Mohon tunggu...
M. Iqbal Fardian
M. Iqbal Fardian Mohon Tunggu... Ilmuwan - Life Time Learner

Penulis adalah seorang pendidik di sebuah sekolah swasta kecil di Glenmore, Banyuwangi. Seorang pembelajar yang tak pernah selesai untuk terus belajar. Saat ini penulis sedang menempuh Pendidikan di Program S3 Ilmu Ekonomi Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gelar Penguasa Tradisional (Raja) di Nusantara

7 Januari 2019   13:52 Diperbarui: 6 Juli 2021   16:25 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja dan penguasa Tradisional Jawa | pinterest.com/hanicalista

Sejak wilayah nusantara ini dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha, sistem kekuasaan lokal wilayah-wilayah yang ada di nusantara terbagi-bagi menjadi wilayah-wilayah Kerajaan-kerajaan. 

Semasa Hindu Budha banyak wilayah yang memakai system ketatanegaraan yang dipengaruhi budaya Hindu-Budha yang berasal dari India. Ketika Islam masuk ke Indonesia dan raja-raja yang semula beragama Hindu mulai memeluk agama Islam maka system ketatanegaraanya juga dipengaruhi agama Islam sebagai Agama yang dipeluk Raja yang sedang berkuasa.

Penyebutan Gelar Raja sebagi penguasa tertinggi dalam sebuah kerajaan juga memiliki keunikan tersendiri. Terdapat banyak gelar raja yang memiliki gaya sendiri sendiri di masing-masing kerajaan. Selain gelar Raja terdapat beberapa gelar lain yang merujuk kepada kekuasan tertinggi dalam sebuah wilayah.  

Beberapa penguasa Islam di Indonesia juga masih menggunakan gelar Raja seperti kerajaan-kerajaan pra Islam. Menurut Sartono Kartodirjo menyebutkan yang dimaksud raja adalah seorang yang menyatukan pelaksanaan kekuasaan tertinggi dan berbagai lambang yang bersifat magis dan mistis.

Baca juga : Allah Raja yang Berkuasa di Dunia dan Akhirat, Saya dan Anda Presiden Rakyat Hanyalah Makhluk Ciptaan-Nya

Kerajaan Mataram juga memiliki gelar yang berbeda-beda untuk menyebut Rajanya. Raja pertama Mataran Sutawijaya lebih menyukai menggunakan gelar Panembahan, hal ini dilakukan untuk menghormati Raja Pajang Sultan Hadiwijaya karena Mataram sebelum menjadi Negara yang berdaulat merupakan pedukuhan dibawah Kesultanan Pajang. 

Sementara itu  kerajaan pecahan Mataram yaitu Kasunanan Surakarta menggunakan gelar Sunan ( susuhunan ) sedangkan  untuk  Kasultanan Yogyakarta menggunakan gelar Sultan.

Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X | futureconomy.org
Raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X | futureconomy.org
Dalam Hikayat Raja- raja Pasai menyebutkan bahwa raja yang pertama sekaligus pendiri kerajaan Samudera Pasai adalah Malik As Shaleh yang menggunakan gelar Sultan. Sebelum masuk Islam Sultan Malik As Shaleh memiliki nama Merah Selu.

Baca juga :Raja dan Tipuan Cinta Sang Ratu

Di Sulawesi sebutan raja dapat diketahui dari beberapa kitab tradisional yang memuat silsilah  Raja-raja Wajo, Gowa, Soppeng, Bone, Luwu, Sidenreng, Moserempulu, Sanggala.   

Kerajaan Gowa menggunakan gelar  Sombaya ( Yang di Sembah ), sebutannya Sombayari Gowa.  Kerajaan Luwu menyebut rajanya dengan gelar Payunge atau mapayunge ( yang berpayung atau dipayungi) sebutannya  Payunge ri Luwu ( Yang berpayung di Luwu ).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun