Mohon tunggu...
Irma Afifatul Mursyidah
Irma Afifatul Mursyidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190217/HKI H

Mahasiswi IAIN Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nikah Mut'ah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif

2 Desember 2021   10:13 Diperbarui: 2 Desember 2021   10:22 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A.  Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu ibadah yang merupakan hubungan sakral (mitsaqon ghalidzan) antara suami dan istri yang dapat bertahan sampai akhir/mati. Sedangkan tujuan dari pernikahan itu sendiri adalah untuk memenuhi kebutuhan seksual, melanjutkan keturunan, dan untuk menjalin keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.


Nikah mut'ah atau kawin kontrak yang biasa dikenal di Indonesia merupakan masalah yang menarik perhatian bagi semua kalangan, terutama bagi pemerhati Hukum Islam. Perkawinan model seperti ini bersifat sementara yang sebelumnya ada perjanjian tertentu terkait rentang waktu lamanya masa perkawinan yang telah disepakati kedua belah pihak.


Sampai saat ini praktek nikah mut'ah masih saja dilakukan di kalangan masyarakat Indonesia yang notabenenya beragama islam. Apakah dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai hukum nikah mut'ah yang memungkinkan informasi mengenai nikah mut'ah kurang disosialisikan di tengah-tengah masyarakat islam, atau karena untuk memenuhi kebutuhan hidup, ataukah untuk kepentingan lain. Saat ini nikah mut'ah atau kawin kontrak merupakan hal yang umum dilakukan oleh masyarakat seakan akan mengesampingkan hukum keharaman nikah mut'ah.


Nikah mut'ah sekarang ini banyak menuai kontroversi dan perdebatan dikarenakan kemudharatan lebih banyak dirasakan oleh kaum wanita atau pihak istri juga anak yang dihasilkan dari nikah mut'ah dan menguntungkan bagi pihak laki-laki demi menyalurkan hawa nafsunya semata yang mana pernikahan ini tidak sah menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Banyak juga para ulama' yang telah mengharamkam nikah mut'ah. Diperkuat juga dengan hadis yang melarang nikah mut'ah itu sendiri.


B. Pengertian Nikah Mut'ah
Nikah mut'ah secara etimologi berasal dari bahasa arab mata'a-yamta'u-mat'an-wamuta'atan yang artinya kesenangan, kegembiraan, dan kesukaan. Sedangkan secara terminologi nikah mut'ah adalah pernikahan antara laki-laki dan perempuan dengan akad dan jangka waktu tertentu, yang mana setelah masa perjanjian habis maka selesailah pernikahan itu.


Pada prosesnya, seorang pihak laki-laki akan melakukan perkawinan dengan mengucapkan akad dengan jangka kurun waktu tertentu, kemudian diterima atau disetujui oleh pihak wanita. Selama masa pernikahan, pihak laki-laki atau suami akan menjalankan kewajibanya layaknya pernikahan pada umumnya, seperti memberikan nafkah baik dhohir maupun batin yang berupa harta, makanan, pakaian, dan lain sebagainya. Kemudian setelah jangka waktu yang telah disepakati habis, maka pasangan suami dan istri tersebut secara otomatis akan berpisah tanpa dijatuhi talak dan tanpa warisan.


Merujuk pada sejarah, nikah mut'ah pernah diperbolehkan rasulullah, masa sebelum stabilnya Shari'ah Islamiyah yaitu pada awal islam ketika dalam keadaan peperangan dan bepergian. Beliau memberi kelonggaran kepada sahabat-sahabatnya yang ikut berperang di jalan Allah SWT (fi sabilillah) untuk menikah dengan batas waktu tertentu/nikah mut'ah, karena dikhawatirkan mereka akan terjerumus kepada perzinahan sebab telah berpisah sekian lama dengan keluarganya.

C. Nikah Mut'ah Menurut Syi'ah Imamiyah
Menurut Syi'ah, nikah mut'ah hukumnya halal untuk selamanya. Berdasarkan argumentasinya kepada ayat al-Qur'an dan sejumlah hadis yang bertepatan telah disepakati keshahihanya oleh kalangan sunni yaitu diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim. Salah satu hadisnya adalah sebagai berikut:
"Aku pernah mendengar Abdullah berkata: kami pernah berperang bersama Rasulullah tanpa wanita membersamai kami. Kami bertanya: "Apakah kita akan melakukan kebiri/kastrasi?" Rasulullah melarang kami melakukanya dan memberi izin kami untuk menikahi wanita hingga batas waktu tertentu", lalu Abdullah membaca QS.al-Maidah (5): 87.

 Berdasarkan hadis di atas cukuplah sebagai alasan bahwa nikah mut'ah dihalalkan pada masa hidup Rasulullah dan tidak ada larangan sampai Rasulullah wafat.

D. Nikah Mut'ah Menurut Jumhur Ulama
Jumhur ulama memandang haramnya nikah mut'ah berdasarkan dalil al-Quran, sunnah, ijma', dan dalil aqli yang terdiri dari kalangan sahabat, seperti Ibn Umar dan Ibn Abi Umrah al-Anshari juga dari kalangan empat Imam madzhab dan ulama' lainya,
Dalil-dalil yang mendukung pendapat mereka adalah:
-Nikah mut'ah tidak sesuai dengan pernikahan yang dikehendaki al-Qur'an (QS. al-Mukminun (23): 6), serta meruntuhkan sendi-sendi perkawinan, seperti tidak adanya hak nafkah, hak pustaka, dan tidak adanya talak. Maka nikah seperti ini hukumnya bathil.


-Banyak hadis shahih yang menjelaskan secara tegas akan keharaman nikah mut'ah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun