Mohon tunggu...
Irfandy Dharmawan
Irfandy Dharmawan Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Mengarungi Samudra Hukum, berlabuh di Dermaga Filsafat, dan Berlayar di Lautan Politik. Seorang Sarjana Hukum yang sedang menambahkan cerita di Perpustakaannya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kuliah Bukan Keharusan: Mengapa Pekerjaan di Indonesia Mengharuskan Gelar?

19 Mei 2024   12:56 Diperbarui: 20 Mei 2024   14:58 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Masyarakat Sedang Mencari Kerja (Foto: KOMPAS/Kominfotik Jakarta Utara )

Pernyataan kontroversial dari Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Srie Tjahjandarie, yang menyatakan bahwa kuliah tidak wajib, telah menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat. Pada Rabu, 15 Mei 2024, Prof. Tjitjik menjelaskan bahwa pendidikan tinggi bersifat tersier dan bukan termasuk dalam program wajib belajar. Menurutnya, tidak semua lulusan SMA atau SMK harus melanjutkan ke perguruan tinggi, karena pendidikan tinggi adalah pilihan untuk mereka yang ingin mengembangkan diri lebih lanjut.

Realitas dunia kerja di Indonesia memperlihatkan kontradiksi yang signifikan. Banyak perusahaan menetapkan gelar sarjana sebagai prasyarat minimum dalam berbagai lowongan pekerjaan. Bahkan, lulusan sarjana pun seringkali masih menghadapi tantangan besar dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka. Situasi ini menimbulkan dilema bagi para lulusan SMA atau SMK yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Jika lulusan sarjana saja masih banyak yang menganggur, bagaimana nasib mereka yang hanya memiliki ijazah SMA atau SMK?

Dengan memahami dinamika ini, penting untuk mengevaluasi kembali kebijakan dan pernyataan Kemendikbudristek dalam konteks realitas pasar kerja. Meskipun kuliah tidak wajib, kebutuhan akan gelar sarjana dalam dunia kerja tidak dapat diabaikan.

Realitas Pendidikan dan Pasar Kerja di Indonesia

 Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2023 mencapai 5,45%. Dari jumlah tersebut, lulusan pendidikan tinggi menyumbang angka pengangguran yang signifikan, dengan lulusan sarjana dan diploma masing-masing mencapai 9,36% dan 8,52% dari total pengangguran. Tingginya angka pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi ini menunjukkan bahwa meskipun memiliki gelar sarjana, masih banyak yang kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.


Di Indonesia, banyak perusahaan menetapkan gelar sarjana sebagai syarat minimum dalam berbagai lowongan pekerjaan. Menurut laporan dari JobStreet, sekitar 70% dari lowongan pekerjaan di situs tersebut pada tahun 2023 mengharuskan pelamar memiliki gelar sarjana. Hal ini mencerminkan kebutuhan pasar kerja yang lebih menyukai kandidat dengan pendidikan tinggi, meskipun tidak selalu berkorelasi dengan keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja. Globalisasi juga memainkan peran penting dalam menetapkan standar pendidikan di Indonesia. Dalam era global, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan tidak hanya terjadi di tingkat nasional tetapi juga internasional. Banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia menetapkan standar yang tinggi untuk karyawan mereka, termasuk persyaratan gelar sarjana atau lebih tinggi. Selain itu, dengan meningkatnya akses terhadap informasi dan teknologi, masyarakat semakin menyadari pentingnya pendidikan tinggi untuk meningkatkan daya saing mereka di pasar kerja global.

Implikasi ekonomi dari tingginya tingkat pengangguran di kalangan lulusan sarjana sangat besar. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, pengangguran di kalangan lulusan perguruan tinggi dapat mengakibatkan kerugian ekonomi nasional hingga miliaran rupiah setiap tahunnya. Selain itu, dari perspektif sosial, pengangguran di kalangan lulusan sarjana dapat menimbulkan frustrasi dan ketidakpuasan yang berdampak pada stabilitas sosial. Dengan latar belakang ini, pernyataan dari Kemendikbudristek yang menyatakan bahwa kuliah tidak wajib perlu ditinjau kembali dalam konteks realitas pasar kerja dan kebutuhan akan pendidikan tinggi di Indonesia. Menyadari pentingnya gelar sarjana untuk memasuki dunia kerja, ada kebutuhan mendesak untuk kebijakan yang lebih mendukung pendidikan tinggi agar relevan dengan kebutuhan pasar kerja

Dampak Pernyataan

Pernyataan dari Prof. Tjitjik Srie Tjahjandarie bahwa pendidikan tinggi tidak wajib, namun bersifat pilihan, memiliki dampak yang cukup signifikan bagi persepsi masyarakat terhadap pentingnya pendidikan tinggi. Pernyataan ini dapat menyebabkan kebingungan di kalangan calon mahasiswa dan orang tua mereka. Sebagian mungkin akan mempertimbangkan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena dianggap tidak wajib. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, mengingat gelar sarjana masih menjadi salah satu syarat penting dalam dunia kerja.

Lebih lanjut, pernyataan tersebut juga berpotensi mempengaruhi jumlah pendaftar ke perguruan tinggi. Jika masyarakat mulai berpikir bahwa kuliah tidak begitu penting, angka partisipasi dalam pendidikan tinggi bisa menurun. Penurunan jumlah mahasiswa baru ini tentu saja akan berpengaruh pada pendapatan perguruan tinggi, terutama yang bergantung pada uang kuliah tunggal (UKT) sebagai salah satu sumber pendanaan utama. Selain itu, berkurangnya jumlah lulusan perguruan tinggi juga dapat berdampak pada kemampuan Indonesia untuk bersaing di pasar global, dimana tenaga kerja berkualifikasi tinggi sangat dibutuhkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun