Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Budaya Berburu Pemain dari Klub Degradasi di Eropa

12 Juli 2020   07:39 Diperbarui: 12 Juli 2020   18:27 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memang sudah guratan takdir-Nya, bahwa klub yang terdegradasi dari kasta pertama harus siap-siap ditinggal pemain andalannya. Di liga-liga top eropa, fenomena ini bukan sekadar latah demi mendapat pemain bagus dengan harga murah, namun sudah menjadi budaya.

Ada berbagai alasan yang mendasari terciptanya budaya ini. Bukan hanya klub rival yang ingin dapat pemain bagus dengan harga miring, namun juga klub itu sendiri yang butuh uang. Sebuah klub pasti akan merugi akibat terdegradasi dari kompetisi kasta tertinggi.

Utamanya, klub yang terdegradasi merugi akibat sponsor yang menarik diri. Jika tidak "pergi", biasanya sponsor akan mengurangi nominal modal ke klub. Selain itu, klub yang terdegradasi harus siap-siap mengalami penurunan pemasukan akibat uang hak siar yang menurun seiring hanya akan berkompetisi di kasta kedua.   

Itu dari pihak klub, sementara para pemain juga punya alasan untuk memutuskan pergi dari klubnya yang terdegradasi. Alasan mayoritasnya adalah demi menyelamatkan karier. Untuk pemain muda potensial/wonderkid, klub bakal sulit mencegah mereka pergi.

Walau butuh amunisi terbaik agar bisa kembali promosi, klub tentu tak ingin kehilangan kesempatan untuk menjual pemainnya ketika memiliki harga jual tinggi. Sudah bukan rahasia lagi jika klub yang terdegradasi itu lagi BU, alias butuh uang. Dan pemain yang punya peminat di pasar bursa transfer bakal ditawarkan oleh agennya ke klub-klub peminat tersebut.

Berbagai alasan dari berbagai sudut pandang itulah yang membuat berburu pemain dari klub degradasi menjadi sebuah budaya, terutama di sepak bola eropa. Namun, terkadang ada sebuah anomali dari fenomena ini, yaitu beberapa pemain bintang yang menyatakan sumpah setia untuk membantu klubnya kembali promosi.

Bertahan untuk menjadi seorang legenda, atau pergi demi karier yang lebih menjanjikan?
Di Serie A Italia pernah terjadi fenomena anomali ini. Ketika Juventus dihukum atas skandal calciopoli, deretan pemain bintangnya memutuskan pergi seiring Juventus yang turun kasta. Namun, Del Piero, Nedved, Trezeguet, dan Buffon memutuskan tetap tinggal menemani "Si Nyonya Tua" hingga promosi kembali ke Serie A.

Kisah lebih romantis pernah ditorehkan oleh seorang kapten tim legendaris di Italia. Ketika Parma dinyatakan bangkrut pada 2015, kapten mereka kala itu, Alessandro Lucarelli jadi satu-satunya pemain yang menemani Parma memulai kompetisi dari kasta terbawah, Serie D hingga promosi kembali ke Serie A 3 musim berikutnya.

Akhirnya, kita sekarang mengenal Del Piero, Nedved, Trezeguet, Buffon, dan Lucarelli sebagai seorang legenda. Nama mereka juga terpatri di Hall of Fame masing-masing klub. Mereka adalah contoh pemain yang menjadi seorang legenda di klubnya dan menjadi seorang yang sangat dicintai fansnya.

Tapi ingat, mereka adalah anomali dari gelombang eksodus pemain bintang yang memilih hengkang dari klub yang terdegradasi. Memang kenyataannya, para pemain yang masih punya perjalanan karier panjang lebih memilih pindah klub. Mereka yang diminati klub besar atau klub impiannya juga pasti sulit untuk menolak tawaran klub tersebut.

Maka, hengkang demi menyelamatkan karier lebih banyak dipilih para pemain sepak bola di eropa karena dinilai lebih menjanjikan dan lebih "aman". Contohnya adalah pemain yang berlabel timnas, tentu mereka akan lebih memilih klub yang berkompetisi di kasta pertama demi tempat di timnas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun