Mohon tunggu...
IRMA NISWATUL AINI
IRMA NISWATUL AINI Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Saya adalah mahasiswa semester 5 yang berfokus pada bidang Administrasi Perkantoran

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Membedah Strategi Pemasaran dengan Burn Money dan Loyalitas Semu

30 Agustus 2025   11:32 Diperbarui: 30 Agustus 2025   11:32 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Kita Perlu Memahami Strategi Burn Money?

Pernahkah Anda merasa "kecanduan" berbelanja online karena tergiur dengan berbagai promo menarik? Flash sale tengah malam, cashback jumbo, atau bahkan undian berhadiah smartphone dengan harga Rp 1.000? Jika ya, maka Anda telah menjadi bagian dari fenomena yang sedang menggemparkan dunia e-commerce Indonesia: strategi "burn money" atau bakar-bakar uang.

Sebagai konsumen digital yang cerdas, penting bagi kita untuk memahami apa yang sebenarnya terjadi di balik layar promosi-promosi menggiurkan tersebut. Strategi burn money bukan sekadar kemurahan hati platform e-commerce, melainkan taktik pemasaran yang telah diperhitungkan matang untuk merebut perhatian dan loyalitas konsumen. Namun, apakah loyalitas yang tercipta dari strategi ini benar-benar berkelanjutan?

Memahami mekanisme burn money akan membantu kita sebagai konsumen untuk membuat keputusan pembelian yang lebih bijak, sekaligus memberikan perspektif baru tentang bagaimana industri digital Indonesia berkembang. Lebih dari itu, fenomena ini juga menghadirkan pertanyaan fundamental: apakah kita sebagai konsumen benar-benar loyal terhadap suatu merek, atau hanya tergoda oleh insentif sesaat?

Ekonomi Digital dan Evolusi E-commerce Indonesia

Indonesia kini tengah mengalami revolusi digital yang luar biasa. Transformasi ini tidak terjadi dalam semalam, melainkan merupakan hasil dari perubahan perilaku masyarakat yang semakin terbuka terhadap teknologi digital. Perjalanan e-commerce Indonesia mencatat fluktuasi yang menarik dalam lima tahun terakhir. Pandemi COVID-19 menjadi katalis pertumbuhan yang luar biasa, mendorong pertumbuhan sektor ini dari 29,6% pada 2020 menjadi 50,58% pada 2021. Meskipun sempat mengalami perlambatan menjadi 4,46% pada 2022, penelitian membuktikan sektor ini kembali bangkit dengan pertumbuhan 27,40% pada 2023 dan diprediksi mencapai 30,5% pada 2024.

Angka-angka tersebut bukan hanya statistik belaka, melainkan cerminan dari perubahan fundamental dalam cara masyarakat Indonesia bertransaksi. Data BPS 2022 menunjukkan jumlah unit usaha e-commerce telah mencapai 2.868.178 pada tahun 2021, yang menggambarkan betapa masifnya penetrasi digital dalam ekosistem bisnis nasional.

Persaingan semakin memanas dengan empat pemain utama yang mendominasi lanskap e-commerce Indonesia. Lazada memimpin dengan tingkat kunjungan 23,5%, diikuti Shopee (10,6%), Tokopedia (9,9%), dan Bukalapak (4,6%) pada tahun 2024. Persaingan ketat inilah yang kemudian melahirkan berbagai strategi pemasaran inovatif, termasuk fenomena burn money yang akan kita bahas lebih mendalam.

Strategi Burn Money: Bakar Uang untuk Pasar

Bila Anda pernah berbelanja online, pasti familiar dengan istilah flash sale, cashback melimpah, diskon besar, bahkan undian hadiah yang membuat kita tergiur. Inilah yang disebut dengan strategi "burn money" alias bakar uang. Perusahaan menggunakan strategi ini untuk cepat menarik perhatian konsumen, meningkatkan volume transaksi, dan memperkuat brand awareness.

Taktik ini terlihat efektif untuk jangka pendek. Konsumen bisa belanja dengan harga miring, mendapatkan gratis ongkir, bahkan hadiah menarik. Tapi di balik gemerlap diskon dan bonus ini, ada dilema besar: loyalitas yang dibentuk ternyata hanya bersifat semu.

Loyalitas Semu dan Tantangan di Baliknya

Loyalitas semu adalah kondisi ketika pelanggan terlihat sangat loyal karena sering membeli di platform tertentu, tapi sebenarnya bukan karena mereka puas dengan merek. Motivasi mereka lebih pada insentif sementara seperti diskon atau cashback.

Setelah promosi berakhir, pelanggan cenderung berpindah ke platform lain yang menawarkan promo lebih menarik. Kondisi ini menjadikan loyalitas rapuh dan susah dipertahankan jangka panjang, bahkan berisiko merugikan perusahaan secara finansial karena harus terus menerus "bakar uang".

Sensitivitas Harga dan Brand Switch Konsumen Digital

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun