Mohon tunggu...
Irfan Efendi
Irfan Efendi Mohon Tunggu... Mahasiswa

Nama : IRFAN EFENDI TTL: Buluh Rampai, 14 Oktober 2003 Alamat : Buluh Rampai, Seberida, Indragiri Hulu, Riau Hobi : olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pola Persebaran dan Pengaruh Aktivitas Ekonomi Kelapa Sawit Terhadap Perubahan Tata Guna Lahan di Kabupaten Indragiri Hulu

16 April 2025   21:28 Diperbarui: 16 April 2025   21:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kabupaten Indragiri Hulu di Provinsi Riau merupakan salah satu sentra produksi kelapa sawit utama di Sumatera, dengan luas areal perkebunan mencapai 118.969 hektar pada tahun 2019. Aktivitas ekonomi berbasis kelapa sawit telah membentuk pola persebaran yang cukup khas dan terkonsentrasi di 14 kecamatan, di mana Kecamatan Rengat Barat menonjol sebagai penghasil produksi terbesar meskipun hanya menempati urutan ke-10 dalam hal luas lahan. Fenomena ini menunjukkan adanya efisiensi pengelolaan teknologi budidaya yang relatif lebih baik di wilayah tersebut dibandingkan kecamatan lainnya.

            Pola persebaran erkebunan kelapa sawit di Indragiri Hulu menunjukkan dominasi perkebunan swasta seluas 55.252 hektar, diikuti oleh perkebunan rakyat sebesar 56.886 hektar, dan perkebunan negara seluas 6.832 hektar. Penyebarannya cenderung tidak merata dan terfokus di beberapa kecamatan seperti Pasir Penyu dan Peranap yang menjadi pusat aktivitas utama. Konsentrasi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sejarah pengembangan lahan, dukungan infrastruktur transportasi, dan kebijakan pemerintah dalam pemberian izin usaha perkebunan.

            Kelapa sawit memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian lokal melalui efek berganda (multiplier effect) yang cukup signifikan. Setiap peningkatan satu ton produksi kelapa sawit dapat memicu kenaikan sebesar 1,129 ton terhadap produksi komoditas non-basis lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sawit bukan hanya komoditas ekspor, tetapi juga menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi daerah secara menyeluruh. Namun, di balik kontribusi tersebut, terdapat dinamika kompleks yang perlu dicermati, khususnya dalam konteks perubahan tata guna lahan dan dampak lingkungan.

            Selama periode 1990--2018, tercatat terjadi alih fungsi sekitar 1,19 juta hektar hutan menjadi perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau. Dampaknya mencakup hilangnya 238,37 juta ton karbon serta peningkatan suhu permukaan sebesar 3--4C. Kondisi ini tidak hanya memperburuk krisis iklim, tetapi juga mempengaruhi ekosistem lokal dan ketahanan lingkungan jangka panjang. Ketergantungan berlebihan pada kelapa sawit juga dikaitkan dengan kerawanan pangan di empat kabupaten, termasuk Indragiri Hulu, akibat minimnya diversifikasi komoditas pertanian yang dibudidayakan masyarakat.

            Tantangan dalam pengelolaan lahan sawit semakin kompleks. Meskipun pertumbuhan produksi rata-rata mencapai 4,61% per tahun (2013--2018), perluasan lahan sawit sebesar 11,39% per tahun justru berdampak negatif terhadap produktivitas. Hal ini disebabkan oleh praktik budidaya yang tidak optimal dan struktur produksi yang tidak efisien. Analisis Shift Share bahkan menunjukkan penurunan produksi sebesar 31.527 ton, yang sebagian besar disebabkan oleh faktor proportional shift (-73,1%), mengindikasikan adanya ketidakefisienan struktural dalam sektor ini.

            Dinamika ini mencerminkan adanya tarik-menarik antara kepentingan ekonomi jangka pendek dan keberlanjutan ekologis jangka panjang. Oleh karena itu, perlu pendekatan terintegrasi dalam pengelolaan ruang dan pembangunan wilayah. Beberapa implikasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan antara lain:

  • Regulasi ketat terkait konversi lahan hutan untuk menghindari deforestasi lebih lanjut;
  • Peningkatan teknologi budidaya sawit berbasis intensifikasi agar produktivitas naik tanpa perluasan lahan;
  • Diversifikasi ekonomi lokal berbasis agroindustri agar masyarakat tidak hanya bergantung pada kelapa sawit;
  • Pemantauan dampak lingkungan berbasis data spasial guna mendukung perencanaan yang lebih presisi dan berbasis bukti.

            Dengan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut, Indragiri Hulu memiliki potensi besar untuk terus berkembang sebagai pusat ekonomi berbasis pertanian dan perkebunan yang berkelanjutan, asalkan dikelola dengan bijak dan terintegrasi antara sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun