Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dampak Buruk Tabunya Pendidikan Seks di Rumah

28 Februari 2020   19:45 Diperbarui: 28 Februari 2020   19:51 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh: infosurabaya.id

Lebih baik anak tahu dari orang tua daripada orang lain.

Di Indonesia kita tercinta ini saya rasa pendidikan seks sangat kurang diajarkan. Dalam kurikulum pendidikan formal juga tak ada bab khusus untuk membahas soal pendidikan seks ini. Lantas apa penyebab kurangnya literasi soal pendidikan seks di Indonesia?

Seperti yang kita rasakan saat ini, seks di Indonesia selalu dianggap hal yang tabu. Membicarakannya bersama di tempat umum adalah suatu hal yang sulit dan tidak sopan. Mungkin itu juga yang membuat kurikulum kita tak ada pendidikan seksnya. Anak-anak selalu dianggap belum cukup umur untuk membicarakan soal seks.  

Namun jika kita runut awal permasalahannya adalah dimulai dari keluarga. Ya, tak lain dan tak bukan adalah peran keluarga yang sangat besar dalam pendidikan seks. Keluarga di sini memegang peranan penting dalam pembentukan persepsi soal seks.

Di keluarga Indonesia membicarakan seks adalah hal yang tabu dan hal itu ditanamkan sejak dini kepada seorang anak. Ketika si anak merasa penasaran terhadap hal-hal yang menjurus soal seks anak selalu dilarang untuk membicarakannya. "Sssttt" Begitulah jawaban orang tua juga yang enggan menjawab pertanyaan atau membuka diskusi soal seks dengan menyuruh si anak tutup mulut saja.

Mungkin kasus itu tidak berlaku universal di seluruh keluarga Indonesia. Bisa jadi masih banyak keluarga yang terbuka soal pendidikan seks tapi nyatanya seks adalah hal yang dianggap tabu, pendidikan seks tak diajarkan, sehingga bisa dikatakan bahwa lebih banyak keluarga di Indonesia yang masih tertutup soal pendidikan seks.

Moral dan sopan santun sering dijadikan benteng untuk anak paham soal seks. Di sisi lain agama juga dijadikan tameng yang sama untuk menjustifikasi seks sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan sekaligus dipelajari. Padahal seks sendiri adalah kebutuhan normal dari setiap manusia, justru aneh kalau seseorang tak butuh seks.

Eh, tetapi seks yang saya bicarakan tak melulu soal berhubungan intim antara pria dan wanita yang telah menikah, namun ini juga menyangkut semua orang dengan segala usia. Nyatanya sejak kecil manusia sudah membutuhkan pendidikan seks terutama dari keluarganya sendiri dan orang tua adalah tokoh utamanya. Contoh kecilnya adalah bagaimana menjaga kebersihan kelamin selepas buang air kecil atau buang air besar.

Okelah saya yakin semua anak juga diajarkan hal itu. Tapi beranjak menuju dewasa seorang anak akan melewati masa pubertas. Nah disinilah biasanya permasalahan seks muncul pada diri seorang anak, yaitu rasa penasaran. Maka ketika berada di masa ini dampak buruk dari seks yang tabu dan tak adanya pendidikan seks di sekolah formal akan besar dirasakan.

Salah pergaulan dan terjebak dalam seks bebas adalah hal yang sangat ditakutkan oleh setiap orang tua. Namun ketika anak tak dibekali pendidikan agama, moral, sopan santun, dan pendidikan seks sejak dini maka kenakalan akan semakin mudah timbul. Rasa penasaran soal seks misalnya, di waktu kecil ia tak dapat jawaban atas rasa penasarannya dari orang tuanya. Lalu apa yang bisa terjadi? Si anak akan mencari jawabannya keluar. Bisa melalui pergaulannya bisa juga melalui internet.

Nah, apa dampak buruk ketika rasa penasaran anak dibiarkan tumbuh tanpa pengawasan semacam itu? Begini saja, apakah bisa kita menjamin pergaulan remaja di Indonesia aman-aman saja? Saya rasa banyak orang tua yang kawatir kan. Belum lagi pergaulan anak di media sosial yang semakin berkembangnya teknologi semakin sulit untuk memantaunya. Yang paling ditakutkan si anak malah akan belajar seks dari internet dimana banyak memuat konten pornografi yang tidak lulus sensor.

Inilah dampak buruknya. Seorang anak yang sedang mencari jadi dirinya dilepas tanpa pengawasan dari orang tuanya. Ingat seks itu tak melulu soal hubungan badan tapi juga kesehatan alat reproduksi dan bagaimana menjaganya. Jika kita kaitkan dengan agama, moral, dan sopan santun tentu ada rantai penghubungnya. Agama mengajarakan kita kebaikan dengan selalu menjaga tingkah laku dan tunduk kepadaNya. Moral menuntut kita bagaimana menjadi manusia berakhlak. Sopan santun membuat manusia paham akan batasan tata krama bertingkah laku.

Jika semuanya disatukan dan dijadikan landasan dalam pendidikan seks yang baik tentu akan menghasilkan generasi yang baik pula, jauh dari pergaulan seks bebas yang ditakutkan itu.

Permasalahan seks sejatinya bukanlah hal tabu, toh ia selalu melekat pada diri manusia, yang menjadikannya tabu dan hal buruk adalah manusia itu sendiri. Maka dari itu penting bagi kita untuk paham akan masalah pendidikan seks ini.

Seperti pernyataan di awal, lebih baik anak tahu langsung dari orang tuanya sendiri daripada orang lain. Dengan begitu akan tercipta hubungan yang baik pula dan keluarga menjadi terjaga. Dengan adanya pendidikan seks sejak dini orang tua juga bisa mengawasi tumbuh kembang anak dengan baik sehingga ketika ada gelagat menyimpang bisa dicegah sedini mungkin.

Itulah saya rasa mengapa pendidikan seks ini adalah kewajiban orang tua yang harus diajarkan kepada anaknya secara bertahap di rumah. Mulai dari si anak masih kecil hingga masa pubertas dan dewasa orang tua bisa mendampingi pendidikan seks kepada anak hingga ia paham dan siap mandiri. Intinya satu, orang tua harus paham dulu sebelum si anak punya pemahaman yang salah soal seks. Ketika ia sudah punya bekal bagus di rumah, akan belajar dari manapun ia sudah punya pegangan kuat untuk membedakan yang baik dan buruk. Sekian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun