Semester satu masih anget-angetnya jadi maba, kebanyakan dari kami belum benar-benar ngerti dunia kuliah---apalagi yang namanya produksi video. Jadi bisa bayangin betapa kagetnya kami waktu di mata kuliah Pengantar Broadcasting, tiba-tiba beberapa dari kami disuruh maju ke depan kelas. Nggak ada penjelasan apa-apa dulu, dan begitu maju, baru sadar: kami dijadikan ketua kelompok. Setelah semua kelompok terbentuk, dosen kami, Pak Alip Yog Kunandar, akhirnya ngumumin tugas besarnya: bikin music video dari lagu-lagu ciptaan beliau sendiri. Bukan tugas nulis makalah, bukan juga presentasi biasa, tapi disuruh bikin MV? Jujur, itu pertama kalinya kami benar-benar terjun ke dunia produksi video.
Satu angkatan dibagi jadi empat kelas, dan tiap kelas dibagi jadi lima kelompok. Bisa dibilang, tugas ini bikin semua orang langsung on, karena selain menantang, dosennya juga janjiin akan ada hadiah untuk video terbaik. Tapi jangan bayangin kami langsung ngerti harus ngapain. Mayoritas belum pernah bikin video, belum kenal teknik syuting, apalagi ngedit. Tapi di situ juga serunya: kami semua mulai dari titik nol, bareng-bareng, bingung bareng, tapi juga excited bareng. Dan itu bikin semangatnya jadi beda bukan karena ngerti, tapi karena penasaran.
Setelah kelompok terbentuk dan lagu-lagu pilihan dibagikan, tugas pertama kami adalah milih genre dan lagu yang mau digarap. Aku sebagai ketua kelompok sempat ngelirik genre romance dan akustik karena terdengar aman dan banyak referensinya. Tapi kemudian ada anggota yang nyeletuk, "Reggae aja, biar lucu dan beda!" Awalnya aku sempat ragu karena musik reggae bukan yang biasa aku dengerin, apalagi buat dijadiin MV. Tapi justru karena tantangan itulah kami akhirnya sepakat ambil reggae---bukan cuma biar beda, tapi biar ada ruang buat eksplorasi dan seru-seruan.
Ide-ide bermunculan spontan. Nggak ada yang terlalu saklek nulis skenario dari awal. Aku lebih banyak pakai feeling dan membayangkan scene-scene yang cocok sesuai vibe musiknya. Untungnya, anak-anak kelompokku solid dan percaya penuh sama arahanku. Aku merangkap jadi sutradara sekaligus editor. Skenario ditulis lebih ke arah formalitas pembagian peran aja. Semua kerjanya ngalir nggak ada drama, debat, atau bentrok. Mungkin karena mereka juga tahu ini bukan tentang kesempurnaan teknis, tapi tentang semangat kolaborasi dan ngeluarin kreativitas dengan cara kami sendiri.
Tadinya kami rencana syuting cuma sehari. Semua ide di kepala langsung dieksekusi secepat mungkin, biar efisien dan nggak numpuk sama tugas-tugas lain dari mata kuliah lain. Tapi kenyataannya nggak semulus itu. Karena terkendala waktu dan lokasi, akhirnya syuting molor jadi tiga hari. Beberapa tempat kami datangi pas udah kemaleman, jadi nggak memungkinkan buat ambil gambar yang layak. Tapi karena semangatnya bareng-bareng dan semua anggota tim tetap fun, capeknya jadi berasa ringan.
Proses editing juga penuh cerita. Aku pakai CapCut karena memang yang paling familiar dan bisa cepat. Di awal sempat dikritik sama dosen karena ada bagian kosong di tengah video antara bagian pertama dan kedua dari lagunya. Kami awalnya cuma nambahin latar tempat, tapi ternyata disuruh ganti total. Akhirnya kami ubah jadi latar tokoh yang lebih relevan sama cerita dan feel musiknya. Karena genrenya reggae, otomatis harus nyari gaya yang cocok. Kami akhirnya ambil referensi dari Warkop DKI, ngebangun gaya 90-an yang lucu dan ngerasa pas banget sama karakter yang kami punya.
Tanggal 10 Juni 2025 akhirnya datang juga. Hari yang ditunggu-tunggu award day sekaligus screening semua video hasil project dari semester 1. Tapi sebelum masuk ke acaranya, ada kuliah umum dulu bareng Mas Mulia Alif, alumni Komunikasi angkatan 2009 yang sekarang jadi praktisi film. Di situ, beliau cerita banyak tentang gimana dia nemuin passion-nya, gimana proses nyemplung ke dunia film, dan gimana jatuh bangunnya dia dalam membangun karier. Acaranya seru dan inspiratif, bikin kami makin antusias nunggu giliran video ditayangin.
Pas momen awarding dimulai, jujur aku dan tim nggak berekspektasi apa-apa. Tapi ternyata, dari berbagai nominasi mulai dari best script, best actor, best couple, best cinematography, sampai video terfavorit kelompok kami masuk di hampir semua kategori. Meski nggak menang nominasi-nominasinya, kejutan datang di akhir: kelompok kami diumumkan sebagai juara 1 dan dapet uang pembinaan! Rasanya campur aduk nggak nyangka sama sekali, tapi bangga karena kerja keras kami yang spontan dan penuh improvisasi ternyata bisa dihargai setinggi itu.
Dari semua proses ini, aku jadi sadar bahwa kadang, yang penting bukan seberapa ahli kita di awal, tapi seberapa berani kita untuk mulai. Awalnya, kami semua awam soal dunia penyutradaraan, pengambilan gambar, dan editing. Tapi karena saling percaya dan saling mau belajar, ternyata kami bisa menyelesaikan sesuatu yang benar-benar bikin bangga. Bahkan dalam kondisi serba terbatas dari segi alat, pengalaman, sampai waktu kami bisa menyusun proyek yang hasilnya di luar dugaan.