Mohon tunggu...
Muhamad irfaqnurkhadik
Muhamad irfaqnurkhadik Mohon Tunggu... Tentara - Mahasiswa

Mahasiswa tulen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cakupan Ilmu Fiqih

14 Juli 2020   18:53 Diperbarui: 14 Juli 2020   18:56 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Disini fiqih menawarkan sebuah jawaban yang beragam terhadap berbagai fenomena di dalam kehidupan kita baik itu di dalam masyarakat baik itu di dalam peribadatan dan itu maupun di dalam muamalah. Dalam pemaparan kali ini, kita akan membahas pengertian fikih secara definitif dengan harapan bisa memberikan pemahaman kepada kita tentang hakikat fiqih tersebut.
Disini Imam Abu Ishak As-Syirazi juga menerangkan sebagai berikut: Artinya, "Fiqih ialah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat melalui metode ijtihad.
Dari definisi di atasdi jelaskan bahwa kita harus bisa memahami juga bahwa fiqih merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara mengetahuinya adalah dengan proses ijtihad. Pengetahuan-pengetahuan tentang hukum syariat yang untuk mengetahuinya juga tidak perlu dilakukan ijtihad, bukanlah bagian dari fiqih. Untuk mengetahui keharaman zina, kita tinggal langsung merujuk pada Surat Al-Isra ayat 32.
Artinya, "Janganlah kalian dekati zina, karena sesungguhnya zina itu kotor dan seburuk-buruknya jalan." Tanpa perlu proses berpikir panjang, dengan hanya melihat pada ayat di atas, kita bisa pahami bahwa zina itu haram. Demikian juga tentang kewajiban shalat, sesuatu yang bisa kita ketahui dengan langsung merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 43: Artinya, "Dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat, dan shalat (rukuk)-lah bersama orang-orang yang shalat." Pengetahuan-pengetahuan yang sifatnya langsung dipahami dengan hanya melihat teks, dalam agama Islam disebut sebagai syariat yang bukan fiqih. Untuk lebih jelas memahami hal ini, ke depan, Insya Allah akan kita bahas tentang perbedaan antara syariat dan fiqih. Seperti yang kita singgung di atas, fiqih hanya terbatas pada pengetahuan tentang hukum syariat yang memerlukan proses ijtihad untuk mengetahuinya, contoh-contoh penjelasan hal tersebut bisa kita simak bersama pada pemaparan Jalaluddin Al-Mahalli di dalam kitab Syarh Al-Waraqat: Artinya, "(Fiqih) adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syariat yang cara mengetahuinya adalah dengan ijtihad. Salah satunya pengetahuan bahwa niat dalam wudhu adalah wajib, witir (hukumnya) sunah, niat di malam hari merupakan syarat (sah) puasa di bulan Ramadhan, zakat (hukumnya) wajib pada harta anak kecil, tidak wajib (hukumnya) pada perhiasan yang diperbolehkan, dan membunuh dengan benda berat bisa menyebabkan qishas, serta contoh-contoh permasalahan khilaf lainnya," (Lihat Jalaluddin Al-Mahalli, Syarh Al-Waraqat, Surabaya, Al-Hidayah, 1990, halaman 3). contoh-contoh yang dikemukakan oleh Imam Al-Mahalli di atas merupakan contoh-contoh persoalan hukum syariat yang cara mengetahuinya perlu dengan melakukan ijtihad terlebih dahulu. Kita ambil contoh pertama. Niat dalam wudhu hukumnya adalah wajib. Awalnya, muncul di pertanyaaan dari umat tentang status hukum niat dalam berwudhu. Pertanyaan ini kemudian memunculkan inisiatif para mujtahid untuk merumuskan jawaban dari pertanyaan tersebut. Hal pertama yang dilakukan oleh para mujtahid ialah merujuk pada dalil kewajiban wudhu pada Al-Maidah ayat 6: Artinya, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." Dari pembacaan terhadap teks di atas, tidak disinggung tentang perintah niat ketika kita akan melaksanakan wudhu. Hal ini membuat Imam Hanafi sang pendiri madzhab Hanafiyah mengeluarkan fatwa bahwasannya niat dalam wudhu itu tidak wajib. Dan berbeda dengan halnya Imam Syafi'i yang melanjutkan pembacaan terhadap teks lainnya yakni An-Nisa ayat 43: Artinya, "Maka bertayamumlah kalian (dengan) debu yang suci." Ketika membaca ayat ini, Imam Syafi'i mengartikan kata dengan pemaknaan kebahasaan (lughawi), di mana secara kebahasaan kata tersebut bermakna "menyengaja". Artinya, ketika akan melaksanakan shalat, sementara hendak berwudlu tidak ditemukan air, kita diperintahkan untuk "menyengaja" mencari debu suci dalam rangka bertayammum. Dari "menyengaja" ini, bisa kita pahami bahwa dalam tayamum, kita diwajibkan untuk niat. Sementara kita tahu, bahwa tayamum merupakan pengganti niat, maka apabila dalam tayamum (yang hanya pengganti) saja kita wajib niat, maka dalam wudhu pun kita wajib niat juga. Dengan penyusunan argumen semacam ini, maka Imam Syafi'i memfatwakan kewajiban niat di dalam berwudhu. Membaca argumen di atas, Imam Hanafi yang tidak mewajibkan niat didalam wudhu ,membangun argumen baru untuk menolak argumen Imam Syafi'i dengan menyatakan bahwa kata dalam ayat di atas mestinya dimaknai secara istilah sebagai prosesi dengan "bertayamum", tidak lagi dimaknai secara lughawi sehingga Imam Hanafi tetap pada dengan pendiriannya sendiri dan tidak mewajibkan niat didalam wudhu. Penyusunan argumentasi melalui proses ijtihad hingga mengeluarkan jawaban hukum sebuah persoalan, itulah yang dinamakan sebagai fiqih. Dari sini kita semua bisa kita pahami bahwa fiqih bekerja pada persoalan-persoalan yang sifatnya khilafiyah (persoalan yang dalam menjawabnya berpotensi terjadinya perbedaan pendapat). Jadi wajar saja apabila terjadi perbedaan pendapat diantara satu madzhab dengan madzhab lainnya, dan itu juga bukanlah masalah. Rasulullah SAW menganggap masing-masing pendapat tersebut sebagai benar adanya. Inilah yang disebut bahwa perbedaan adalah rahmat. Sebaliknya, sikap terlalu fanatis terhadap madzhab fiqih tertentu merupakan sebuah kesia-siaan saja. Wallahu a'lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun