Perlu diketahui bahwa efektivitas obat juga dipengaruhi oleh kondisi pasien itu sendiri, seperti usia, berat badan, kondisi patologik, hingga faktor genetik. Saat pasien menerima resep, dokter sudah menilai kondisi pasien sebelumnya sebagai dasar dalam menentukan diagnosis, jenis dan dosis obat yang dapat digunakan. Oleh sebab itu efektivitas kerja obat belum tentu sama ketika digunakan oleh orang yang berbeda. Jadi sebaiknya kita tidak boleh sembarangan berasumsi bahwa kita dapat menggunakan obat sisa atau obat yang sama dengan yang digunakan oleh anggota keluarga atau orang lain tanpa berkonsultasi lebih dulu dengan dokter atau apoteker, meskipun gejala penyakitnya mirip-mirip.
Baca juga: Pengobatan Presisi dengan Implementasi FarmakogenomikÂ
Mitos 10: Perolehan imun lebih baik berasal dari penyakit daripada vaksinasi
Respon imun terhadap vaksin kurang lebih sama dengan respon yang dihasilkan terhadap infeksi alami. Namun vaksinasi dapat mengurangi risiko tinggi akibat infeksi/penyakit alami karena vaksin berupa virus yang dilemahkan, sehingga membantu tubuh untuk lebih siap mencegah infeksi virus.
Mitos 11: Penyebaran penyakit tidak akan terjadi jika higiene & sanitasi diterapkan secara konsisten
Higiene dan sanitasi memang salah satu upaya yang bisa kita lakukan untuk mencegah infeksi penyakit, namun tidak menjamin kita terbebas 100% dari infeksi. Oleh sebab itu vaksinasi wajib dilakukan untuk memaksimalkan perlindungan tubuh terhadap kemungkinan penyebaran infeksi.
Mitos 12: Semakin banyak suplemen kesehatan yang dikonsumsi, semakin baik/sehat.
Produk suplemen kesehatan memang dapat membantu suplementasi (asupan tambahan) vitamin dan mineral tertentu untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Namun bukan berarti konsumsi suplemen kesehatan dalam jumlah banyak akan menjamin kesehatan semakin baik. Beberapa suplemen justru menimbulkan efek negatif ketika dikonsumsi dalam jumlah berlebih atau jangka panjang. Kebutuhan vitamin dan mineral terbaik tetap berasal dari asupan makanan bergizi.
Mitos 13: Obat herbal pasti aman karena berbahan alami
Masih banyak yang berpikir bahwa obat herbal lebih aman dan minim efek samping dibandingkan obat kimia karena komposisi obat herbal adalah bahan-bahan alami. Walaupun tidak seperti obat senyawa kimia yang aturan pakai dan dosisnya diatur secara ketat, obat bahan alam (OBA) tetap memiliki risiko terhadap kesehatan ketika tidak digunakan sesuai anjuran. Interaksi obat juga dapat terjadi ketika OBA dikonsumsi bersamaan dengan obat kimia.
Interaksi tersebut dapat mengakibatkan penurunan efektivitas obat atau justru menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi pasien. Selain itu, OBA yang diperoleh dari sarana kefarmasian tidak resmi rentan mengandung bahan kimia obat (BKO) yang sejatinya tidak diperbolehkan ada dalam produk OBA. Beberapa pihak yang tidak bertanggung jawab, mencampur BKO dalam OBA supaya menghasilkan efek cespleng. Hal ini sangat berbahaya bagi yang mengkonsumsi produk tersebut karena tidak diketahui jenis dan dosis BKO yang dicampurkan. Oleh sebab itu kita patut curiga ketika kita merasakan efek cespleng setelah minum OBA. Belilah produk OBA dari fasilitas pelayanan kefarmasian yang resmi seperti apotek, toko obat, toko retail ternama.