Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Duck Syndrome, Sindrom Pura-pura Bahagia

16 Januari 2022   19:33 Diperbarui: 17 Januari 2022   22:42 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pura-pura bahagia. Sumber:  Pexels.com/Andrea Piacquadi

Sering bukan kita mendengar kasus artis atau publik figur yang terlihat sukses ternyata mengonsumsi narkoba karena stres? Atau bisa juga melihat orang-orang sekitar yang kelihatannya baik-baik saja namun, ternyata memiliki masalah dan tekanan yang luar biasa. Sebenarnya kondisi tersebut bisa dikatakan sebagai gangguan psikologis. 

Duck Syndrome, gangguan psikologis yang banyak terjadi di era sekarang.  

Duck Syndrome istilah yang pertama kali dikemukakan di Stanford University. Istilah tersebut muncul karena melihat banyaknya perilaku mahasiswa. 

Kebanyakan mahasiswa sebenarnya mengidap kecemasan akibat tekanan entah itu dari tugas kampus atau dari lingkungan sekitar. Meskipun memiliki banyak tekanan, mereka tetap berusaha tenang atau pun baik-baik saja serta melakukan aktivitas seperti biasanya. 

Sikap ingin terlihat baik-baik saja bisa saja ditampilkan karena ingin selalu terlihat bahagia atau bisa juga karena tuntutan dari dunia luar, seperti ekspektasi yang terlalu tinggi dari orang tua, pengaruh media sosial, sikap perfeksionis, dan lain sebagainya. 

Tingginya kompetisi antar manusia di era sekarang juga dapat mencetus gangguan psikologis ini. Tentunya dalam kompetisi setiap orang ingin menjadi pemenang dan terlihat lebih hebat.

Dinamakan dengan duck sindrom karena analogi dari seekor bebek yang berenang. Bebek nampaknya sangat tenang ketika berada di dalam air namun, kakinya terus mendayung kencang agar bisa tetap mengapung di atas permukaan air. 

Meskipun kelihatannya tidak masalah namun, mereka yang menderita gangguan ini merasa cemas dan depresi. Sayangnya dengan kondisi kecemasan yang dialami mereka tetap memaksakan tenang dan bahagia. 

Ada juga penderita yang menderita sulit tidur dan sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Entah itu di media sosial maupun di kehidupan nyata. Penderita dari gangguan ini ditakutkan bisa mengambil keputusan untuk bunuh diri karena tidak kuat dengan tekanan yang ada. 

Foto oleh Rafael Barros dari Pexels
Foto oleh Rafael Barros dari Pexels

Lantas bagaimana caranya agar terlepas dari duck sindrom ? 

1. Kenali diri sendiri dan menerima. 

Accept yourself sangat penting sebenarnya bagi semua orang. Agar kita terhindar dari gangguan ini maka pentingnya mengenal diri sendiri. 

Langkah pertama yang bisa dilakukan untuk mengenal diri sendiri adalah mulai menuliskan apa yang kita suka, kita ingin jadi apa ke depan, apa yang kita benci, dan hal lain yang bisa membuat kita lebih tahu diri sendiri. 

Tentunya setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan. Setelah mulai mengenal diri sendiri nantinya kita akan tahu apa kelebihan dan kekurangan. Terima kekurangan yang ada dan asah kelebihan yang ada. Ada baiknya memang berhenti mewujudkan ekspektasi orang lain terhadap kita. 

2. Its Oke untuk melambat. 

Duck sindrom sangat rentan terjadi kepada mereka yang ambisius. Rasanya jika melambat sebentar saja takut untuk tertinggal dari orang lain. 

Padahal ada baiknya memang sedikit melambat. Terlambat 1 langkah namun, maju 1000 langkah ke depan jauh lebih baik. Its oke untuk melambat sesekali. 

Tidak masalah jika kita ingin liburan dan tidak memikirkan pekerjaan pada waktu tertentu. Memberikan reward kepada diri sendiri jauh lebih beharga daripada terlalu keras terhadap diri sendiri. 

3. Konsultasi dengan psikolog jika diperlukan. 

Terkadang jika memang sudah memasuki tahap yang mengkhawatirkan, datanglah ke psikolog untuk berkonsultasi. Psikolog tentunya sudah ahli dalam membantu pasiennya menghadapi gangguan psikologis. 

Jangan malu atau takut dengan stigma negatif yang sering dilontarkan jika kita ke psikolog. Ingat lebih baik sembuh daripada hidup dalam ekspektasi orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun