BAB : ( 1 )
Setelah Pariwangsa dan  Nurman pulang ketumahnya masing-masing keadaannya lengang kembali, tetapi kehidupan benda-benda alam disekitar Gubug Sawah itu  hidup bereaksi dengan sifatnya masing-masing.Â
Angin berhembus pelahan menerpa kerindangannya daun-daun pepohonan yang tumbuh di kiri kanan pinggiran sungai mengakibatkan cabang dan ranting melambai menyambut lewatnya sang bayu berlalu, berpindah dari  tempat dingin ke daerah yang lebih hangat. Air sungai mengalir menuju muaranya di penghujung daratan pantai lautan samudra nan luas, untuk kembali ke asalnya.
Kira-kira 25 km dari muara sungai tersebut di lalui sebuah jembatan, yang menurut penduduk sekitarnya tempat itu angker  dengan kepercayaanya mereka, karena berada di penghujung hutan lindung bekas sebuah Kerajaan (prasejarah).Â
Hari masih akan menjelang pagi, jalan raya antar kota masih sepi, dari sebelah barat jembatan yang jalanannya agak menurun tajam, sebuah speda motor meluncur dengan kecepatan sedang, penunggangnya seorang anak muda yang akan bepergian jauh dengan menggendong ransel di punggungnya.
Setelah jembatan itu terlewati stang stir motor tersebut agak oleng kemudian ia memeriksa ban roda depan dan ternyata kempes, lalu dituntunnya untuk mencari bengkel / tambal ban.
Kira-kira perjalanan 200 m, menemukan warung kopi disebelah kanan jalan dan setelah menyebrang langsung memasuki halamannya.
+ Bu, kopinya satu ( pesannya sambil menduduki bangku dengan kelelahannya).
Tidak lama kemudian suami  yang punya warung keluar dari ruangan dalam, langsung duduk di sebelah- nya  dan mereka berdua saling berkenalan (yang punya warung ; Abdulah dan tamunya ;Paiman)
- Darimana mau ke mana, seperti akan bepergian jauh ? (tanya Abdulah).
+ Ceritanya panjang, kami berasal dari daerah pantai dan tujuannya tidak tahu harus kemana. Tetapi maksudnya untuk mencari ayah dan saudara kembarku.Â
- Sebentar (sela Abdulah) . . .