Suara adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari . Suara bisa menjadi hiburan , penanda budaya, bahkan sarana kebersamaan. namun, ketika suara berubah menjadi kebisingan, yang muncul bukan lagi harmoni, melainkan gangguan. Salah satunya adalah Fenomena sound horeg di jawatimur. sound horeg adalah sistem pengeras suara berukuran besar dengan dentuman bass yang sangat kencang.
Bagi sebagian masyarakat, sound horeg bukan sekedar pengeras suara. Sound horeg sudah menjadi tradisi dalam acara karnaval, penggajian, haul akbar, hingga resepsi pernikahan. Ada rasa bangga ketika bisa menghadirkan sound system besar yang mengguncang suasana. tidak bisa dipungkiri , bisnis penyewaan sound horeg juga memberi penghasilan bagi banyak orang , dari pemilik peralatan hingga teknisi lapangan. Dari sisi ekonomi dan hiburan  keberadaannya jelas punya nilai tersendiri.
Namun dibalik gemerlapnya, ada sisi gelap yang tidak bisa diabaikan. Intensitas suara sound  horeg yang bisa mencapai 120-135 dB jauh melampaui batas aman WHO, yakni  85 dB untuk paparan 8 jam. Jika dibiarkan kebisingan sebesar itu dapat merusak pendengaran, menimbulkan gangguan tidur, meningkatkan risiko penyakit jantung, bahkan dapat meretakkan kaca atau merusak bangunan karena getarannya. Tak heran, banyak warga yang merasa terganggu, bahkan muncul konflik sosial antar warga akibat "adu kuat " sound system.
Lalu, bagaimana cara kita menyikapi fenomena sound horeg ini ?
Pemerintah Provinsi jawa timur bersama kepolisian, TNI, dan MUI mencoba mengambil jalan tengah dengan menerbitkan surat edaran dan fatwa yang mengatur batas penggunaan sound system. Tujuannya agar suara tetap boleh digunakan sebagai ekspresi budaya, tetapi tidak sampai merugikan kesehatan dan ketentraman di kalangan masyarakat.
Menariknya, proses lahirnya aturan ini bisa kita lihat sebagai cermin demokrasi karena aspirasi warga yang terganggu didengar, pelaku usaha sound system diajak bicara, ahli kesehatan memberi masukan dan Bahkan mui ikut berperan lewat fatwa yang memberi dasar moral. Semua pihak dilibatkan untuk mencari titik temu antara kebebasan berekspresi dan hak masyarakat untuk hidup tenang dalam fenomena sound horeg ini .
Disinilah poin pentingnya keseimbangan hak dan kewajiban. Kita bebas berekspresi , tapi kebebasan itu tidak boleh melanggar hak orang lain. Dengan kata lain, regulasi tentang sound horeg bukan hanya sekadar aturan kaku, melainkan upaya menjaga harmoni bersama.
Meski surat edaran dan fatwa tidak sekuat undang-undang atau perda, keberadaannya tetap penting. Ini menunjukkan bahwa demokrasi bukan hanya soal pemilu, tetapi juga soal bagaimana pemerintah dan masyarakat duduk bersama mencari solusi atas persoalan sehari-hari.Menurut pandangan saya, adanya aturan ini  sound horeg bisa menjadi simbol semangat ekspresi budaya dan tantangan untuk hidup berdampingan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI