Mohon tunggu...
Irfan Suparman
Irfan Suparman Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate of International Law

Seorang lulusan Hukum yang hobi membaca dan menulis. Topik yang biasa ditulis biasanya tentang Hukum, Politik, Ekonomi, Sains, Filsafat, Seni dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Saat Kecantikan Dieksploitasi, Padahal Semua Berhak Cantik

16 Maret 2020   14:51 Diperbarui: 17 Maret 2020   18:07 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi tampil cantik. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Saya memakai objek dari postingan Instagram @Gucci yang di-unggah pada tanggal 9 Mei 2019. Mereka menampilkan perempuan yang bertubuh gemuk dan bertubuh pendek dan mengenakan busana dari katalog mereka. 

Perusahaan fesyen asal Italia ini nampak ingin membentuk asumsi masyarakat melalui media sosial bahwa kecantikan itu bisa dari mana saja asal ia bisa membentuk diri yag menarik. 

Model nampak bahagia dengan raut wajah senang dan tampak seperti berpose. Kecantikan dalam sudut pandang cara berpenampilan adalah tidak mengubah cara berpikir materialis. Tetap saja perempuan terus digiring sudut pandangnya agar selalu berpandangan materialis.

Kapitalisme berkembang pesat dan berada dipuncaknya. Kecantikan terus dieksploitasi sampai pada titik cantik itu habis. Dengan segala strategi pemasaran perempuan terus selalu digiring opininya supaya tunduk pada nilai-nilai tinggi dari estetika. Pandangan mereka terhadap perempuan tak lebih dari keindahan dan kemanfaatan. 

Sasaran mereka adalah laki-laki mata keranjang yang tidak kuat memandang keindahan. Kalau dianalogikan mereka adalah seni modern yang sangat patuh terhadap estetika sedangkan pemikiran sudah sampai pada pemhaman estitaka telah mati dan kita harus mencari kematian estetika dengan menggantinya sebagai makna dengan ilmu-ilmu hermeneutika. 

Jadi seharusnya kecantikan itu didekonstruksi menjadi sesuai dengan prinsip-prinsip kesetaraan. Wujud dari emansipasi tidak mentok pada sektor keprofesian melainkan juga pada sektor kecantikan yaitu nilai subjektif. 

Hematnya adalah siapa saja boleh menjadi cantik tanpa harus mengubah dirinya menjadi orang lain. Siapa saja berhak indah tanpa harus jadi yang indah. Yang indah adalah yang ditampilkan oleh iklan-iklan di televisi, internet maupun media sosial.

Di Indonesia yang mayoritas Islam mungkin sangat menentang eksploitasi kecantikan tapi kita tidak bisa berpaling dari budaya patriarki dari kalangan umat Islam. 

Meski semangat emansipasi tumbuh dari bibit-bibit muslim libertarian namun kita tidak bisa melawan apa yang kebnyakan orang yakini sebagai kebenaran dan sengsaranya kita berada di keluarga, lingkungan, daerah dan negara yang meyakini kebenaran itu.

Pada akhirnya saya harus menyimpulkan bahwa ekspoitasi kecantikan ini akan terus ada dan berbagai cara hadir dalam sudut pandang posmodern. Suatu saat nanti kecantikan akan usai pada masyarakat yang meyakini bahwa seluruh manusia berhak cantik baik laki-laki ataupun perempuan. Ya, itulah paham dari gerakan Feminisme. 

Perempuan sudah lama sakit hati oleh kitab Hammurabi, perempuan jangan dibuat lebih sakit dengan mengatasnamakan pahala agar perempuan mau di poligami. Kecantikan tidak akan selamanya dimiliki perempuan kulit putih. Ingat semua berhak cantik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun