Mohon tunggu...
Irma Susanti Irsyadi
Irma Susanti Irsyadi Mohon Tunggu... -

hanya seorang pecinta kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berlian Si Etty, A Review (It May Contain Spoiler)

26 Juni 2014   06:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Nurbaeti atau "Etty" adalah seorang perempuan muda pekerja keras. Berangkat dari keluarga kelas menengah di Bandung, dengan latar belakang kedua orangtua PNS, Etty bertekad menaklukan kota Jakarta.

Awalnya Etty bekerja di Bandung namun karena prestasinya sebagai seorang Top Sales, Bosnya kemudian mempromosikan Etty untuk pindah ke kantor Jakarta. Merasa senang dan excited akan prospek hidup di Jakarta tidak serta merta membuat jalan Etty mulus. Kedua orangtuanya meminta Etty untuk menikah dulu sebelum pindah ke Jakarta. Sebuah permintaan sederhana dari orangtua yang ingin 'tenang' melepas anak kesayangannya merantau. Etty, yang asalnya bingung karena merasa tidak memiliki calon suami, akhirnya bernafas lega karena Ricky, sahabatnya sedari dulu, bersedia menikahinya.

Dari sinilah perjalanan hidup dua insan muda ini dimulai. Dengan jenjang karir yang baru saja dipijak, dan perjuangan hidup yang harus mereka lalui dengan kondisi pas-pasan - mengontrak rumah dalam gang dan memiliki tetangga bawel - mereka tetap semangat menjawab tantangan hidup di Ibukota. Pekerjaan Ricky yang baru mulai dan karir Etty yang mulai cemerlang ternyata tidak selamanya. Etty harus menghadapi kenyataan dikhianati oleh sahabatnya sendiri yang menyebabkan ia harus rela kehilangan pekerjaan di saat sedang hamil tua.

Begitulah, singkatnya cerita yang disodorkan oleh "Berlian Si Etty", film produksi Motekkar Image, tahun 2013. Fitri Tropika didaulat untuk memerankan Etty, si gadis ceria pekerja keras, dan Yogi Finanda sebagai Ricky, suami sekaligus sahabat Etty.

Jujur, dari awal film hingga ke menit 20-an, saya merasa ini film agak datar. Alur film berjalan agak lambat dan beberapa perpindahan adegan masih kurang mulus. Adegan ketika Etty sedang mengobrol dengan rekan-rekannya di Jakarta, kemudian flashback ke masa kecilnya di Bandung (lucu banget :p), dan kembali lagi ke masa kini, agak terlalu cepat. Soal watak Etty yang pekerja keras dan kreatif berhasil terwakili dengan diperlihatkannya adegan Etty kecil yang tidak pernah mendapat uang jajan dari sang Ibu, melainkan dibekali kue dadar gulung. Etty kecil kemudian menjual bekal makanannya ke teman-teman sekelas hingga mendapat untung.

Hal yang sama tidak berlaku dengan pola hubungan Etty dan Ricky. Di masa remaja, diperlihatkan bagaimana Ricky mendatangi konser musik yang diselenggarakan Etty. Namun, ketika Ricky kemudian menyatakan ketertarikannya pada Etty karena mereka berdua sudah berteman lama, kok saya merasa penggambaran adegannya jadi kurang. Mungkin perlu ditambahkan lagi satu atau dua adegan yang bisa membuat penonton yakin bahwa Etty dan Ricky memang sahabatan dari kecil, dalam suka maupun duka. Ini karena saya selalu merasa untuk bisa berhasil, tokoh dalam sebuah cerita wajib dicintai oleh penonton. Dan penonton akan mampu mencintai sang tokoh jika emosi yang terlibat digali secara maksimal. Apalagi Ricky dan Etty berangkat dari sebuah hubungan platonis yang berujung ke hubungan asmara.

Dari pertengahan film hingga ke akhir, akhirnya saya harus mengubah pendapat saya. Film ini agak datar, tapi begitu natural. Saya terbawa sedih ketika Etty harus menerima kenyataan ia dipecat Bosnya, karena pengkhianatan sahabatnya sendiri. Kondisi Etty yang hamil tua dan mulai mengemasi barang-barang di mejanya untuk kemudian pulang sungguh sangat membuat patah hati. Etty kemudian pulang bersama Ricky ke Bandung, disambut ayah ibunya (yang nyunda sekali). Saya ikut ngenes ketika menyaksikan beratnya Etty dan Ricky mengabulkan permintaan kedua orangtua Etty untuk membuat selamatan aqiqah anak pertama mereka. Di saat Etty baru dipecat dan kondisi keuangan mereka pas-pasan, permintaan seperti itu tentu membuat hati ngeper, namun toh anak mana yang tega menolak permintaan orangtuanya yang disampaikan dengan mata berbinar-binar? Pun ketika Ricky marah pada Etty karena Etty tak jua mau berterus terang pada orangtuanya bahwa ia sudah tidak punya lagi pekerjaan.

Dimas Adipratama, sang Sutradara, menyuguhkan cerita si Etty tanpa banyak bumbu dan dramatisasi sinetron. Kekurangan sana sini mampu tertutupi dengan kesederhanaan yang cukup memikat. Lela Mukhtar, sebagai penulis naskah, nampaknya memang ingin menonjolkan realitas sebagai premis dari film ini. Pasangan muda yang baru menikah, kondisi keuangan yang masih belum stabil, keinginan membuat orangtua bangga dan suka duka ibu bekerja sambil mengasuh bayi, adalah sesuatu yang saya pikir dihadapi oleh hampir semua orang di negeri ini. Terkecuali orang-orang yang sudah terlahir sebagai anak orang kaya, saya kira semua orang pasti harus menghadapi dan melewati berbagai kesulitan hidup sebelum akhirnya berhasil.

Kejujuran, kesetiaan dan bekerja keras adalah tiga hal penting dalam hidup yang coba disampaikan "Berlian Si Etty". Meski di awal film, ditunjukkan bagaimana Ricky berjanji pada Etty untuk memberinya berlian sungguhan ketika sudah mampu, saya pikir kata "berlian" di sini dimaksudkan sebagai metafora ketiga hal tersebut. Berlian yang Etty dapat tidak selalu berarti sesuatu yang berharga secara nominal, namun nilai-nilai kehidupan yang bisa membawanya kembali ke jalur yang benar. Adegan Etty minum es teh bersama Bapak tukang sapu jalanan, juga berhasil menyelipkan amanat religi, bahwa segala sesuatu harus yakin pada Tuhan, yang selalu akan memberikan jalan terbaik.

Fitri Tropika, pantas masuk nominasi sebagai pemeran wanita terbaik di ajang Indonesian Movie Award beberapa waktu lalu. Tingkahnya yang konyol dan lebay, yang biasanya kita saksikan setiap hari berubah total, menjadi seorang Etty yang cerdas, ceria dan kadang terlalu polos. Sayangnya, Fitrop bersinar sendirian. Yogi Finanda, kurang berhasil mengimbangi akting Fitrop, sebagai Ricky. Yogi cenderung datar dan terkesan sebagai pemanis saja.

Secara keseluruhan, saya rasa film ini berhasil menyampaikan apa yang ingin disampaikannya. Hidup memang sulit, jalan yang ditempuh terkadang terjal dan berbatu, namun jika diiringi dengan niat tulus dan usaha maksimal, keberhasilanlah yang akan didapat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun