Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Merasakan Sensasi Goyangan Situgunung Suspension Bridge

2 Juli 2019   09:09 Diperbarui: 2 Juli 2019   19:30 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situgunung Suspension Bridge (Dokpri)

Oke, jadi ceritanya saya sudah kepingin mengunjungi tempat ini sejak beberapa bulan lalu. Tapi akhirnya baru Minggu kemarin keinginan saya tercapai setelah mencoba mencari-cari slot waktu luang (sok sibuk ya?).

Pertama kali tahu soal Situgunung Suspension Bridge ini memang ketika saya scrolling Instagram, dan rupanya letaknya di Sukabumi. Jadi saya pikir, karena lokasinya tidak terlalu jauh dari rumah saya saat ini di Bogor, maka tempat ini kelihatannya oke untuk di-explore di akhir minggu. Tidak perlu cuti dan biayanya terjangkau pula. Dan ketika lihat fotonya Mbak Trinity (tahu gak dia siapa?) saat dia mengunjungi tempat ini libur lebaran lalu, saya makin penasaran dan kepingin lihat secara langsung.

Awalnya saya sudah menyusun itinerary sedemikian rupa. Berangkat dari Stasiun Bogor dengan kereta Pangrango paling pertama yakni pukul 7.56 dan tiba di Stasiun Cisaat (stasiun terdekat dengan lokasi Situgunung) dua jam kemudian. 

Kemudian pulang dengan kereta terakhir sekitar pukul 4 sore. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya saya, suami dan satu orang teman memutuskan untuk menggunakan mobil sebagai transportasi menuju ke lokasi. 

Tak disangka, itinerary yang sudah saya susun pun meleset jauh karena macetnya luar biasa. Jadilah kami baru sampai di lokasi pukul 1 siang dan baru mulai explore pukul 2 siang. Telat luar biasa!

Situgunung Suspension Bridge
Lokasi Situgunung Suspension Bridge ini sebenarnya berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Untuk memasuki kawasan, pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar 18.500 rupiah per orang dan 10.000 rupiah untuk tiket masuk mobil. Namun harga ini belum termasuk mengunjungi Situgunung Suspension Bridge. Tiket senilai 18.500 rupiah tadi hanya berlaku untuk mengunjungi Danau Situgunung, Curug Sawer dan dua tempat lainnya yang saya lupa namanya.

Jadi karena kami sudah kesiangan, kami langsung menuju jembatan gantung yang tersohor itu. Alangkah kagetnya kami ketika melihat ramainya antrian pengunjung di depan loket. Apalagi saat itu kami berpapasan dengan rombongan turis dari China. Untungnya proses pembelian tiket tidak terlalu lama.

Antrian loket masuk (Dokpri)
Antrian loket masuk (Dokpri)
Ada beberapa kategori Harga Tiket Masuk (HTM) yang berlaku yakni 50.000 rupiah untuk dewasa, 25.000 rupiah untuk anak berusia 6-12 tahun dan lansia berusia 65-70 tahun, dan free HTM alias gretong untuk lansia berusia lebih dari 70 tahun dengan syarat menunjukkan KTP. Pengunjung akan diberikan gelang yang berisi barcode untuk di-scan di pintu-pintu masuk. Jadi gelang ini tidak boleh hilang ya.

HTM ini rupanya sudah termasuk beberapa fasilitas antara lain welcome drink & snack, asuransi, atraksi temporer, guide dan fasilitas umum (toilet misalnya). Saat kami berkunjung kemarin, welcome drink yang disediakan berupa kopi dan teh manis panas, keripik singkong dan potongan pisang rebus. Lumayan untuk camilan.

Setelah tempat mengambil welcome drink ini, pengunjung langsung melewati area amphitheater tempat Atraksi Temporer tadi berlangsung. Saat itu kebetulan sedang ada penampilan permainan musik gamelan. Namun karena kami tidak ingin membuang waktu, setelah menghabiskan snack kami langsung menuju ke pintu masuk jembatan.

Antrian loket masuk (Dokpri)
Antrian loket masuk (Dokpri)
Ternyata lebih mengagetkan lagi, karena antrian yang mau melewati jembatan luar biasa panjang! Tidak heran, ini karena ada batas maksimal jumlah orang yang melintas di atas jembatan, yakni 90 orang. Mau tidak mau pengunjung harus bergantian.

Ada beberapa peraturan yang yang HARUS dipatuhi oleh pengunjung saat berada di atas jembatan yakni, wajib memakai peralatan keamanan, tidak berlarian dan melompat di atas jembatan, tidak menggoyang dan dan memanjat pagar jembatan, memberi dan/atau melempar makanan kepada hewan di sekitar jembatan, membuang benda apapun dari atas jembatan dan bersedia menerima panduan dari guide selama melintasi jembatan. So be a wise and smart tourist, serta menjadi contoh yang baik bagi turis asing ya!

Mengenai peralatan keamanan berupa sabuk ini, awalnya saya agak bingung karena hanya dipasangkan di pinggang kita tanpa dikaitkan ke mana-mana. Tapi setelah saya melihat bentuk jembatannya, pengait pada sabuk tersebut berfungsi untuk kita kaitkan sendiri ke besi jembatan, jika kebetulan ada hempasan angin saat kita berada di bagian tengah jembatan.

Setiap pengunjung harus menggunakan sabuk pengaman (Dokpri)
Setiap pengunjung harus menggunakan sabuk pengaman (Dokpri)
Ada beberapa informasi menarik mengenai jembatan ini antara lain, Situgunung Suspension Bridge diklaim sebagai jembatan gantung terpanjang se-Asia Tenggara yang melintasi hutan. SSB memiliki panjang 243 meter dan tergantung 161 meter dari atas tanah. Keren kan! Lalu bagaimana dengan aspek keamanannya?

SSB terbuat dari material Kayu Ulin yang berasal dari tanaman khas Kalimantan yakni pohon Ulin. Kayu Ulin sangat kuat dan tahan terhadap serangan serangga maupun rayap, serta tahan terhadap air, perubahan suhu dan kelembaban. Karena kekuatannya inilah Kayu Ulin dikenal juga sebagai Kayu Besi.

Selain itu, jembatan yang rupanya baru diresmikan oleh Bapak Luhut Binsar Pandjaitan tanggal 9 Maret 2019 ini, menggunakan 5 sling tali baja sementara jembatan gantung lainnya rata-rata menggunakan 3 sling tali baja. Biaya pembuatannya pun konon mencapai 4 miliar. So, saya percaya dengan keamanannya karena pembangunannya saja "seniat" itu!

Pengunjung yang akan melintasi jembatan (dokpri)
Pengunjung yang akan melintasi jembatan (dokpri)
Awalnya saya mengira tidak akan terlalu merasakan goyang saat melintas di atas jembatan setelah melihat struktur jembatannya. Tapi ternyata baru melintasi sepertiga jembatan saja, saya mulai kesulitan menjaga keseimbangan untuk berjalan di tengah. Ya jelas saja sih, yang melintas di atas jembatan kan juga banyak. Pastinya ayunan dan goyangannya sungguh terasa. 

Sensasinya sungguh luar biasa ketika kita berjalan di atas jembatan gantung sepanjang dan setinggi itu, dikelilingi pepohonan hutan dan diterpa udara dingin. Tapi mungkin akan lebih luar biasa lagi jika kondisinya tidak terlalu ramai. Jadi saya menyarankan untuk mengunjungi tempat ini pagi-pagi atau sore menjelang tutup setelah penjualan tiket terakhir.

Danau Situgunung
Setelah puas bolak-balik di atas jembatan gantung, kami segera menuju Danau Situgunung. Sebagai informasi, letak danaunya berseberangan dari lokasi jembatan jadi kami tidak keluar di ujung jembatan. Untuk menjangkau Danau Situgunung, kami memilih untuk masuk dari gerbang utama.

Dari gerbang utama sebenarnya tidak terlalu jauh, hanya kontur jalannya agak naik turun tapi sudah diratakan dengan cor. Bagi yang tidak kuat jalan, bisa menggunakan jasa ojek yang ditawarkan di sana.

Namun untuk kalian yang masih berjiwa muda, saya sangat menyarankan untuk berjalan kaki saja. Selain karena jalannya sudah rapi dan nyaman, kita bisa menikmati udara sejuk dan oksigen secara perlahan dan sepuas-puasnya, hingga melihat Danau Situgunung yang akan tampak di sela-sela pepohonan Pinus.

Danau SItugunung di sore hari (Dokpri)
Danau SItugunung di sore hari (Dokpri)
Kami sampai di lokasi danau sekitar pukul lima sore, jadi sudah tidak terlalu ramai oleh pengunjung. Pinggiran danau sudah dirapikan sedemikian rupa sehingga pengunjung bisa menikmati pemandangan danau sambil duduk-duduk menikmati keheningan dan burung-burung yang berterbangan di atas danau. Foto-foto disini juga oke banget. Ciamik sekali pokoknya!

Sebenarnya ada satu spot lagi yang populer untuk dikunjungi yakni Curug Sawer. Namun mengingat keterbatasan waktu, kami sudah cukup puas mengunjungi jembatan gantung dan danau saja. Dan pukul 6 sore, kami pun meninggalkan TNGGP.

Transportasi
Sebagai informasi, TNGGP ini buka mulai pukul 7 pagi dan tutup pukul 4 sore. Jadi bagi yang mau berkunjung, pastikan jam keberangkatan kalian sesuai dengan memperkirakan faktor kemacetan jika ingin berkendara mobil.

Bagi yang ingin naik transportasi umum, cara paling praktis untuk mencapai lokasi ini adalah dengan menggunakan kereta Pangrango yang tiketnya bisa dibeli di situs-situs resmi yang menjual tiket KA. Rute yang diambil adalah Bogor-Cisaat. Usahakan untuk mengambil jam pertama yakni pukul 7.56 pagi supaya bisa sampai di lokasi lebih awal. Dan pulang dengan kereta terakhir dari Stasiun Cisaat.

Caranya kita harus menjangkau Stasiun Bogor dulu dengan menggunakan commuter line, kemudian keluar dari stasun dan naik JPO menuju Stasiun Bogor Paledang. Stasiun Cisaat letaknya satu stasiun sebelum stasiun akhir (Stasiun Sukabumi). Dari Stasiun Cisaat, kita bisa mencarter angkot untuk langsung menuju TNGGP dengan kisaran harga 30 ribu hingga 50 ribu per orang.

Meskipun saya kemarin menggunakan mobil, saya rasa harga itu cukup masuk akal karena jarak dari daerah Cisaat ke pintu masuk TNGGP juga lumayan jauh (sekitar 30 -- 45 menitan jika lancar).

Saat pulang, usahakan kita sudah sampai di Stasiun Cisaat paling lambat setengah jam sebelum keberangkatan. Jadi pekirakan juga kita harus keluar pukul berapa dari TNGGP.

What you have to wear
Sudah pasti sadar ya kalau lokasi Situgunung Suspension Bridge ini adalah daerah pegunungan. Dan karena di sini kita akan banyak berjalan kaki, pakailah sepatu yang senyaman mungkin, celana panjang dan bila perlu membawa jaket, payung atau topi. 

Bagi yang ingin main air di Curug Sawer juga jangan lupa membawa baju ganti supaya tidak masuk angin. Usahakan membawa beban seperlunya supaya tidak terlalu lelah. Dan yang pasti jangan lupa bawa air minum.

Soal makanan kalian tidak perlu khawatir. Jika kebetulan membawa bekal terbatas, kita tetap bisa membeli makanan dengan harga yang cukup wajar yang dijual di warung-warung kecil di sekitar lokasi parkir. Bahkan di dalam area SSB ada restoran juga yang menyediakan berbagai macam menu.

Jadi gimana, kamu berminat berkunjung dan merasakan sensasi goyangan Situgunung Suspension Bridge ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun