Selamat ulang tahun jeng coronaÂ
Semoga tahun depan kau cepat-cepat mati yaÂ
Anna menuliskannya di buku yang biasa ia sebut dengan buku jurnal. Ia terlihat bosan dengan kehidupan seperti ini. Dunia sebelum corona datang jauh lebih menyenangkan. Ia bebas pergi ke rumah nenek kapan pun ia mau. Kini setahun sudah ia mendekam di rumah tak liburan ke mana pun.Â
Ibunya pun terlihat gusar karena corona entah kapan berakhir. Usaha yang dirintis ayah dan ibu mengalami penurunan omset hingga lima puluh persen.Â
"Bagaimana caranya membayar THR bulan depan ya yah?" Ibu terlihat gusar ketika melihat data penjualan bulan ini.Â
"Tidak apa-apa bu, nanti ada jalannya"Â
Anna yang tak sengaja menguping pembicaraan bapak dan ibu semakin membenci jeng corona. Ia yang akan berusia 17 tahun tidak bisa membuat pesta sweet seventeen seperti kakak-kakaknya.
Ia juga tak bisa berkunjung ke rumah nenek yang ada di desa. Hal itu terpaksa dilakukan karena nenek menderita darah tinggi. Ia takut menularkan corona kepada nenek karena berbahaya bagi nenek. Biasanya setiap tahun ia dan teman-temannya ke sana untuk menikmati matahari terbenam.Â
Ayahnya juga tak bisa check up tahunan seperti biasanya. Bagi penduduk yang berada di sebelah barat Indonesia, lebih murah untuk check up kesehatan di negeri seberang. Sayangnya semenjak pandemi pintu keberangkatan luar negeri tertutup. Sedangkan untuk berangkat check up kesehatan ke ibu kota harganya dua kali lipat.Â
Pemerintah mengatakan jika angka penderita corona turun. Akan tetapi bukankah angka 6.000 juga masih tinggi?. Pemerintah mengajak masyarakat untuk jaga jarak. Kenyataannya di lapangan berapa kali pemerintah kedapatan tak jaga jarak?Â