Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Penggunaan Obat "Off-Label", Ibarat Pedang Bermata Dua

9 April 2018   11:05 Diperbarui: 5 Januari 2022   18:26 6668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Oleh sebab itu dokter harus terus meng-update pengetahuannya mengenai validitas indikasi obat-obat off-abel tersebut. Sama halnya dengan farmasis yang juga harus ter-update mengenai indikasi-indikasi obat off-label supaya tidak menimbulkan perbedaan persepsi dengan dokter yang bersangkutan. Bila ada yang dirasa kurang sesuai pada resep obat, baiknya farmasis mengkonfirmasi resep tersebut kepada dokter yang meresepkan.

Obat Off-Label dari Perspektif Pasien

Ada kalanya dosis pengobatan yang diterapkan kepada seorang pasien tidak berhasil. Oleh sebab itu pasien bisa saja meminta dokter untuk memberikan alternatif pengobatan lainnya, dan pada saat ini dokter bisa saja mengusulkan penggunaan obat off-label.

Jadi akan ada diskusi dan kesepakatan antara dokter dan pasien ketika akan mencoba pengobatan lainnya. Tentunya hal ini bisa memberikan efek positif dan negatif bagi pasien.

Positif jika memang pengobatan off-label yang diterapkan memberikan hasil yang diinginkan, tetapi bisa juga negatif karena seakan menempatkan pasien sebagai "kelinci percobaan".

Oleh sebab itu pasien saat ini juga diminta untuk lebih aware jika akan menebus resep. Paling tidak tanyakan kepada apoteker mengenai fungsi dari masing-masing obat, cara dan waktu penggunaannya, dan sebagainya.

Obat Off-Label dari Perspektif Industri Farmasi

Selama proses pengembangan oleh industri farmasi, suatu obat yang diteliti bisa saja memiliki banyak indikasi namun tentu saja perusahaan farmasi harus bisa selektif dalam memilih indikasi yang akan dikembangkan. Mengapa?

Seperti yang telah saya jabarkan pada artikel-artikel sebelumnya, sebelum obat baru memperoleh persetujuan dari regulator untuk dipasarkan, industri harus melakukan uji pre-klinik dan uji klinik untuk membuktikan keamanan dan khasiat obat.

Jadi jika semakin banyak indikasi yang diteliti, maka waktu yang dibutuhkan akan semakin lama dan biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Tentunya hal ini tidak memberi keuntungan ekonomi bagi industri karena perolehan persetujuan pemasaran (Marketing Authorization) dari regulator akan semakin tertunda.

Penggunaan obat off-label bisa jadi menguntungkan industri farmasi karena secara tidak langsung akan ada pengembangan lebih lanjut mengenai indikasi suatu obat, namun tidak dilakukan oleh industri tersebut secara langsung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun