Mohon tunggu...
Good Words
Good Words Mohon Tunggu... Penulis - Put Right Man on the Right Place

Pemerhati Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jangan Biarkan Jutaan Pribumi Terancam Pelanggaran HAM Saat Pandemi

16 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 16 Juni 2020   16:50 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Duet ancaman besar yang dihadapi oleh penduduk pribumi di seluruh dunia saat ini adalah virus mematikan Covid-19 dan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap komunitas pandemi. Analisis tersebut bukan tanpa alasan, pasalnya beberapa negara telah meningkatkan tingkat kemananan mereka, sehingga jumlah anggota polisi dan militer yang berjaga-jaga di daerah pedesaan meningkat tajam.

Ada kekhawatiran bahwa kebijakan-kebijakan tersebut bisa memicu tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM di wilayah masyarakat adat atau pribumi oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan keamanan ataupun penegakan HAM.

Selain itu, aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh penambang dan penebang ilegal merupakan perantara penyebaran Covid-19 di wilayah terpencil.

Risiko ancaman terhadap penduduk pribumi semakin besar tatkala kurangnya akses komunikasi dan informasi. Hal ini bisa berakibat fatal karena bisa saja terjadi pelanggaran HAM di pedalaman, tetapi tidak terdekteksi karena tidak didukung oleh mekanisme pemantauan dan perlindungan yang memadai.

Saat terjadi pandemi, pemberitaan nasional dianggap kurang berimbang karena terlalu fokus pada kota-kota besar, sehingga konflik-konflik yang terjadi di daerah terpencil jarang terekspos media. Bahkah saat ini kita kesulitan menemukan informasi rinci tentang bagaimana kondisi masyarakat adat atau pribumi dalam menghadapi pandemi ini.

Ketika kebijakan pembatasan wilayah diambil, baik dengan kebijakan karantina wilayah ataupun pembatasan mobilitas sosial, secara otomatis pemerintah akan meningkatkan kapasitas pengamanan di setiap daerah dengan mengerahkan kepolisian dan aparat militer.

Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan bahwa keselamatan manusia menjadi transmisi akhir dari semua kebijakan dalam menghentikan penyebaran Covid-19. Deklarasi perang terhadap virus tersebut tidak bisa menjadi alasan untuk menargetkan kelompok minoristas atau individu tertentu.

Alih-alih melindungi manusia, pelanggaran HAM berkedok kebijakan kesehatan sewaktu-waktu bisa digunakan untuk membungkam kelompok tertentu demi kepentingan politik.

Mengingat kelompok pribumi termasuk dalam kelompok masyarakat yang rentan, maka perlindungan dan penjagaan terhadap eksistensi mereka sebagai warga negara yang sah harus terbebas dari unsur politisasi dan marginalisasi dalam apapun, termasuk dari sisi layanan kesehatan dan akses informasi.

Isu ini bukan isapan jempol belaka, faktanya berdasarkan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan bahwa presiden Republik Indonesia serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bersalah atas pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus hingga September 2019 setelah terjadi kerusuhan di wilayah Papua. 

Walaupun pemerintah berdalih untuk menekan kerusuhan dan tidak menyebar ke daerah lain, tetap saja tidak tersedia infromasi yang rinci jika terjadi pelanggaran HAM di sana.

Hal yang sama berkemungkinan terulang kembali apabila terjadi kerusuhan selama pandemi di wilayah terisolir dan pemerintah tidak menggunakan cara-cara yang lebih persuasif dan diplomatis. Tidak ada pilihan lain, pemerintah harus lebih bijak agar tidak mengarah pada pelanggaran HAM terhadap masyarakat adat atau pribumi.

Sejarah mencatat penduduk pribumi merupakan kelompok paling rentan jika terjadi pandemi ataupun epidemi, terlebih pandemi penyakit menular seperti Covid-19. Bahkan ketika harus menjalankan protokol kesehatan pun mereka akan menghadapi kendala bahasa dalam memahami setiap istilah-istilah yang diperkenalkan oleh WHO dan pemerintah seperti social distancing, new normal, dan Covid-19.

Hal tersebut semakin diperburuh oleh fakta bahwa lemahnya kekebalan tubuh yang terbentuk di komunitas pribumi dan kurangnya akses ke infrastruktur hingga layanan publik dasar termasuk vaksinasi. Untuk itu tidak dapat dibenarkan jika pemerintah dan masyarakat sekitar abai dalam melindungi eksistensi komunitas pribumi.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan bahwa Indonesia merupakan rumah bagi 50-70 juta penduduk pribumi dan terdiri dari 1.128 kelompok etnik yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Dan sebelum pandemi menyebar di tanah air, kekerasan dan kriminalitas sudah terjadi  terhadap mayoritas masyarakat adat dan pribumi.

Berdasarkan laporan International Work Group for Indigenous Affairs (IWGIA) tahun 2020, meskipun Indonesia telah mengadopsi Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat, faktanya pemerintah tidak sepenuhnya menerima konsep pribumi dan telah beberapa kali berdebat soal istilah pribumi.

Hal inilah yang menjadi faktor ketidakjelasan kedudukan masyarakat adat dan pribumi dan pada akhirnya belum ada upaya yang signifikan dari pemerintah untuk menghentikan tindakan kekerasan terhadap pribumi terlebih saat terjadi pandemi saat ini. 

Masyarakat adat atau pribumi dianggap sebagai warga negara biasa, sehingga perlakuan dan perlindungan terhadap eksistensi mereka tidak begitu istimewa padahal kita semua mengetahui bahwa masyarakat pribumi lah yang paling rentan dalam kondisi terburuk.

Oleh karenanya, ancaman kepunahan pribumi saat pandemi di seluruh belahan dunia memang di depan mata. Seperti yang terjadi di Brasil, per tanggal 3 Juni 2020, kematian pribumi tercatat 167 kasus naik dari 28 kasus diakhir April lalu. Kasus positif Corona tercatat sebanyak 1.747 kasus yang tersebar di 76 komunitas suku amazon.

Faktanya, saat pribumi sakit pemerintah setempat tidak langsung bertindak cepat dalam melakukan tes untuk konfirmasi Covid-19. Respon yang lambat dalam melindungi pribumi bisa terjadi di seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga perlu kebijakan-kebijakan yang terarah dalam melindungi mereka.

Pertama, ketidakjelasan kedudukan pribumi membuat mereka tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari pemerintah. Karena itu, keberadaan aparat militer dan kepolisian tidak boleh bertindak semena-mena pada masyarakat pedalaman dan pribumi.

Tidak adanya kamera wartawan dan akses internet seharusnya tidak menjadi faktor untuk berbuat tidak adil kepada mereka. Kedua, penyediaan infrastruktur kesehatan harus terpenuhi bagi 50 juta penduduk pribumi kita.

Tidak bisa dibayangkan jika mereka tertular sementara fasilitas kesehatan dan tes Covid-19 tidak mencukupi untuk mengehentikan penyebaran virus. Jika tidak dibekali fasilitas yang memadai dan makanan yang bergizi, buka tidak mungkin episentrum baru Covid-19 akan berpindah di komunitas-komunitas pedalaman kita dan jumlah penduduk pribumi akan berhadap dengan ancaman kepunahan jika tingkat kematiannya cukup tinggi. Ketiga, pemerintah harus secara terus menerus memandu mereka di setiap kebijakan yang baru diterbitkan.

Jangankan mendengarkan istilah berbahasa inggris, bahkan bahasa Indonesia pun masih belum familiar bagi mereka. Seperti istilah new normal, pemerintah justru pihak yang ikut bertanggung jawab untuk membuat mereka mengerti istilah-istilah tersebut agar mereka memahami dengan mudah setiap protokol yang ditetapkan. Bahkan jika memungkinkan, sosialisasi pemerintah bisa menggunakan bahasa asli pedalaman agar mereka cepat memahami setiap langkah kebijakan pemerintah.

Saat pandemi, tidak boleh terjadi diskriminasi pada kelompok apapun, tidak boleh terjadi marjinalisasi pada masyarakat manapun dan tidak boleh ada pelanggaran apapun terlebih pelanggaran HAM saat semua orang berjibaku melawan Covid-19. Setiap warga Indonesia berhak mendapatkan perlakuan dan fasilitas yang adil dan layak dari pemerintah, agar proses penghentian penyebaran Covid-19 segera kita selesaikan dan masyarakat pribumi kembali menjalani hidup normal bersama keluarga dan komunitasnya serta selamat dari kepunahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun