Mohon tunggu...
Irawan Abae
Irawan Abae Mohon Tunggu... Founder Wadah Ekonomi media riset dan kajian ekonomi

kita hanya butuh beberapa kata untuk menyusunnya menjadi kalimat, dengan segenap tinta untuk menyusunnya menjadi sebuah cerita pendek. hanya butuh kata-kata untuk menjelaskan pada semesta bahwa kita butuh pena untuk mengungkapkan rasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dinamika Ekonomi Maluku Utara dan Paradoks Ekonomi

26 April 2025   21:31 Diperbarui: 26 April 2025   21:31 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tulisan, sumber: Irawan Abae

"Dalam derasnya arus investasi dan eksploitasi sumber daya, Maluku Utara berdiri di persimpangan antara kemakmuran dan ketimpangan sebuah paradoks ekonomi yang mencerminkan dilema klasik, apakah pembangunan sejati diukur dari angka-angka pertumbuhan, atau dari seberapa meratanya kesejahteraan yang dirasakan?"

Provinsi Maluku Utara mencatat pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, menjadi salah satu provinsi dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia, didorong oleh sektor pertambangan dan industri pengolahan nikel. Pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi mencapai 22,94% (yoy), jauh di atas rata-rata nasional sebesar 5,03%. Namun, di tengah capaian ini, terdapat paradoks ekonomi, tingginya pertumbuhan tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merata. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) masih di bawah rata-rata nasional, kemiskinan dan stunting tetap tinggi, serta ketergantungan fiskal pada transfer pusat menunjukkan rendahnya kemandirian ekonomi daerah. Laporan ini bertujuan menganalisis dinamika ekonomi Maluku Utara, mengidentifikasi paradoks ekonomi, dan memberikan rekomendasi kebijakan

Maluku Utara memiliki dinamika ekonomi yang unik karena posisi geografisnya sebagai wilayah kepulauan, kekayaan sumber daya alam, dan tantangan pembangunan yang kompleks. Provinsi ini dikenal sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, dengan sektor pertambangan menjadi tulang punggung perekonomian. Selain itu, sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata juga memiliki potensi besar. Namun, di balik potensi tersebut, Maluku Utara menghadapi paradoks ekonomi

Struktur Ekonomi dan Kontribusi Sektor
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Utara, struktur ekonomi provinsi ini didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian, terutama nikel, yang menyumbang porsi signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Pada periode 2020-2024, sektor pertambangan, khususnya di Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, menjadi motor penggerak ekonomi dengan komoditas primer seperti nikel dan emas. Selain itu, sektor pertanian, khususnya perkebunan kelapa, pala, dan cengkeh, juga memainkan peran penting, dengan lebih dari separuh penduduk menggantungkan hidup pada sektor pertanian dan perikanan.

sektor-sektor lain seperti industri pengolahan masih memiliki kontribusi yang relatif kecil dan fluktuatif. Sektor jasa, termasuk perdagangan, hotel, dan restoran, menunjukkan pertumbuhan yang signifikan seiring dengan meningkatnya aktivitas pemerintahan pasca pemekaran wilayah. Meski demikian, ketergantungan pada sektor ekstraktif menimbulkan kerentanan terhadap fluktuasi harga komoditas global.

Maluku Utara memiliki potensi ekonomi yang beragam
*Sumber Daya Alam
Cadangan nikel yang besar, hasil laut yang melimpah, dan komoditas perkebunan seperti kelapa, pala, dan cengkeh.
*Pariwisata
Keindahan alam, seperti pantai dan pulau-pulau kecil, serta warisan budaya lokal, menawarkan peluang untuk pengembangan pariwisata berbasis budaya dan ekowisata
*Lokasi Strategis
Posisi geografis Maluku Utara di jalur perdagangan dan pelayaran antarprovinsi memberikan keunggulan kompetitif.
tantangan yang dihadapi juga signifikan:
*Keterbatasan Infrastruktur
Kondisi geografis kepulauan menyulitkan akses transportasi, listrik, dan internet, yang menghambat konektivitas dengan pasar yang lebih luas.
*Ketergantungan pada Pusat
Pembiayaan pembangunan sebagian besar bergantung pada transfer dari pemerintah pusat dan provinsi, yang membatasi otonomi ekonomi lokal.
*Minimnya Diversifikasi Ekonomi
Ketergantungan pada sektor pertambangan membuat ekonomi rentan terhadap guncangan eksternal, seperti penurunan harga nikel atau krisis energi global.
*Kemiskinan dan Ketimpangan
Meskipun kaya sumber daya, tingkat kemiskinan di Maluku Utara masih tinggi, dengan banyak masyarakat yang kekurangan gizi dan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Paradoks Ekonomi Maluku Utara
Paradoks ekonomi Maluku Utara terletak pada kontradiksi antara potensi sumber daya alam yang melimpah dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah. Fenomena ini dapat dianalisis melalui beberapa perspektif:

1.Paradoks Dutch Disease
Ketergantungan pada sektor pertambangan, khususnya nikel, mencerminkan gejala Dutch Disease, di mana sektor ekstraktif yang berkembang pesat menyebabkan apresiasi nilai tukar riil dan melemahkan sektor lain seperti pertanian dan industri pengolahan. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor industri pengolahan yang tetap kecil meskipun PDRB tumbuh. Selain itu, keuntungan dari nikel sering kali tidak terdistribusi secara merata, dengan sebagian besar manfaat dinikmati oleh perusahaan asing atau elite lokal, sementara masyarakat lokal tetap miskin.

2.Ketimpangan Ekonomi dan Sosial
Ketimpangan ekonomi di Maluku Utara diperburuk oleh struktur oligarki ekonomi dan politik, di mana kekayaan dan kekuasaan terkonsentrasi di tangan kelompok kecil. Hal ini menyebabkan korupsi, pengambilan keputusan yang tidak efisien, dan marginalisasi masyarakat lokal. Misalnya, meskipun Maluku Utara menghasilkan nikel dalam jumlah besar, banyak warga masih menghadapi masalah gizi buruk, yang menunjukkan kegagalan dalam redistribusi kekayaan.

3.Krisis Energi dan Ketergantungan Eksternal
Paradoks lain terlihat dari krisis energi global yang justru meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Indonesia, termasuk dari Maluku Utara, sebagai produsen komoditas migas dan batubara. Namun, keuntungan ini tidak sepenuhnya diterjemahkan ke dalam pembangunan lokal karena ketergantungan pada pasokan bahan bakar dan kebutuhan pokok dari daerah lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun