Mohon tunggu...
Irhamna  Mjamil
Irhamna Mjamil Mohon Tunggu... Apoteker - A learner

Pharmacist | Skincare Enthusiast | Writer Saya bisa dihubungi melalui email : irhamnamjamil@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Quarter Life Crisis, Caraku Hadapi Hidup yang Tak Sesuai Realita

12 Januari 2021   09:00 Diperbarui: 12 Januari 2021   09:03 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Disha Sheta via https://www.pexels.com/

  • Aku dan Masa Lalu 

Aku, adalah anak pertama dari ke-empat bersaudara. Sejak kecil aku selalu dimanja dalam hal apapun. Dimanja bukan berarti tidak mandiri. Sebagai anak pertama dan perempuan, aku memiliki sifat manja dan ada kalanya harus mandiri. 

Dalam hal pendidikan, aku selalu juara kelas. Kegagalan adalah hal yang jarang aku alami. Entah gagal ujian atau gagal masuk sekolah favorit. Semuanya berjalan dengan mudah. Di perguruan tinggi pun seperti itu. Mata kuliah yang sulit sekalipun terlewati dengan mudah. Gagal adalah hal yang asing bagiku. 

Tentu ada kegagalan yang lain yang aku alami. Tapi sangat jarang terjadi. Ternyata hidup tanpa kegagalan bukanlah nikmat. Namun, bencana yang tidak disadari banyak orang. 

Pepatah pernah berkata " Comfort Zone Will kill You Slowly" dan itu aku pelajari di umur 24 tahun menuju 25. 

Quarter Life Crisis menurut Wikipedia adalah krisis yang terjadi pada orang-orang berumur antara 20-30 tahun. Krisis ini meliputi rasa khawatir, ragu akan kemampuan diri, serta kebingungan untuk menentukan masa depan. Krisis ini bisa jadi karena hidup yang tak sesuai dengan harapan. 

Setelah kuliah karena kondisi keuangan orang tua membuat aku tak bisa langsung melanjutkan ke jenjang profesi dan terpaksa bekerja terlebih dulu. Sulit sekali menerima nasib namun, hidup adalah penerimaan akan takdirnya yang paling baik diantara rencana kita. 

Melihat teman-teman yang telah berkuliah terlebih dahulu membuat rasa iri dan sedih muncul. Terlebih saat pandemi harus kehilangan pekerjaan. Sudah melamar sana sini namun, belum juga rezeki menghampiri. Lagi-lagi mencoba bersabar akan kehendakNya. Rasa iri muncul lagi saat melihat teman-teman telah selesai kuliah profesi. 

Rasa iri tersebut membuat minder saat berjumpa dengan mereka. Membenci takdir juga pernah karena rasanya hidup terlalu kejam. Menangis di kamar adalah hal yang sering aku lakukan saat itu. Meratapi diri padahal aku memiliki kemampuan di atas mereka namun, takdir tak berpihak.  

Saat awal-awal quarter life crisis aku belum menyadarinya. Aku baru mulai menyadari saat ingin bangkit dan mulai bermimpi lagi. Bukankah semua orang hebat dimulai dari masa lalu yang sulit? Sudah saatnya keluar dari zona nyaman dan membuktikan diri.

Ada beberapa cara yang aku lakukan untuk bangkit dari quarter life crisis, yaitu : 

- Menerima Keadaan

Sesulit apapun, menerima keadaan adalah cara berdamai dengan diri sendiri dan quarter life crisis. Selain itu dengan menerima keadaan kita dapat menyusun kembali mimpi. 

Menerima keadaan mengajarkan bahwa sehebat apapun rencana manusia, selalu lebih hebat rencanaNya. Berkat fase hidup ini, aku belajar untuk berbaik sangka kepadaNya. Selain itu, quarter life crisis mendewasakanku. 

- Dekatkan Diri dengan Tuhan 

Ada rasa tenang saat mulai mendekatkan diri denganNya. Selain itu, percaya atau tidak jalan untuk menggapai mimpi akan lebih dipermudah. Dengan mendekatkan diri dengan Tuhan, kita percaya bahwa sehebat apapun mimpi dan rencana belum tentu baik untuk kehidupan. 

- Delete Sosial Media dan Circle yang Toxic 

Ada kalanya quarter life crisis terjadi karena sibuk scrolling sosial media seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan sebagainya. Delete sosial media tersebut memang sulit dilakukan namun, hasilnya sangat berpengaruh terhadap kesehatan mental.

Puasa sosial media membuat hidupku jadi lebih tenang dan produktif. Selain itu, aku mulai berhenti membandingkan diri dengan teman-teman yang ada di sosial media. Sudah seharusnya kita belajar bahwa semua yang ada di sosial media kebanyakan fana semata. 

Lingkungan yang toksik juga sangat menentukan pikiran negatif dalam diri. Tak apa-apa jika ingin keluar dari lingkungan toksik demi diri sendiri menjadi lebih baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun