Mohon tunggu...
iqtaroba
iqtaroba Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mari Mengenal Wara'

24 Maret 2019   14:58 Diperbarui: 24 Maret 2019   15:05 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.hasmi.org/wp-content/uploads/2014/03/Dakwah-Tonggak-Peradaban-Islam.jpg

Sobat kompasiana yang kami hormati, Islam sangat banyak kata kunci, yang hanya khusus ditujukan kepada Islam, semua kata kunci dalam Islam saling berkait satu dengan yang lain, seperti iman, taqwa, ihsan, sabar, tawakal, qona'ah dan banyak juga yang lainnya. Salah satu diantaranya ada juga kata kunci wara'. Apa itu wara'.

Alkisah Khalifah Umar bin Khatab, pada masa kepemimpinannya sedang berada di kantornya, tempat melayani rakyatnya.. Kemudian datanglah seorang tamu, sahabat karibnya di malam hari. Kebiasaan dulu, yang memang belum ada listrik, dan mbah Thomas Alva Edision belum lahir. Akhirnya sebagai alternatifnya memakai lampu minyak.

Khalifah Umar ini sangat hati-hati sekali dalam menggunakan dan memanfaatkan harta negara. Tamunya tadi ditanya. "Apakah kedatanganmu ini karena urusan pribadi dengan saya ataukah karena ada kaitannya dengan urusan umat?" kata khalifah. "Jika karena keperluan pribadi. Maka akan aku matikan lampu ini, karena minyaknya adalah menggunakan uang negara".

Begitu tegas, tanpa ba bi bu, begitu kuat karakternya. Karakter dan nilai-nilainya didasarkan kepada Al Qur'an, tidak pada nilai humanisme. Jika sekarang kita tahu ada orang yang mengatakan demikian kepada teman karibnya seperti itu, maka akan dicap tidak sopan dan tidak beretika. Tapi itulah kenyataannya, kesopanan dan etika tidak didasarkan kepada adat istiadat setempat. Tapi memang berdasarkan syariah. Jika urf (adat) itu tidak sesuai dengan syariat, maka tidak akan diikuti. 

Dari cerita di atas kita mengetahui, bahwa Khalifah umar bin khotob sangat takut dan khawatir menggunakan uang negara untuk keperluan pribadinya yang tidak ada kaitannya dengan masalah umat. Sekarang rasanya, kita tidak akan pernah menemui, atau mungkin sedikit, yang mampu berbuat demikian.

Kita seakan terbiasa dan merasa tidak berdosa dan memantaskan diri untuk menggunakan fasilitas kantor atau negara untuk kepentingan pribadi. Anggapan bahwa seakan-akan pantas, menggunakan, misalkan apalah artinya sebuah tinta, kertas, atau fasilitas kantor lainnya, padahal itu adalah untuk kepentingan pribadi, tidak ada kaitannya dengan keperluan kantor atau negara.

Ada juga kisah dari Imam Hanafi, salah satu ulama' ahli fiqih, yang terkenal hujjahnya dan sikap wara'nya. Suatu hari pada masa Abu Hanifah ada seseorang yang kehilangan kambing, sejak saat itu abu hanifah tidak berani makan daging kambing, karena khawatir nanti yang ia makan, adalah salah satu kambing orang yang hilang.

Kemudian Imam Abu Hanifah menanyakan kepada orang-orang berapa rata-rata umur kambing, mereka menjawab sekitar 7 tahun. Setelah tujuh tahun Abu Hanifah baru mau makan daging kambing. Subhanallah. Bagaimana bisa doanya ditolak oleh Allah, padahal mereka begitu dekat dengannya. Islamnya sudah dalam tingkatan ihsan. Selalu merasa diawasi oleh Allah. 

Ada pelajaran yang bisa kita, ambil, para umat terdahulu, ulama'-ulama salaf, dan para sahabat, tabi'in berlomba-lomba untuk meninggalkan yang haram bahkan subhat. Memastikan dengan yakin bahwa apa yang masuk di dalam perutnya jelas kehalalannya. Sedangkan kita?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun