Di tengah derasnya arus modernisasi dan perubahan fungsi lahan pertanian, muncul satu nama yang berusaha menjaga warisan lokal Sleman: Zalacfood. Didirikan oleh Arif Reksa Pambudi. Atau yang akrab disapa reksa. seorang mahasiswa UMY dengan segudang prestasi asal Sleman dengan kepedulian terhadap nasib petani salak, Zalacfood hadir bukan hanya sebagai UMKM pengolah salak, tetapi juga sebagai gerakan sosial yang menggabungkan inovasi, pemberdayaan, dan pelestarian lingkungan. Dengan semangat membumikan potensi lokal ke pasar yang lebih luas, Zalacfood menjadikan salak bukan sekadar buah musiman, melainkan bahan baku produk bernilai tinggi yang dapat bertahan dan berkembang di era digital.
Didirikan pada tahun 2019, Zalacfood merupakan UMKM yang bergerak di bidang pengolahan salak dengan visi besar: mempertahankan identitas Sleman sebagai sentra salak terbaik di Indonesia, sekaligus memberdayakan petani lokal agar tak tergusur oleh arus zaman. Meskipun sempat terhenti akibat pandemi COVID-19, usaha ini kembali bergeliat pada akhir 2021 dengan semangat baru dan strategi yang lebih matang.
Latar belakang pendirian Zalacfood tak lepas dari kondisi geografis wilayah asalnya dataran tinggi yang sulit air, namun kaya akan tanaman salak dan subur karena berada di lereng gunung Merapi. Melalui pendekatan optimalisasi lahan, Zalacfood mulai mengembangkan usaha berbasis produk lokal sambil mengajak petani lain untuk bergabung dalam jejaring produksi. Tidak hanya sekadar menjual produk, Zalacfood juga melakukan rebranding dari produk para mitra dan juga menciptakan olahan sendiri seperti selai, sirup, hingga dodol salak. Sementara beberapa produk lain dipasok melalui skema kemitraan dengan pelaku UMKM serupa.
Salah satu produk unggulan Zalacfood adalah keripik salak. Proses produksinya cukup rumit dan memerlukan ketelitian tinggi. Setelah dipanen dari petani mitra, salak dikupas, dibelah, dan dibersihkan. Buah kemudian dibekukan selama 24 jam untuk mengeluarkan glukosa alami, lalu digoreng menggunakan teknik vacuum frying pada temperatur khusus. Teknik ini menghasilkan efek karamel alami yang memperkuat rasa manis, lalu disaring dan dikeringkan menggunakan mesin agar lebih awet.
Namun, perjalanan Zalacfood tentu tidak tanpa tantangan. Skema kemitraan yang melibatkan berbagai karakter, mulai dari generasi muda hingga tua, membuat komunikasi dan negosiasi sering kali rumit. Perbedaan pola pikir, harapan pembagian hasil, hingga kenaikan harga bahan baku menjadi tantangan tersendiri. "Yang kita pelajari di buku bisnis seringkali tidak cukup untuk menjawab hal-hal out of the box yang terjadi di lapangan," ujar Reksa
Zalacfood punya prinsip unik dalam hal pengembangan produk: kebaikan yang diberikan ke orang lain akan kembali untuk diri sendiri. Hal ini diwujudkan lewat sikap terbuka terhadap mahasiswa yang ingin melakukan penelitian tanpa dipungut biaya. Banyak inovasi lahir dari kolaborasi ini, seperti pai salak dan masker wajah dari biji salak. Jika hasil penelitian tersebut berhasil, Zalacfood dapat mengakuisisinya sebagai produk baru. Praktik ini bukan hanya menghemat biaya R&D, tetapi juga mempererat hubungan dengan dunia akademik dan memperluas jaringan pemasaran.
Dalam soal pemasaran, Zalacfood mengandalkan jejaring komunitas dan event kampus. Banyak mahasiswa yang pernah magang atau meneliti di Zalacfood kini menjadi reseller. Produk pun dijual di berbagai pameran F&B, event budaya, serta bazar pemerintah. Strategi unik lainnya adalah pendekatan langsung ke bis-bis wisata yang menuju Jogja. Tim Zalacfood akan menyambangi rest area dan memperkenalkan produk secara langsung ke wisatawan, yang terbukti lebih efektif dibanding menitipkan barang di toko oleh-oleh. Produk Zalacfood juga tersedia di e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, serta platform layanan makanan seperti GoFood dan ShopeeFood.
Di balik semua strategi tersebut, Zalacfood memiliki misi yang lebih besar dari sekadar bisnis: menyelamatkan lahan salak dari alih fungsi. Saat ini, 30% lahan salak di Sleman telah berubah menjadi tambang pasir karena rendahnya harga jual salak. Bahkan, 70% pelaku usaha salak masih kesulitan memasarkan produk mereka. Zalacfood hadir sebagai solusi untuk menaikkan nilai tambah produk salak, menjaga harga tetap stabil, dan membuka akses pasar yang lebih luas.
Dengan produk yang kini sudah mencakup sembilan jenis olahan seperti keripik, dodol, manisan, selai, sirup, coklat, bakpia, geblek, dan crackers Zalacfood menunjukkan bahwa salak bisa diolah menjadi produk variatif dan bernilai tinggi. Semuanya bersumber dari buah salak asli Lereng Merapi yang organik, manis alami, dan memiliki kualitas terbaik.
Harapan besar pun ditujukan kepada generasi muda. "Kita ini generasi yang punya akses ke teknologi, sedangkan petani menunggu uluran tangan kita. Jangan sampai lahan-lahan yang ada tergeser oleh tambang dan pembangunan. Kita bisa berkembang besar jika kita saling bantu dan saling jaga," tutup pendiri Zalacfood.
Zalacfood bukan sekadar usaha kecil berbasis buah lokal, tetapi juga cerminan keberanian anak muda dalam menjaga identitas daerah, memberdayakan petani, dan menjawab tantangan zaman lewat inovasi. Di tengah gempuran produk instan dan persaingan industri besar, langkah Zalacfood menunjukkan bahwa keberlanjutan, kepedulian sosial, dan kearifan lokal bisa menjadi kekuatan bisnis yang sesungguhnya. Lebih dari sekadar menjual keripik atau sirup salak, Zalacfood sedang merajut harapan agar salak Sleman tetap hidup, lestari, dan menjadi kebanggaan yang diwariskan ke generasi berikutnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI