Mohon tunggu...
Irwan Bajang
Irwan Bajang Mohon Tunggu... Penulis, Editor, Konsultan Perbukuan, -

Penulis, Blogger, Konsultan Perbukuan. Juga Tukang Masak. Pendiri @Indiebookcorner

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Eka Kurniawan: Masalah Burung yang Tak Bisa Berdiri dan Kemesuman Penulis Stensil

19 Juli 2014   12:26 Diperbarui: 23 April 2016   00:36 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Gambar: Gramedia.com"][/caption]Akhirnya saya rampung membaca novel terbaru Eka Kurniawan. Novel ini saya baca dalam kurun waktu yang jauh lebih cepat, lebih cepat dari Cantik Itu Luka yang tebal, dan lebih cepat pula dari Lelaki Harimau yang lebih tipis tetapi berkalimat panjang dengan narasi yang juga panjang. Dengan demikian, saya berkesimpulan di awal bahwa novel terbaru Eka ini—Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas—adalah novel dengan gaya bahasa paling ringan dan sederhana di antara novel-novel karangan Eka Kurniawan.

Ajo Kawir, tokoh sentral dalam novel ini pertama kali saya kenal dalam sebuah cerpenTaman Patah Hati yang juga ditulis oleh Eka pada tahun 2009. Dalam cerpen sepanjang 1867 kata ini, Ajo Kawir mendapat peran sebagai seorang politisi yang mendapatkan kekasihnya dari ‘orang pintar’ di kaki Gunung Halimun. Ajo Kawir dalam cerpen adalah seorang yang percaya takhayul, mitos-mitos tempat untuk patah hati, sekaligus orang yang kuat mencoba berbagai macam kemungkinan. Dari cerpen inilah saya menduga karakter Ajo Kawir dalam novel dimunculkan penulisnya. Ajo Kawir dalam novel sama teguhnya dengan tokoh Ajo Kawir yang dalam cerpen mati-matian mencari cara untuk menceraikan istrinya, di novel ini nama yang sama juga punya banyak cara aneh untuk mencoba menghidupkan burungnya (penisnya—red.) yang tertidur. Dua-duanya tak pernah putus asa.

Dalam beberapa adegan, Ajo Kawir mencoba menggosok cabai, menyengat dengan tawon, sampai mengancam memenggal si burung dengan senjata tajam. Hasilnya nihil, si burung yang telanjur tidur karena trauma itu tak kunjung bangun.

Sebelumnya, si burung memutuskan tidur panjang lantaran Ajo Kawir ketahuan mengintip peristiwa pemerkosaan Rona Merah—gadis cantik dan gila—oleh dua orang polisi. Ajo Kawir dipaksa memasukkan burungnya pada liang sanggama wanita itu. Sejak itu, si burung memutuskan untuk tidur panjang dan tak ingin bangun lagi. Semua gara-gara Si Tokek, sahabat mesum yang dengan rasa kesetiakawanan tinggi berjanji untuk tidak akan tidur dengan perempuan mana pun sebelum burung Ajo bangun kembali.

Burung yang tak bisa berdiri ini kemudian membawa Ajo bertualang secara fisik dan spiritual: Jatuh cinta dan patah hati, istri yang hamil dari burung orang lain, berkelahi dan membunuh Si Macan musuh Paman Gembul yang melegenda, semua peristiwa itu membuat Ajo menjadi petarung handal. Sebab seperti kalimat pertama dalam novel ini:  “Hanya orang yang enggak bisa ngaceng, bisa berkelahi tanpa takut mati.”

Tak jauh berbeda dari gaya Eka memosisikan karakter tokoh-tokohnya, tokoh-tokoh fiksi dalam novel ini juga masih berperan sebagai tokoh-tokoh yang kerap kali bergerak bebas tanpa terkontrol logika standar manusia: Dua orang polisi memerkosa orang gila lalu membunuhnya, Iteung istri Ajo mendadak hamil—yang mungkin—disebabkan oleh guru yang pernah menjahili dadanya ketika SD, Iteung yang sepertinya berbahagia tetapi memilih “tidur” (bersanggama—red.) kembali dengan Budi Baik, sahabat sekaligus pasangan tidurnya sebelum menikah. Atau beberapa tokoh lain seperti Si Ompong yang mau berkelahi demi gelar jagoan, demi bisa membayar Nina, kekasih impiannya yang ternyata bisa ditiduri setelah memiliki uang. Peristiwa-peristiwa yang mungkin bagi sebagian orang absurd ini sudah sering kita temukan dalam karya fiksi Eka sebelumnya. Toh, di Cantik Itu Luka ada gadis yang diperkosa anjing di toilet sekolah, ada Dewi Ayu, pelacur idola laki-laki yang bangkit dari kubur, atau dalam Lelaki Harimau ada Margio yang dengan brutal menggigit leher seseorang dan menolak bertanggung jawab dengan mengaku ada harimau dalam tubuhnya. Eka telah kerap kali menunjukkan gaya demikian, dan bagi saya yang membaca beberapa karyanya, gaya ini menjadi citra yang melekat bagi karier kepenulisannya.

Eka bisa menulis dengan ekspresi tokoh yang biasa, nyaris tidak masuk akal tapi juga realistis. Kita seolah-seolah dihadirkan pada satu kejadian absurd yang susah dianggap aneh. Dalam beberapa cerpennya, Eka menghidupkan Boneka Barbie yang menjadi hiburan para lelaki, atau sebuah kampung yang menangkapi orang gila dan menjadikan prosesi sanggama mereka menjadi hiburan. Eka kerap menghadirkan tokoh-tokoh fiksi yang sakit, yang susah kita tolak sebagai tokoh-tokoh dengan tindakan rasional. Susah membantah dan menyebut mereka sakit.

Meski memakai karakter tokoh yang masih cenderung sama, novel Eka kali ini jelas sekali memilih gaya yang berbeda. Jika di Cantik Itu Luka ada deretan nama tokoh yang sangat banyak dan berkelindan, di novel ini tokoh-tokohnya tidak sebanyak itu, meski masih berkelindan dan masih saling terkait. Namun, bukankah semua novel selalu begitu? Selalu ada tokoh sentral dan tokoh-tokoh lain di sekeliling yang nantinya akan membentuk sebuah rangkaian plot dan narasi yang terhubung satu sama lain. Jika di Lelaki Harimau ia memilih kalimat-kalimat yang panjang, di sini Eka bertolak seratus persen. Tidak ada kalimat panjang dan tidak ada bab panjang. Semuanya hanya berupa snapshot atau scenedalam sebuah film.

Novel ini bisa dikategorikan sebagai sebuah novel mesum. Eka seperti menyadari settingwaktu di mana ia menjejerkan tokoh-tokohnya dan mulai bercerita. Selain menghidupkan tokoh-tokoh dengan setting sekitar sepertiga akhir Orde Baru, Eka mewarnai gaya bahasa dan suguhan peristiwa dalam novel ini nyaris seperti bacaan-bacaan di era itu.

Tahun 80-an sampai akhir 90-an adalah tahun-tahun di mana buku fiksi dibanjiri buku-buku mesum yang berpusar pada selangkangan dan syahwat. Ada deretan nama penulis dengan tingkat produktivitas yang sangat tinggi: Fredy S, Enny Arrow sebagai raja dan ratu cerita mesum, Abdullah Harahap di genre yang agak horor tetapi juga mesum. Ada juga beberapa cerita silat yang berdampingan dan sama lakunya dengan buku-buku mesum tersebut. Eka menyadarinya. Tokoh-tokoh dalam novel terbarunya ini dicirikan dengan nama, kelakuan, dan gaya bercerita yang seolah-olah ingin merangkum tiga genre dominan era itu. Mesum, silat, dan horor. Dengan detail dan sadar, Eka juga memasukkan bacaan Siksa Neraka dalam satu adegan, yang lagi-lagi memang adalah buku yang lagi tersohor di era itu.

Eka mengembalikan ingatan para pembaca pada gaya dan karakter bercerita penulis-penulis laris era itu. Tentu dalam kapasitas sastra, Eka secara jenius melampaui mereka. Freddy S misalnya sebagai contoh, ia menceritakan tokoh-tokoh remaja atau om-om genit, novel pop tipis dengan sekitaran tiga adegan adu kelamin yang intens. Jika dalam novel-novel Fredy S dkk., kita menemukan adegan kelamin yang memakan banyak halaman, Eka secara sadar tidak melakukannya. Fredy menceritakan adegan mesum dengan narasi yang mesum; bagaimana bertemunya dua orang yang berahi, masuk ke ranjang dan berciuman, mengisap buah dada sampai detail rasa ketika kemaluan laki-laki yang bertemu kemaluan becek pasangannya. Dengan tidak mengeksplorasi berlebihan narasi-narasi itu, Eka seolah-olah hanya ingin mengajak pembaca mengenang, pernah ada buku semacam itu, dan novel ini hanyalah contoh. Maka, jika membandingkan Eka dan Fredy, pembaca yang mendambakan kemesuman tak perlu membeli buku Eka. Buku ini dicetak dengan kertas yang bagus, tebal, judul emboss dan dikerjakan jauh lebih serius. Tentunya lebih mahal dibandingkan buku stensil yang beredar di terminal, pasar, dan stasiun yang harganya tak lebih dari sebungkus rokok keretek. Jika pembaca tetap ingin bermesum-ria, silakan berkunjung ke situs-situs web 18+ yang bertaburan di internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun