Mohon tunggu...
Irsan Nur Hidayat
Irsan Nur Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Jakarta, Indonesia

Pencinta Sepak Bola yang juga Penikmat Dinamika Politik.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Keputusan Juventus Memecat Sarri Masuk Akal

8 Agustus 2020   22:48 Diperbarui: 8 Agustus 2020   22:39 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Juventus harus kembali gugur dari babak knock-out Liga Champions Eropa setelah hanya mampu menang tipis 2-1 atas Tim asal Prancis, Olympique Lyonnais. 

Dwigol yang dicetak oleh Cristiano Ronaldo tidak mampu meloloskan Si Nyonya Tua ke perempat final, karena secara agregat, Juventus kalah dengan agregat gol tandang walau secara harfiah sebenarnya mereka imbang dengan Lyon yaitu 2-2.

Tetapi Lyon mampu mencuri satu gol di Juventus Stadium melalui Memphis Depay dengan "panenka"-nya, sedang Juventus pada lima bulan yang lalu atau sebelum jeda akibat pandemi COVID-19 harus kalah tipis 1-0 di kandang Lyon. Sehari berselang, Maurizio Sarri resmi "ditentang" oleh manajemen Juventus.

Kendati Sarri tetap mampu menorehkan gelar Serie A yang ke-9 kalinya berturut-turut, tetapi itu tak mampu mengubah keputusan manajemen Juventus sendiri.

Bagi saya, keputusan Juventus untuk memecat Sarri dapat dikatakan masuk akal, sangat masuk akal. Mengapa demikian? Mari kita lihat bagaimana Juventus sempat beberapa kali kehilangan poin musim ini. 

Bahkan, di laga terakhirnya saja, tim yang identik dengan seragam putih-hitamnya itu harus takluk atas AS Roma dengan skor 1-3 di kandangnya sendiri. Belum laga-laga lain terutama setelah jeda pandemi ini, termasuk ketika mereka harus tertunduk malu karena dikalahkan salah satu rivalnya, AC Milan dengan skor 4-2 di San Siro. 

Walaupun pada akhirnya Juventus tetap menahbiskan diri atas scudetto-nya yang ke-9 kali secara berturut-turut, tetapi mereka hanya berjarak satu poin dengan peringkat ke-2 klasemen akhir, Inter Milan. 

Satu hal yang saya rasa belum pernah terjadi dalam 9 tahun terakhir, baik pada masa kepelatihan Antonio Conte dan Massimiliano Allegri. Dapat dikatakan musim ini terjadi penurunan performa dari sisi para pemain Juventus.

Harus diakui, semakin sering juara, normalnya mereka akan terbiasa akan hal itu. Adalah wajar apabila kemudian Si Nyonya Tua mengincar gelar yang lebih prestisius, yaitu si kuping besar atau gelar Liga Champions Eropa. 

Gelar yang terakhir kali mereka cicipi pada musim 1995-1996. Artinya setidaknya sudah dua dekade lebih mereka tidak kembali mendaratkan gelar nomor satu Eropa ini ke publik Turin. 

Sejak mereka mulai juara berturut-turut, setidaknya di masa yang sama, mereka sudah dua kali masuk final Liga Champions, yaitu 2015 dan 2017, dan dari dua final tersebut, dua-duanya berakhir dengan kekalahan, yang dua-duanya pula dikalahkan oleh tim asal Spanyol, yaitu Barcelona dan Real Madrid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun