Mohon tunggu...
Irsyad Abdu Mukohar
Irsyad Abdu Mukohar Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan S1 Studi Ekonomi Pembangunan di Universitas Jember

Lazy Monday not Today

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bauran Kebijakan Extraordinary Menuju Pemulihan Ekonomi Nasional

23 November 2020   08:53 Diperbarui: 23 November 2020   08:55 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Suatu perekonomian di suatu negara dapat dilihat kondisinya melalui daya beli masyarakat. Daya beli atau berkonsumsi menurun berindikasikan bahwa perekonomian sedang tidak baik. Menurunnya konsumsi bisa disebabkan oleh banyak faktor misalnya inflasi. 

Tingginya harga barang yang tidak diimbangi dengan tingginya kenaikan upah akan menyebabkan masyarakat akan menjadi lebih miskin sehingga memilih untuk menghemat diri. 

Ekonomi Indonesia dalam kurun waktu hampir lima tahun berturut-turut berada di angka 5 % secara rata-rata. Melihat hal tersebut bahwa terjadi stagnansi dimana pertumbuhan tidak pernah lebih tinggi lagi. 

Meskipun begitu kondisi tersebut adalah indikasi baik karena perekonomian tumbuh dengan positif. Kemudian pada tahun 2020 pula diprediksi pertumbuhan ekonomi masih akan berada di angka positif. Itulah proyeksi para pemangku kebijakan dan ekonom.

Tetapi pada awal tahun 2020 telah muncul sebuah fenomena pandemi Covid-19. Virus yang disebut corona ini telah menginfeksi jutaan manusia di seluruh negara dan telah banyak yang meninggal dunia. Kehadiran pandemi ini adalah sebuah  anomaly yang tidak terprediksi oleh para Ekonom dunia untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia. 

Akhirnya pandemi ini telah memberikan dampak yang signifikan sehingga terjadi perlambatan ekonomi pada ekspor dan impor setiap negara sehingga aktivitas perekonomian menjadi terhambat. 

Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 mengalami minus pada angka 5,31 persen diikuti pada kuartal III minus diangka 3,49%. Melihat hal ini sebelumnya pemerintah Indonesia telah mengambil langkah cepat melalui kebijakan yang disebut extraordinary oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.

Dibentuklah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang meliputi Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. 

Pembentukan komite tersebut adalah sebuah tindakan dari dikeluarkannya Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. 

Sebagai "Pahlawan " dari ekonomi di saat pandemi ini, maka assesmen dampak ekonomi harus sangat resposif dan lebih siap dalam menghadapi pandemi. Maka ada tiga hal yang menjadi pusat perhatian dalam mengambil suatu kebijakan antara lain;

  • Kesehatan dan masalah kemanusiaan
  • Menjamin kondisi masyarakat dalam berkonsumsi
  • Melindungi pelaku usaha dan stabilitas sektor keuangan

Bank Indonesia melalui kebijakan moneternya untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 telah melakukan beberapa hal untuk melakukan relaksasi meliput;

  • Melakukan penurunan suku bunga BI 7-Day Repo Rate.
  • Melakukan ekspansi moneter lewat tiga intervensi dipasar spot, domestik non-deliverable forward (DNDF), dan pembelian surat berharga Negara (SBN) dipasar sekunder.
  • Menurunkan cadangan giro wajib minimum valas bank konvensional.
  • Tenor surat berharga Negara (SBN) dan lelang diperpanjang.
  • Ada pun Bank Indonesia melakukan skema   burden sharing dalam pembiayaan utang untuk public goods dengan pemerintah.

Pada kebijakan terkini, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2020 telah memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 3,75% yang sebelumnya berada di angka 4% diikuti suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 3,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%.  Melihat hal ini bahwa dalam tiga kuartal terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik yang didorong oleh stimulus kebijakan dan peningkatan mobilitas.

Meski begitu pada kenyataan,  kondisi pasar saat ini masih penuh ketidakpastian, kebijakan moneter yang memberikan dampak pada pasar melalui kebijakannya tidak berjalan dengan semestinya. Sehingga banyak masyarakat yang melakukan cash holding akibat guncangan di sektor keuangan disaat pandemi awal terjadi di Indonesia. 

Maka dilakukanlah bauran kebijakan (policy mix) selain moneter dilakukan pula dengan kebijakan fiskal yang lebih dapat menggerakkan perekonomian melalui stimulusnya melakukan tambahan belanja dan pembiayaan sebesar total Rp405,1 tiriliun yang belum ada pada APBN 2020. 

Tentu karena APBN 2020 dirumuskan menggunakan outlook pada indikator perekonomian tahun sebelumnya tanpa adanya pandemi. Maka tambahan belanja itu antara lain di bidang kesehatan sebesar RP75 triliun, Jaringan Pengaman Sosial sebesar Rp110 triliun, perlindungan sektor indistrui sebesar Rp70,1 triliun dan untuk penanganan pembiayaan penjaminan serta restruktrisasi industri dalam mendukung program Pemuliah Ekonomi Nasional sebesar Rp150 triliun.

Kemudian, ada juga kebijakan skema burden sharing yang dijelaskan diatas tadi dimana pemerintah untuk pembiayaan utang untuk public goods yang merupakan salah satu program dalam Pemulihan Ekonomi Nasional. 

Dalam program burden sharing, Bank Indonesia memutuskan dua hal. Pertama, Bank Indonesia dapat membeli surat berharga negara (SBN) di pasar perdana melalui mekanisme pasar. Pada bagian pertama ini adalah sebuah tindakan diluar Bank Indonesia yang seharusnya tidak diperbolehkan membeli suatu surat berhaga perdana, akan tetapi melalui Keputusan Bersama Menteri Keuangan pada 16 April 2020 hal ini diperbolehkan. 

Kedua, pembelian SBN memiliki tujuan untuk pendanaan public goods pada APBN melalui pembelisan tersebut secara langsung yang juga pembagian beban untuk pendanaan non-public goods-UMKM. 

Pada bagian kedua ini adalah lanjutan bagian pertama dimana sesuai dengan Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tanggal 7 Juli 2020, untuk penguatan di sektor UMKM yang merupakan sektor kontribusi terbesar pada PDB negara. 

Dalam keputusan bersama juga dinyatakan burden sharing hanya dilakukan pada tahun 2020. Sedangkan untuk APBN 2021 akan disesuaikan dengan indikator ekonomi 2020 serta proyeksi perekonomian selama pandemi pada tahun 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun