Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa yang Dilakukan Pedagang Kantin Saat Pandemi?

21 April 2021   16:24 Diperbarui: 21 April 2021   16:34 3110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kantin sekolah (sumber :radarsurabaya.jawapos.com)

Sudah satu tahun lebih pandemi berlangsung. Semua sektor terkena dampaknya. Disektor pendidikan, anak-anak sekolah dari SD sampai Perguruan Tinggi masih melakukan kegiatan belajar mengajar dengan metode daring. Metode daring banyak dikeluhkan para pelajar dan orang tua pelajar. Masalahnya, aktiftas belajar mengajar ini cukup melelahkan dan memiliki kendala pada daya gadget dan kekuatan sinyal. Tak jarang pelajar dan pengajar pun sering dirugikan atas hal tersebut.

Membicarakan masalah pendidikan saat pandemi ini cukup kompleks. Kegiatan belajar mengajar yang seharusnya bisa memberikan kesan dan kenangan para pelajar pupus sudah dimakan pandemi. Banyak kisah-kisah yang dapat diukir pelajar mulai dari melatih akademik dengan rajin ke perpus sampai menjalani kisah-kasih di kantin dengan dia. Tapi, bagaimana dengan para pedagang kantin, ya saat pandemi seperti ini ?

Dalam dunia pendidikan, jajanan kantin berperan penting terhadap peristiwa belajar di Sekolah. Saat pandemi seperti ini, sekolah ditutup tidak ada lagi pelajar yang bolos sekolah, atau saat masuk pertama kali langsung menuju ke kantin. Kantin sekolah merupakan tempat bersejarah yang penuh peristiwa aneh di dalamnya. Ada yang pernah menyaksikan teman berkelahi di kantin, berpacaran, belajar sampai mengutang kepada sang ibu kantin. Beruntunglah kita yang pernah sekolah yang pedagang kantinnya bisa diutangin. Karena tanpa mereka perut lapar tidak bisa fokus belajar dan bisa merusak nilai.

Ibuku adalah seorang pedagang kantin di SMP Negeri. Pada hari-hari sebelum pandemi, ibu selalu pulang membawa sisa dagangan yang hanya tinggal sedikit. Keuntungannya pun lumayan, bisa membayar uang sekolah aku dan adikku serta membeli kebutuhan ekonomi lainnya. Ketika dihadapkan pada situasi saat ini. Semuanya berubah drastis, tidak ada proses membuat barang dagangan dan tidak ada pemasukan tapi pengeluaran tetap ada. Kebutuhan ekonomi harus tetap dibeli supaya tidak menggangu kelangsungan hidup.

Dengan mengandalkan tabungan yang ada dan sisa penghasilan serta gaji dari Ayah. Kebutuhan kami sekeluarga masih bisa terpenuhi sampai saat ini. Tapi bagaimana dengan mereka yang hanya mengandalkan pemasukan dari hasil berjualan di Kantin Sekolah. Kondisi ini sangat memperihatinkan.

Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, jumlah sekolah di Banten berjumlah 7.253 sekolah pada tahun 2020. Bayangkan dalam satu sekolah terdapat 10 pedagang kantin. Jika dikalkulasikan data sekolah dikali jumlah pedagang kantin. Jumlahnya puluhan ribu. Sebagai bayangan, Jumlah sekolah di Provinsi  Banten, berjumlah 7.253 x 10 sama dengan 72.530 orang. Artinya sebanyak lebih dari lima puluh ribu orang kehilangan penghasilan selama satu tahun. Belum ditambah Provinsi lainnya. Indonesia memiliki 34 provinsi, 50.000 x 34 adalah 1.700.000 orang kehilangan penghasilan saat pandemi.

Kondisi diatas adalah bayangan, perlu dilakukan penelitian yang emprik untuk membuktikan kebenerannya. Tapi sebagai bayangan kondisi pedagang kantin saat ini dapat menjadi perhatian kepada pemerintah untuk segera membuat kebijakan perihal pendidikan. Bukan hanya sektor pelajar dan pengajar, tapi ada pedagang kantin yang turut merasakan dampaknya.

Setiap sekolah memiliki data berapa jumlah pedagang kantin di setiap sekolahnya. Pemerintah pusat dapat meminta data tersebut secara pasti kepada dinas terkait untuk menjadi basis data dalam memecahkan masalah ini.

Pernyataan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, yang membolehkan sekolah tatap muka bisa dilakukan masih terhambat oleh pemerintah daerah yang tidak ada problem solving dari masalah ini. Kemudian ada sedikit harapan kepada para pedang kantin terkait kegiatan belajar tatap muka bisa dilangsungkan mulai Juli 2021. Tetapi masih menjadi ke khawatiran mereka, karena belum jelas mekanismenya.

Untuk itu, marilah kita semua kembali melihat segala aspek secara terperinci. Pedagang kantin membutuhkan arah kebijakan yang jelas begitu pun pelajar. Semua hal yang dilakukan untuk mencari alternatif pemasukan tidak sebanding dengan penghasilan selama berdagang di kantin. Hal ini menyebabkan pergeseran tingkat kemiskinan, dari strukural menjadi kemiskinan relatif.

Kemiskinan relatif adalah kondisi miskin karena pengaruh sektor kebijakan pembangunan dalam hal ini tidak dapat menjangkau sebagai masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan antara pendapatan. Konteks kemiskinan relatif disini adanya masyarakat yang tidak terjamah secara kebijakan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun