudara yang lagi berkunjung ke Jakarta, dan memilih makan malam di gerai tersebut.
Dengan ramah, pelayan langsung menyodorkan paket hemat dengan perkiraan harga sekitar Rp 175.000 sampai Rp 180.000. Harga tersebut mencakup 5 potong ayam, 5 porsi nasi, 5 botol minuman, dan diberi bonus 1 porsi es krim dan 1 mangkok sop. Saya langsung setuju.
Begitu saya membayar ke kasir dan bersamaan dengan penyerahan semua makanan sesuai paket di atas, saya juga diminta memilih 1 dari 5 CD yang disebutkan sebagai bonus. Saya agak kagok kok dapat bonus lagi dan sebelumnya tidak diinformasikan.
Namanya juga gratis, tentu sayang bila diabaikan. Maka sebuah CD lagu-lagu lawas dari Tantowi Yahya, sekarang Dubes RI di Selandia Baru, berpindah ke tangan saya.
Tapi ketika di meja makan saya memperhatikan struk belanja yang tadi diberikan kasir, baru jelas bahwa CD tersebut sama sekali bukan gratis, namun dijual dengan harga Rp 35.000. Agak sulit saya menemukan alasan, kenapa penjualan CD seperti disamarkan dengan mengatakan hal ini sebagai hadiah. Itupun dikatakan setelah pembeli melakukan pembayaran.
Akan lebih baik saat petugas menawarkan ke konsumen dan juga di gambar promosi yang terpasang di gerai, dijelaskan bahwa dalam paket tertentu sudah termasuk bonus berupa sebuah CD.Â
Bisa pula memakai pilihan dalam struk belanja tidak dibunyikan adanya harga CD, agar tidak ada salah persepsi dengan pelanggan. Dengan tercantumnya harga CD, pembeli bisa berpikiran bahwa sebetulnya kalau ia menolak CD, ia berhak atas pengembalian uang seharga CD.
Kalau harga CD tidak tercantum, maka tentu pengelola gerai harus punya catatan terpisah sebagai pertanggungjawaban dengan produser CD.Â
Semoga tulisan ini diterima sebagai masukan bagi pengelola gerai cepat saji dan produser CD. Kreativitas dalam pemasaran adalah suatu hal yang sangat berharga, tapi janganlah dilakukan secara kurang transparan.