Mohon tunggu...
Muhammad Irham Maulana
Muhammad Irham Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup Untuk Menulis dan Menulis untuk Menghidupkan. Mahasiswa

Jangan biarkan kata-kata bersarang di kepala. Biarkan ia menyelinap ke dalam kertas dan berkelana di halamannya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Pendidikan di Indonesia Maju Kalau Seperti Ini

29 Agustus 2021   14:25 Diperbarui: 31 Maret 2022   05:40 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

this photo taken from https://visiuniversal.blogspot.com/Pendidikan adalah satu-satunya alat ampuh mendobrak peradaban dunia. Tanpa pendidikan, peran manusia mungkin mirip jahilialism; mengabdi tanpa kritis, mendidik kerana untung, dan mengebiri peluang karena uang. Itu mengapa pendidikan harus diprioritaskan.

            Mengamati kondisi pendidikan di Indonesia saat ini barangkali pembaca sekalian perlu membaca kamus. Sejumlah fakta dan nasib terkait bagaimana sebenarnya pendidikan di Indonesia dapat ditemukan. Beberapa fakta memperlihatkan pendidikan indonesia menuai positif dan negatif, juga nasib yang mungkin jarang terlihat dan terdengar menjadi alasan mengapa penulis ingin memaparkan. Terlepas dari hal itu, Indonesia yang memiliki semboyan "gemah ripah loh jinawi" bermakna tentram, makmur, dan subur tanahnya itu, benarkah telah mensejahterakan pendidikan anak bangsa?

Menjawab pendidikan Indonesia (PI) dapat merubah nasib anak bangsa barangkali pembaca perlu menyimak ulasan-ulasan dari penulis. Menurut buku Gawat Darurat Pendidikan! dari kemendikbud 2014, menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia sebenarnya telah maju pasca kemerdekaan. Hal itu dapat dibuktikan dari perkembangan pemerintah, sumber daya manusia (SDM), dan bertambahnya minat populasi anak bangsa. Meski demikian, dalam buku era pendidikan Anies Baswedan juga memperlihatkan kekelaman pendidikan itu sendiri.

Ada beberapa kekelaman pendidikan di masa Anies Baswedan. Pertama, 70%  sekolah di Indonesia belum memberikan sistem pelayanan secara maksimal pendidikan. Kedua, uji kompetensi untuk mengembangkan profesionalitas dan kreativitas guru dari total jumlah 4.000 sekolah menunjukkan angka 44,5% dari 70% harapan pemerintah. Kemudian, lembaga The Learning Curve-Pearson menyebutkan 10 negara berkinerja terendah yang menempatkan Indonesia berperingkat 40 dengan nilai (-2.11). Kalkulasi itu diperhitungkan dari kualitas dan kuantitas mutu pendidikan, sumber daya manusia (SDM), minat baca, dan kasus kekerasan dalam dunia pendidikan.

Melihat kondisi pendidikan Indonesia era 4.0 yang dipimpin oleh Nadiem Makarim, pencetus "merdeka belajar" juga belum menunjukkan keberhasilan dalam sistem layanan pendidikan. Banyak lembaga formal di antaranya sekolah dan perguruan tinggi yang belum menerapkan sistem pembelajaran milenial, terutama daerah pelosok. Hal itu terjadi karena selama ini pemerintah hanya mengoptimalkan layanan dan fasilitas pendidikan di kota-kota besar, belum menjamah daerah-daerah pelosok.

Pemerintah mungkin perlu mengindikasikan pesan Ki Hajar Dewantara bahwa kualitas pendidikan harus diterapkan sama rata sebagai realisasi dari cita-cita Indonesia untuk mencetak generasi-generasi unggul dan siap saing. Jika konsep "merdeka belajar" belum disiapkan secara matang, lebih baik Mentri Nadiem Makarim mengusung formulasi cakap gerak dan memperhatikan nasib pendidikan di negeri sebrang yang biasanya bersandal dan menyebrang sungai tak berjembatan daripada mengutamakan misi yang belum jelas.

Lalu terkait profesionalisme dan kreativitas dari staf pengajar juga harus dioptimalkan di masa pendidikan yang serba milenial ini. Melihat era Anies Baswedan yang jauh dari harapan, seyogyanya menteri pendidikan, Nadiem Makarim saat ini harus lebih gigih dalam mendesain mutu pendidikan. Pengembangan konsep dan metode memang perlu, tetapi tidak boleh meninggalkan praktik dan follow up dalam pengembangan skill tenaga pengajar, terutama di ranah-ranah yang hampir tidak tersentuh oleh perkembangan IPTEK.

Konsep "merdeka belajar" yang berorientasi pada pendidikan karakter, kreativitas dan inovasi belum menunjukkan peningkatan mutu pendidikan. Etika dan perilaku yang menjadi visi dan misi "merdeka belajar",apalagi di masa pandemi ini, belum/tidak mampu diaplikasikan secara maksimal. Pasalnya, proses pembelajaran secara daring mengakibatkan kurangnya kontrol dan evaluasi tenaga pengajar terhadap peserta didik. Tidak hanya itu, lambatnya pengembangan karakter, kreativitas dan inovasi yang seharusnya dapat ditempa pelajar justru tertunda dengan populasi tenaga pengajar lansia; rata-rata kurang hard skill dan soft skill memicu keterlambatan pengembangan konsep "merdeka belajar".

Suatu negara dikatakan kurang maju tidak hanya dirasionalisasikan pada satu atau dua sektor, misal ekonomi, politik, dan socialism, melainkan juga pendidikan. Pendidikan yang menjadi garis besar selain dalam perkembangan teknologi juga menjembatani sektor-sektor tersebut. kedigdayaan dari sebuah pendidikan tidak bisa lepas dari peranan SDM unggul, kualitas populasi, dan kehidupan sosial. Menurut Nurtanio Agus Purwanto, dosen UNY menyebutkan, bahwa justru negara maju memprioritaskan kualitas daripada kuantitas, termasuk kualitas aspek pendidikan. menurutnya, pendidikan harus diprioritaskan sebagai jembatan untuk membangun kemajuan ekonomi dan kehidupan sosial. Tetapi, fakta tidak memihak pada pendidikan di Indonesia yang lebih manunggalkan kemajuan ekonomi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun