Di zaman serba digital ini, siapa, sih, yang nggak tahu TikTok? Hampir semua hal terasa berputar di aplikasi tersebut.
Bosan sedikit, buka TikTok
Butuh hiburan, cari ide, bahkan mencari nafkah pun lewat TikTok
Aplikasi ini perlahan membentuk ruang sosial baru yang menggabungkan hiburan, interaksi, dan ekonomi.
Di tengah arus konten menghibur, muncul fenomena menarik: belanja lewat siaran langsung atau live shopping. Kita sering melihat seseorang berteriak di layar, "Buruan check out, gratis ongkir, tinggal dua lagi!"
Awalnya kita hanya berniat menonton sebentar, tanpa niat membeli apapun. Namun setelah beberapa menit, keramahan host yang membangun suasana terasa hidup membuat penonton terpengaruh untuk membeli dagangannya.
Sekilas, fenomena ini tampak seperti tren belanja biasa. Tapi jika diperhatikan mendalam, live shopping mencerminkan bagaimana aktivitas ekonomi di era digital kini semakin tertanam dalam kehidupan sosial masyarakat.
Dulu, pasar merupakan ruang tempat orang bertemu, menawar, dan berbincang dari balik tumpukan barang dagangan. Kini, semuanya berpindah ke layar ponsel.
Dalam siaran TikTok, ratusan bahkan ribuan orang seolah berada dalam satu ruang yang sama. Suasananya ramai, dinamis, dan penuh interaksi sosial, mirip seperti di pasar tradisional. Fenomena ini menunjukkan bahwa ekonomi digital tidak semata digerakkan oleh teknologi, tetapi juga oleh interaksi sosial dan hubungan antar manusia. Ekonomi jenis ini tetap bertumbuh karena adanya emosi, keakraban, dan rasa kebersamaan antara penjual dan pembeli.
Pasar mungkin berpindah tempat, tapi "jiwanya" tetap sama, yaitu hubungan manusia yang tetap menjadi fondasinya. Â Banyak orang yang mengira belanja di TikTok menarik karena harga yang lebih murah. Padahal, ada alasan lain yang turut memengaruhinya, yaitu rasa keterhubungan. Pembeli merasa dekat dengan penjualnya melalui gaya bicara, candaan, hingga cara host menyapa calon pembeli satu per satu. Interaksi sederhana seperti ini membangun rasa percaya (trust) yang menjadi dasar terjadinya interaksi.
Sosiolog Mark Granovetter menyebut fenomena ini sebagai embeddedness, gagasan bahwa tindakan ekonomi selalu melekat dalam jaringan sosial dan hubungan antar manusia. Transaksi ekonomi tidak pernah berdiri sendiri, tetapi selalu dipengaruhi oleh kepercayaan, norma, dan interaksi sosial di sekitarnya.