Mohon tunggu...
Irfan Fandi
Irfan Fandi Mohon Tunggu... Buruh - Menulis dan Membaca adalah suatu aksi yang bisa membuat kita terlihat beda dari orang yang disekitar kita

Email : irvandi00@gmail.com || Suka Baca dan Nonton Film || Pekanbaru, Riau ||

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

9 Pelaku Obstraction of Justice telah Mendapatkan Sanksi, Apakah Adil?

17 September 2022   12:00 Diperbarui: 17 September 2022   12:06 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyampaikan nama-nama Polisi yang terlibat di dalam obstruction of justice (sumber foto : Kompas)

Pelanggaran kode etik yang melibatkan banyak anggota Polisi terhadap kasus pembunuhan Brigadir Joshua. Sebagian dari mereka telah mendapatkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam Polri. Namun apakah itu semua sudah pantas mereka dapatkan ?

Ya, pertanyaan itu sangat disayangkan untuk sebagian sanksi yang diberikan kepada mereka yang telah bersama-sama melakukan tindakan Obstraction of Justice. Atas Komando dari Irjen Ferdy Sambo yang memiliki sebuah kekuasaan, mereka takut untuk menolak melakukan sebuah perintah yang salah.

Dalam persidangan kode etik yang telah dilaksanakan oleh Polri beberapa pekan lalu. Sudah ada 9 orang yang terbukti telah melakukan Obstruction of Justice. Dari Polisi yang memiliki jabatan tinggi hingga kasta terendah pun juga ikut serta dalam memuluskan rencana kasus pembunuhan Brigadir Joshua dengan menghilangkan beberapa barang bukti.

Hal ini merupakan sebuah pelanggaran yang tidak boleh ditolerir dan harus mendapatkan sanksi yang sama yaitu pemecatan dengan tidak hormat untuk semua yang terlibat. Tapi ada sebagian yang mendapatkan sanksi hanya dengan demosi namun yang bersangkutan adalah pangkat terendah dan ini menjadi sebuah klise yang perlu dipertanyakan.

Apa itu Obstruction of Justice?

Sebelum membahas para pelaku obstrustion of justice atas kasus pembunuhan Brigadir Joshua, tahukan kalian apa itu obstruction of justice atau penghalangan proses hukum? Kalimat ini mencuat dan sering kali didengungkan pada kasus pembunuhan Brigadir Joshua.


Mengutip dari jurnal Pembangunan Hukum Indonesia yang diterbitkan Program Megister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, obstruction of justice merupakan perbuatan yang tergolong tindak pidana karena menghalangi atau merintangi proses hukum dalam perkara.

Selain itu penjelasan tentang obstruction of justice juga dipaparkan oleh Cornell Law School dengan merincikan obstruction of justice sebagai tindakan yang mengancam melalui surat, kuasa, atau komunikasi sambil mempengaruhi, menghalangi. Segala upaya untuk mempengaruhi, menghalangi proses hukum administrasi.

Dalam undang-undang juga memiliki pasal yang membahas tentang obstruction of justice  yang termuat dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan hukuman minimal 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit 150 juta dan paling banyak 600 juta.

Kesembilan orang yang telah ditetapkan bersalah dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua terbukti telah melakukan obstruction of justice. Tapi hukuman yang diberikan belum sesuai dengan apa yang seharusnya, karena jika hukum tidak bisa ditegakkan maka tidak menutup kemungkinan hal ini akan terjadi lagi dan terus berulang sampai kapan pun.

9 Pelaku Obstruction of Justice yang telah ditetapkan Polisi

Dalam hasil wawancara Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan :

"Soal obstruction of justice memang dia mengakui telah menyusun cerita untuk membuat TKP (tempat kejadian perkara) sedemikian rupa, termasuk perusakan TKP." Katanya , Jum'at, 12 Agustus 2022

Dari keterangan ini Polri menelusuri pasti banyak yang terlibat didalamnya, tidak akan mungkin seorang Ferdy Sambo bisa melakukan hal tersebut dengan kedua tangannya sendiri. Pasti ada orang-orang yang ikut serta dan membantu rencananya untuk dapat memanipulasi apa yang telah terjadi.

Dengan menggunakan hak kuasa jabatan sebagai Jendral Bintang Dua di Polri, membuat ia jumawa dan berlaku seenaknya untuk melakukan tindakan obstruction of justice. Tim khusus akhirnya berhasil melakukan pemeriksaan terhadap 83 personel dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua. Dari jumlah itu, 35 orang saat ini dilakukan penempatan khusus.

Dalam sidang kode etik pekan lalu sudah ada 9 nama Polisi yang telah mendapatkan hukuman atas pelanggaran yang dilakukan. Para pelaku obstruction of justice ini terdiri dari pangkat Jendral, Komisaris Polis (Kompol), Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol), Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), Ajun Komisaris Polisi (AKP), Brigadir Polisi (Brigpol) dan Bhayangkara Dua (Bharada).

Lima pelaku obstruction of justice mendapatkan sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat diberikan kepada Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo, Kombes Agung Nurpatria dan AKBP Jerry Raymono Siagian. Dimana mereka melakukan pelanggaran merusak barang bukti CCTV di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo. Sedangkan Irjen Ferdy Sambo merupakan dalang utama dalam merencanakan obstruction of justice juga mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat.

Selain itu AKBP Pujiyarto terbukti melakukan pelanggaran tidak professional dalam menindaklanjuti laporan Polisi soal kasus pembunuhan Brigadir Joshua, ia mendapatkan sanksi penempatan khusus 28 hari dan permintaan maaf. AKP Dyah Candrawati juga terbukti melakukan pelanggaran kode etik yang berhubungan dengan tidak professional dalam mengelola senjata api dinas, ia mendapatkan sanksi Demosi satu tahun dan melakukan permintaan maaf.

Brigadir Frillyan Fitri Rosad yang merupakan mantan BA Biro Provos Divpropam Polri yang telah melakukan pelanggaran kode etik profesi, sehingga ia mendapatkan sanksi  demosi selama dua tahun dan melakukan permintaan maaf. Terkahir Bharada Sadam yang merupakan sopir Ferdy Sambo yang telah melakukan pelanggaran mengintimidasi dua jurnalis saat meliput Kasus Sambo, dan ia mendapatkan sanksi demoosi satu tahun dan melakukan permintaan maaf.

Melihat daftar nama-nama orang-orang yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua, sungguh memprihatinkan oleh semua pihak. Polisi yang aturannya sebagai pengayom dan penegak keadilan untuk membantu terbongkarnya sebuah kasus malah bekerjasama dalam menutup-nutupi kejadian untuk melindungi pelaku.

Hal ini merupakan sebuah pelanggaran yang berat dalam memanfaatkan sebuah kekuasaan untuk mengintimidasi kalangan tertentu. Saya yakin orang ini juga terpaksa melakukannya karena perintah dari Ferdy Sambo yang merupakan seorang atasan dari mereka, tapi logika dan hati nurani mereka juga tertutup karena sebuah ingin melindungi seorang pelaku kejahatan.

Pembenahan serius untuk Instansi Polri dan mengungkap kasus pembunuhan Brigadir Joshua

Rasa kepercayan yang dimiliki masyarakat sejak mencuatnya kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang terlihat janggal. Polisi menjadi sorotan utama dan mendapatkan serangan serta tekanan dari public untuk menuntaskan kasus ini dengan terbuka dan transparan.

Hal ini berkaitan dengan pelanggaran seroang Jendral yang memiliki pangkat bintang dua menyalahgunakan kekuasaan untuk melakukan sbeuah tindakan pidana. Kejadian ini pun turut dibantu oleh rekan-rekan sesama Polisi yang membuat kasus ini menjadi prioritas dan perhatian semua orang.

Tuntutan sebuah keadilan harus ditegakkan di negeri ini tanapa harus memandang sebuah pangkat atau jabatan dari kekuasaan. Negeri ini terlalu banyak kasus yang melanggar Hak Asasi Manusia, sejak tragedi KM 50 yang menewaskan 6 orang laskar FPI yang tidak tahu kejelasannya hingga tokoh aktivis yang ikut serta.

Kali ini masyarakat tidak mau dibodoh-bodohi oleh rekayasa yang sudah terlanjur dipublikasikan oleh tersangka untuk membalikkan fakta. Kasus ini mencuat dari sebuah awal kebohongan, wajar jika masyarakat sulit untuk menerima penjelasan dari keterangan Polisi dan instansi terkait dalam menangani kasus ini dengan terbuka.

Hingga saat ini motif dan tujuan dari pembunuhan berencana ini belum terkuak misterinya seperti apa. Hukuman yang diberikan Polri terhadap pelaku obstruction of justice terlalu ringan untuk sebagian, mengapa tidak pukul rata saja untuk memberhentikan seluruhnya dengan tidak hormat agar mereka mendapatkan pelajaran dari perbuatannya.

Selain sanksi itu juga memberikan efek jera kepada orang yang masih berada di dalam Polri untuk bekerja dengan hati nurani dan sesuai dengan kode etik yang ada. Saya sendiri menyangsikan slogan yang diungkapkan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jendral Listyo Sigit Prabowo, Korp Bhayangkara merilis slogan "Presisi" yang merupakan singkatan dari Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi serta berkeadilan.

Semoga kasus ini dapat terbuka dengan jelas dan menempatkan kesadaran untuk menegakkan keadilan di negeri ini. Sudah terlalu banyak tindakan kecurangan yang terjadi dan tidak dilakukan dengan seadil-adilnya. Mari kita terus kawal kasus pembunuhan Brigadir Joshua untuk satu tujuan yaitu keadilan di negeri ini harus ditegakkan tanpa memandang kekuasaan dan jabatan.

Salam Inspirasi dan masih percaya ada orang yang memiliki hati nurani, Irfan Fandi

17 September 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun