Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Penghuni Kamar 420

21 April 2018   21:56 Diperbarui: 10 Februari 2019   18:34 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Kamar 420? Apakah itu sebuah kamar hotel? Bukan! Sebenarnya kamar 420 adalah sebuah kamar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Mungkin karena hari ini hari Kartini, jadi saya teringat pada teman-teman sekamar di kamar 420 yang tegar berjuang melawan penyakit masing-masing.

Bagaimana kisah saya bisa menghuni kamar 420? Begini kisahnya...

Hari itu tanggal 3 April 2018. Ketika saya dan suami sedang sarapan, saya menerima pesan melalui WhatsApp dari RSCM. Isinya meminta kami datang untuk mengambil Surat Perintah Rawat (SPR).

Saya dijadwal untuk operasi pada hari berikutnya yaitu hari Rabu, tanggal 4 April 2018. Setelah SPR di tangan saya harus menghadap Case Manager yang berada di lantai 3 RSCM.

Di sana saya diberitahu, bila setuju, saya akan dirawat di kelas 3 karena kelas 1 penuh. Ya... apa boleh buat, saya harus setuju karena DR Ponco Birowo Sp.U sudah memberi jadwal. Tidak setuju berarti tunda jadwal. Akankah nanti saya mendapat kamar kelas 1? Belum tentu juga.

Maka dengan perasaan was-was saya setuju ditempatkan di kamar kelas 3. Saya sangat stress membayangkan kamar yang bakal saya tempati.

Ketika lapor tiba kepada Pak Satpam Gedung A RSCM, saya ditanya kamar berapa yang saya tuju? Saya tidak tahu! Ketika Pak Satpam menunjukkan nomor kamar yang tertera pada surat yang saya pegang, saya tidak bisa membacanya, malah tidak melihat apa-apa yang tertulis. Oh ternyata kamar saya nomor 420.

Perawat mengantar saya ke kamar rawat 420. Saat itu barulah saya merasa lega karena disambut dengan gembira oleh penghuni kamar yang sudah lebih dahulu masuk.

Saya dipersilahkan menempati bed 420 C. Rupanya ada 6 bed di sini. Suasana nyaman dengan AC yang memadai. Berangsur cairlah perasaan saya. Rasa dongkol itu sudah hilang.

Malam pertama di 420, saya ditemani putra saya. Malam itu ketika kamar sudah mulai sunyi, walau masih ada bisik-bisik diantara para pasien dan penunggunya, masuk serombongan dokter "menginterogasi" salah seorang pasien. Putra saya tiba-tiba ngorok lumayan keras sampai penunggu tetangga sebelah berkata, "Kok bisa tiba-tiba ngorok?"

Ketika para dokter itu meninggalkan ruangan, suara ngorok pun berhenti. Ibu tetangga berkata lagi, "Om tadi pura pura tidur ya?!" Kami pun semua tertawa.

Begitulah malam pertama berlalu.

Oh iya, saya lupa, sebelumnya ada sedikit insiden kecil, karena salah satu penghuni kamar adalah adik kecil yang pasti menangis memilukan bila didatangi perawat, apalagi bila yang datang dokter. Belum disentuhpun, ia sudah memelas, "Sakit dokter..."

Walaupun terkesan cengeng karena sering nangis, sebenarnya mungkin dia memang trauma sakit. Rupanya dia korban tabrak lari dua bulan lalu di Lampung. Baru tanggal 1 April dia dirujuk dan masuk RSCM. Ia belum dioperasi karena harus transfusi darah untuk meningkatkan Hb yang rendah.

Hari ke-dua, saya dioperasi. Sambil tiduran saya menyimak semua obrolan di antara sesama penghuni 420.

Hari ke-tiga, kami sudah sangat akrab, padahal kami berasal dari berbagai daerah dan latar belakang. Tetangga sebelah saya sedang menunggu jadwal operasi tumor.

Tetangga depan juga pasien hidronefrosis seperti saya. Sudah setahun hidup dengan kantong nefrosnya. Setiap tiga bulan selang nefros harus diganti dan itu dilakukan di kamar operasi. Dari dialah saya belajar cara menyiasati kantong nefros yang harus saya bawa kemana-mana.

Seorang pasien, yang baru masuk setelah saya, juga akan menjalani pemasangan kantong nefros. Jadi total kami bertiga, walau dengan alasan yang berbeda beda.

Ada satu tetangga lagi, dialah yang pertama menyambut kedatangan saya. Dia sangat kocak dan sangat bersahabat dengan siapa saja. Sayang jadwal operasinya belum turun-turun. Semoga dia bisa segera ditangani.

Saya tidak menyesal dirawat di kamar 420. Suasana di kamar ini belum pernah saya temui di rumah sakit mana pun. Suasananya ceria dan penuh semangat. Jangan mengira penyakit kami enteng ya. Malah, ada yang menyandang penyakit lebih dari satu. Kami semua adalah pasien bedah.

Tidak ada muka murung, semua tetap gembira. Ini luar biasa! Pokoknya penghuni kamar 420 sangat unik.

Seandainya semua penghuni kamar rawat di rumah sakit seperti penghuni kamar 420, maka sebagian kesembuhan pasti sudah di tangan. Percayalah!

Satu yang membuat saya dan keluarga terharu dan tidak akan saya lupakan ketika Ibu Nur, yang pertama menyambut saya datang, menolak segera turun ke radiologi untuk foto thorax karena menunggu saya. Dia mau melepas saya pulang karena malam itu tanggal 7 April 2018, saya check out dari kamar 420.

Tuhan sembuhkanlah sahabat-sahabatku para Kartini ini yang sedang berjuang dengan gagah berani tanpa mengeluh untuk meraih kesembuhan.


Selamat Hari Kartini 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun