Mohon tunggu...
iqbalpamungkas
iqbalpamungkas Mohon Tunggu... Alumni Antropologi Sosial, Universitas Hasanuddin. Kini sedang sibuk sebagai pekerja lepas, nyambi menjadi penulis dan pegiat di beberapa komunitas.

Suka memecahkan teka-teki kehidupan via menulis dan membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mempertanyakan Arti Masjid: Sebatas Tempat Peribadatan Umat Muslim?

23 Maret 2025   22:42 Diperbarui: 24 Maret 2025   15:23 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Penulis. 

 Bulan Ramadhan selalu spesial dan dinanti-nantikan seluruh umat muslim di dunia, terlebih untuk kedua ponakan saya, berumur tiga dengan lima tahun, yang kali ini sama-sama baru menjalankan debutnya menunaikan salat taraweh di Masjid. Mereka tampak antusias saat diajak ke masjid.  Seketika masjid menjelma menjadi tempat yang nyaman dan menyenangkan. Sembari menunggu salat taraweh, mereka bergojek satu sama lain, sesekali goleran memainkan ponsel sambil cekikikan.

Di tengah asiknya bermain, datang seorang Ibu lanjut usia menghampiri lalu memperingati mereka untuk segera berhenti bermain. Ia mengatakan bahwa masjid seharusnya diperuntukkan semata-mata untuk ibadah dan perbuatan dua anak kecil tersebut mengganggu fokusnya yang sedang mendengarkan ceramah.

Lebih jauh, melalui orang tua mereka, ia menyarankan untuk sebaiknya membawa anak-anaknya pulang ke rumah apabila ingin puas bermain. Dengan perasaan yang tidak enak hati, akhirnya orang tuanya pun mengiyakan dan memboyong anak-anak malang tersebut pulang sebelum menjalankan ibadah taraweh perdananya.  

Beberapa hari berselang, menguak perbincangan hangat di kalangan warga X tentang substansi ceramah Anies Bawedan di Masjid Kampus (Maskam) Universitas Gajah Mada. Ini bermula ketika Raja Juli Antoni, Menteri Kehutanan RI, menyebut Anies memanfaatkan masjid sebagai tempat menyampaikan sindir politik, alih-alih tempat ibadah bagi umat muslim. Cuitan tersebut seketika viral di jagat maya dan sontak menjadi bulan-bulanan netizen. 

Sebagian besar netizen geleng geleng kepala karena menganggap Raja Juli telah salah kaprah memandang arti masjid. Terlebih komentar tersebut dilayangkan oleh sekaliber pejabat negara, yang seharusnya lebih banyak membahas hal-hal substantif dibanding persoalan remeh temeh begini.

Anggapan seperti seorang Ibu lanjut usia dan Raja Juli yang bilang masjid dibangun hanya sebatas tujuan spritual ini sudah sejak lama saya dapati, yang mungkin pembaca sendiri pernah alami juga. Rupa-rupanya asumsi ini jika ditelisik sedikit ada benarnya dan tidak mengada-ada. Sebab, apabila kita berangkat secara bahasa (etimologi), asal kata masjid sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu "sajada-yasjudu-sujudan", yang berarti bersujud atau menundukkan sampai ke tanah.

Pemahaman ini sesuai apabila diselaraskan pada sebuah hadist, misalnya yang diriwayatkan oleh Tirmiwzi dari Abi Sa'id Al-Khuduri bahwa "setiap potongan tanah itu adalah masjid." Dalam hadist lain dikuatkan, Nabi Rasulullah SAW bersabda "telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) seluruh bumi sebagai tempat salat (masjid) dan sarana penyucian diri." (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdullah). Dilihat dari paparan itu, maka jelas masjid dapat dikatakan sebagai tempat yang didirikan untuk bersujud (beribadah) kepada Allah swt.

Namun yang terpenting tempat didirikannya terbebas dari berbagai jenis najis, seperti yang dikatakan Rasulullah SAW bahwa "sesungguhnya masjid-masjid ini tidak dibenarkan untuk sedikitpun dari air kencing dan kotoran lainnya. Masjid ini hanyalah untuk zikir kepada Allah, salat, dan membaca Al-Qur'an." (HR. Imam Muslim; 1163 dan 687). Dalam konteks ini, anggapan tentang masjid adalah tempat peribadatan bukanlah sebuah kekeliruan. Klaim Ibu dan Raja Juli pun bisa dipahami.

Lantas klaim akan fungsi paten sebuah masjid tersebut dapat serta merta kita terima begitu saja? Menurut saya anggapan ini sebaiknya mulai kita buang jauh-jauh sedari sekarang, sebab seyogianya masjid pada zaman Rasulullah SAW adalah pusat peradaban umat islam, alih-alih bermakna sempit sebagai tempat ibadah mahdah kaum muslimin. Sejarah peradaban islam mencatat bahwa bangunan masjid tidak hanya menjalankan fungsi keagamaan saja, tetapi menyangkut seluruh aktivitas keumatan---sentra sosial, politik, administrasi, dan budaya.

Diceritakan ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah, Rasulullah membangun masjid Nabawi untuk menjalin solidaritas antara kaum Muhajirin dan Anshor. Rasulullah sendiri memanfaatkan masjid sebagai ruang dalam menyampaikan khutbah, memberikan pengarahan, dan pendidikan untuk menjawab berbagai permasalahan kehidupan masyarakat kala itu. Para sahabat akan duduk membentuk lingkaran yang mengelilingi Rasulullah, kemudian mendengar penjelasan dari segala macam pertanyaan dan perkara yang diadukan (Halaqah). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun