Mohon tunggu...
Muhammad Irham Maulana
Muhammad Irham Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup Untuk Menulis dan Menulis untuk Menghidupkan. Mahasiswa

Jangan biarkan kata-kata bersarang di kepala. Biarkan ia menyelinap ke dalam kertas dan berkelana di halamannya.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Memaknai Ucapan Maaf dan Tradisi Saat Lebaran

5 Mei 2022   15:26 Diperbarui: 5 Mei 2022   23:50 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
this photo taken from https://m.tribunnews.com/

Memaknai Ucapan Maaf dan Tradisi Saat Lebaran

Minal aidin wal faizin mohon maaf lahir dan batin bertujuan membersihkan cover eksternal (jasmani) dan internal (rohani) sehingga sikap dan perilaku manusia kembali fitrah sebagaimana mereka saat pertama kali keluar dari rahim ibunya.

Saat ini, Perayaan lebaran mulai memasuki H+4 sejak sholat Idul Fitri pada senin 2 April kemarin genap dilaksanakan. Ramadhan, bulan pelatihan jasmani-rohani manusia dan bulan pelipat pahala kebaikan, kini telah berpamitan. 

Episode berikutnya disusul dengan bulan Syawal, dimana bulan  "kenaikan suhu ini" bertujuan melatih serta meningkatkan pula tensi hubungan sosial kemanusiaan. Kita dapat menyaksikan pemandangan, orang-orang berkunjung dari rumah ke rumah untuk bersilaturahmi dan bermaafan, yang merupakan ciri khas dan tradisi pada Hari kemenangan.

Dalam perayaan lebaran, aksiologi keluputan biasanya dibarengi dengan mengucapkan "minal aidin wal faizin mohon maaf lahir dan batin". Kalimat ini menjadi pelengkap interaksi dan atau komunikasi dalam proses keluputan. Ketika seseorang hendak meminta maaf, mau tidak mau kalimat "sepuro" ini harus disertakan agar ihwal meminta maaf sempurna. 

Pasalnya, permintaan maaf atau keluputan melibatkan dua komponen penting, yakni kemantapan rohani (hati) dan gerakan fisik (ucapan). Dalam pandangan kepercayaan kejawen semisal, hal ini dapat membantu merontokkan dosa dan menghilangkan pertikaian supaya tercipta hubungan harmonis antara si pengucap dengan yang bersangkutan.

Umumnya, cara pengucapan lebaran memiliki banyak variasi. Selain kerap kali menggunakan ucapan maaf seperti keterangan di atas, ada beberapa diantaranya dalam bahasa Jawa. 

Seperti "ngaturaken sedoyo kelepatan kulo nggeh....", yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia "saya mengungkapkan semua kesalahan dan semoga engkau memaafkan". Kalimat ini identik diucapkan oleh kalangan usia muda kepada yang lebih tua. 

"Piro-piro salahku, lakonku, omongku, samean sepuro ya", yang maknanya tidak jauh beda dari di atas, diucapkan oleh kalangan sesama usia tua atau setara. Sementara ucapan "lahir batin ya" dilakukan oleh kalangan seumuran muda-mudi.

Selain aksiologi keluputan dan beberapa variasinya, ada juga berbagai kebiasaan menarik yang dilakukan pada Hari Kemenangan, seperti takbir keliling, sangon pesangon, hingga tradisi kuno among-among yang dilakukan oleh pemerhati kebudayaan. 

Hal ini semata dilakukan untuk menyemarakkan rentetan agenda lebaran. Berdasarkan pengertian dan anggapan bahwa lebaran adalah hari kebahagiaan. Hari Kemenangan adalah untuk membersihkan hati dan jiwa.

Memaafkan kesalahan orang lain, menyudahi permasalahan yang pantang landai, dan mempererat tali persaudaraan tanpa pisah yang digerakkan dengan aksi-aksi kebaikan. Tak heran, banyak sekali orang membuat acara besaran demi memeriahkan momen lebaran.

Pada malam 1 Syawal semisal, kumandang takbiran hampir dilakukan di seluruh masjid atau musala. Bahkan, Tidak sedikit pula yang memodifikasi semarak takbiran dengan obor-obor keliling sambil berjalan atau menggunakan kendaraan. 

Pemandangan kebersamaan seperti ini hanya dapat dilihat satu kali dalam setahun, yakni pada malam menjelang lebaran. Kalau ditelaah secara luas, kegiatan semacam ini memiliki potensi membentuk dimensi kerukunan dan keseragaman karena takbiran atau obor-obor keliling dilatarbelakangi gotong royong dan kebersamaan.

Terbaca dan Teramati secara signifikan, akhir-akhir ini, pertikaian atau permasalahan kerap terjadi di lingkungan keluarga atau tetangga. Tak bisa disalahkan bahwa potret ini menggambarkan karakter yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat.

Tak jarang pula, kita dapat melihat permusuhan antar tetangga karena urusan sepele hingga mengakibatkan tidak tegur sapa. Bahkan dari hal sepele pun kerap menimbulkan kegaduhan hingga membentuk sikap dan perilaku acuh tak acuh, apatis, bahkan tidak peduli sama sekali. Setidaknya dengan aksi takbiran atau semarak obor-obor keliling ini mampu menambah hubungan harmonis dan rasa saling melindungi.  

Membentuk hubungan harmonis dan tentram tentu butuh usaha dan upaya. Hal ini dapat dilancarkan dengan strategi banyak memberi. Bersedekah atau memberi dianggap paling jitu dalam menyelesaikan masalah. Mengapa? Karena basis sifat dan karakter manusia adalah gemar memberi dan berharap diberi. 

Hal ini juga yang melatarbelakangi terminologi sangon-pesangon, di mana memberi uang dan berbagi barang seringkali dilakukan saat lebaran. Dalam pandangan orang-orang Jawa kuno, memberi uang pada sesama dipercaya aji menghilangkan malapetaka. Sedangkan, memberi barang, seperti pakaian baru atau sembako mampu mendatangkan rejeki yang melimpah.

Selain itu, masyarakat desa pelosok yang tulen pada kepercayaan animisme dan dinamisme memiliki tradisi menarik, yang disebut "among-among". Sebuah tradisi dengan menghidangkan makanan dan minuman di teras rumah untuk menyambut kedatangan orang yang telah meninggal. 

Kepercayaan masyarakat kuno, terutama daerah yang tak terjamah milenialisme terkait "orang meninggal" bakal pulang saat Hari Kemenangan adalah suatu upacara yang wajib dilakukan. Adat ini ada di kampung halaman saya. Hal ini dipercaya mampu mengurangi beban "orang yang telah meninggal" di alam sana. 

Berdasarkan keterangan dari Kakek dan Nenek saya, tradisi ini sudah ada dari tahun ke tahun. Dan tujuannya selain menjamu orang yang telah meninggal, juga mengajarkan kepada sesama manusia untuk selalu memuliakan tamu. Artinya, ketika orang bertamu, menghidangkan makanan atau minuman sesedap mungkin dan memberi jamuan sebanyak mungkin adalah suatu keharusan.

Dalam perayaan Hari Kemenangan, sebenarnya ada beberapa potensi yang bisa menjunjung nilai, norma, dan tatanan dalam kehidupan pribadi atau sosial. Potensi ini penting untuk dilakukan, lagi-lagi, tidak hanya pada momen tertentu, melainkan setiap waktu. 

Bayangkan. Betapa indah pemandangan takbiran ini bila diganti dengan giat dan antusias beribadah di masjid atau mushola. Betapa indah pemandangan sangon pesangon bila diganti dengan kepekaan bersedekah dan kesadaran membantu mereka yang membutuhkan. 

Betapa indah tradisi among-among untuk mengajari kita agar memuliakan orang lain dan menghormati perbedaan pandangan. Potensi ini tidak boleh dihilangkan dan harus dilestarikan karena siapa tahu meski terjadi setahun sekali dapat berubah setiap hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun