Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jakarta Ku Benci, Jakarta Ku Rindu

23 Juni 2021   08:55 Diperbarui: 23 Juni 2021   15:21 650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monas di senja hari (Sumber: Dokumentasi pribadi)

"Benci, benci, benci tapi rindu jua. Memandang wajah dan senyummu sayang. Rindu, rindu, rindu tapi benci jua. Bila ingat kau sakiti hatiku."

Berhubung saya termasuk generasi milenial penggemar lagu jadul, sepenggal lirik lagu lawas yang dinyanyikan Ratih Purwasih ini rasa-rasanya lumayan mewakili apa yang rasakan terhadap ibu kota Indonesia tercinta yang gemerlap ini. Hah, gak salah tuh?

Nyatanya love-hate relationship bukan cuma ada di hubungan dengan pasangan saja loh. Tapi saya juga merasakan love-hate relationship dengan Jakarta. Beneran!

Walaupun saya tidak pernah punya KTP DKI Jakarta, tapi saya bersekolah, hang out dengan teman-teman, bahkan cari cuan pun di Jakarta. Maklum, rumah saya dulu letaknya di perbatasan Jakarta-Tangerang, tapi akses jalan jauh lebih praktis ke Jakarta. 

Bahkan setelah saya menikah dan akhirnya punya rumah yang jaraknya puluhan kilometer di luar Jakarta, pekerjaan saya pun masih tetap di Jakarta! Ya mau gimana lagi kan, jodoh kerjaannya di Jakarta.

Jadi boleh dibilang, roda kehidupan saya berpusat di Jakarta. Dan selama itu pula, saya menyaksikan dua sisi wajah Jakarta. Banyak hal-hal yang nyebelin yang membuat saya sering ngomel sendiri saking bencinya. Tapi banyak juga hal-hal yang bikin saya selalu kangen dengan Jakarta. Cieileehh!

Apa yang Saya Benci dari Jakarta?

Kalau ditanya apa yang saya benci dari Jakarta, jawabannya banyak! Saya akan coba uraikan dengan padat, seksama, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya supaya pembaca tidak bosan. Tapi kalau ujung-ujungnya agak ngelantur, mohon dimaklumi yah. Namanya juga curcol soal kekesalan saya. Heheh..

Macet dan banjir sih so pasti ya. Dulu kalau macet rasa-rasanya masih bisa ditolerir. Itu pun hanya ditemui di daerah-daerah tertentu saja. Sekarang? Baru jalan beberapa ratus meter sudah macet. Telat satu menit keluar rumah, bisa terjebak macet 1 jam di jalan.

Kendaraan bermotor terus bertambah, tapi ruas jalan segitu-segitu aja. Gimana gak padat? Belum lagi kalau posisinya di kendaraan umum, berdiri, kepanasan, bawa tentengan berat. Ditambah lagi bunyi bising klakson dimana-mana, plus pengamen yang bukannya nyanyi, tapi malah orasi. Udah pasti bikin hipertensi.

Itu baru macet. Belum lagi ditambah banjir gara-gara sistem drainase yang tidak rapi dan terawat. Beberapa tahun lalu saya pernah luntang-lantung di jalan sejak pagi hingga sore akibat terkepung banjir saat perjalanan ke kantor. 

Boro-boro sampai ke kantor, mau balik kanan pulang pun tak bisa karena seketika tidak ada angkutan umum yang beroperasi. Duh, bencinya sampai ke ubun-ubun! Gak terbayang mereka yang rumahnya jadi langganan kebanjiran di musim hujan.

Tapi herannya, dua masalah ini nampaknya tidak pernah tuntas. Alhasil macet dan banjir menjadi seperti identitas Jakarta. Kesel gak sih dengernya? Ibu kota Indonesia Raya kok terkenal macet dan banjir.

Gak cuma macet dan banjir, saya juga benci dengan tindakan kejahatan yang sering terjadi di Jakarta. Ketimpangan status ekonomi dan sosial masyarakat di Jakarta sangat jelas terlihat. Kalau kata orang sih, yang kaya tambah kaya, yang miskin ya miskin aja terus.

Coba lihat, ada banyak rumah yang desainnya super mewah bak istana sultan minyak. Bahkan ada kawasan perumahan elit yang punya dermaga dan speedboat pribadi di pekarangan rumahnya. Iya DERMAGA! Bukan cuma taman berumput Jepang. Sampai kadang saya bingung sendiri, kiranya apa pekerjaan si empunya rumah?

Tapi di sisi lain, rumah-rumah temporer yang terbuat dari papan dan kayu sederhana yang letaknya di gang-gang kecil seperti labirin yang bikin pusing atau di pinggir sungai juga tidak kalah banyak. Boro-boro punya dermaga pribadi, kalau banjir datang bisa jadi papan-papan rumah inilah yang akan jadi perahu alias hanyut.

Mereka yang punya kekayaan tujuh turunan biasanya juga memiliki kebebasan terhadap akses pendidikan dan kesehatan. Jadi bisa bebas mau sekolah di dalam atau luar negeri. Kalau sakit, tinggal telepon langsung masuk kamar VIP.

Belum lagi kalau orang-orang kaya ini juga punya koneksi ke pemangku-pemangku jabatan. You know what I mean, kan?

Lalu bagaimana dengan mereka yang hidup dengan segala keterbatasan? 

Tempat tinggal terbatas, makan-minum terbatas, tidur terbatas, pendidikan terbatas, akses kesehatan terbatas, hiburan terbatas, lapangan pekerjaan pun terbatas. Pokoknya semua serba terbatas deh.

Tak heran ketimpangan semacam ini ujung-ujungnya membutakan orang-orang tertentu yang kondisinya tersudut untuk melakukan kejahatan atau pekerjaan yang tidak halal demi menyambung nyawa. Miris ya?

Kadang saya berpikir, harus sejauh inikah jurang perbedaan kesejahteraan masyarakat di Jakarta? Benarkah adanya bahwa kejamnya Jakarta ngalah-ngalahin kejamnya ibu tiri? Benarkah hanya mereka yang kuat yang bisa bertahan di hutan beton ini?

Kawasan bundaran patung kuda (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Kawasan bundaran patung kuda (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Apa yang Saya Rindukan dari Jakarta

Suasana hidup nan gemerlap Jakarta memang selalu memikat siapapun yang melihatnya. Bagai kota yang tak pernah tidur, Jakarta juga tak pernah lelah untuk menebar pesona. 

Mau siang ataupun malam. Maka kalau saya sedang short escape ke tempat-tempat yang sunyi, tetap saja tidak betah berlama-lama. Rasanya kepingin cepat-cepat kembali ke Jakarta.

Segala fasilitas dan infrastruktur di Jakarta juga tersedia dengan super lengkap dan aksesnya pun mudah. Tinggal dikondisikan saja. Tak heran banyak orang tergoda untuk datang ke Jakarta, mengadu nasib demi mengubah takdir kehidupan. Baik mereka yang sudah membekali diri sebelumnya, maupun mereka yang cuma modal nekat.

Selain itu, Jakarta juga memiliki banyak kawasan kuliner yang enak-enak. Kadang saya curiga, apakah masyarakat Jakarta sekarang ini pada malas memasak? 

Buktinya jumlah pedagang makanan dan minuman banyaknya minta ampun! Mau beli on the spot atau online, semua ada. Harganya bervariasi pula. Mau dari yang harganya murah sampai yang bikin kartu kredit jebol juga ada. Tinggal kita pilih sesuai selera dan kemampuan.

Oh ya satu lagi, saya rasa Jakarta adalah satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki mal paling banyak. Bahkan ada kawasan yang mal-nya berseberangan. Kayak Indomaret dan Alfamart yang selalu bergandengan tangan itulah. 

Pada masanya saya masih suka hang out, bisa hampir setiap minggu pergi ke mal. Meskipun cuma sekadar makan atau muter-muter dari satu toko ke toko lain sampai kaki mau patah.

Padahal kalau dipikir-pikir, isi dari setiap mal ya itu-itu saja toh? Tapi ya itulah, tempat hiburan masyarakat Jakarta dari segala usia yang paling mudah dijangkau.

Sesaknya KRL saat rush hour (sumber: dokumentasi pribadi)
Sesaknya KRL saat rush hour (sumber: dokumentasi pribadi)
Harapan Saya untuk Jakarta

Tahun ini Jakarta berulang tahun yang ke 494. Hampir lima abad! Tentu sudah banyak peristiwa dan pengalaman yang sudah dilalui kota Jakarta. Banyak sejarah yang sudah terukir. Misalnya pergantian nama mulai dari Sunda Kelapa, Jayakarta, Batavia, Tokubestu Shi, sampai akhirnya menjadi Jakarta hingga sekarang.

Saya tidak berharap macam-macam di ulang tahun Jakarta kali ini. Sekali lagi meski saya bukan warga Jakarta, saya tetap berharap kota Jakarta bisa terus berbenah sehingga menjadi kota yang nyaman dan aman untuk ditinggali warganya, maupun warga daerah lain yang cuma numpang bekerja. Semoga Jakarta bisa menjadi kota yang dibanggakan seluruh warga Indonesia.

Apalagi saat ini Jakarta (bersama daerah-daerah lainnya) juga sedang mengalami masa-masa sulit, yakni kembali meningkatnya kasus positif Covid-19. Semoga Jakarta berhasil survive melewati masa pandemi.

Dirgahayu Kota Jakarta!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun