Mohon tunggu...
Iqbal Arubi
Iqbal Arubi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Calon kontributor catatan penghuni surga | Pena Arubi | http://iqbalarubi.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tea Last Order

16 Desember 2014   18:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:12 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku duduk bersama keheningan, ketika bayangan senja mulai merayapi tembok biru disampingku. Sesekali ia mencoba bergema, menggemakan suara-suara bisu, berbisik malu-malu.

Kubuka lembaran menu, mengaduk-aduk teh hangat yang serasa manis tanpa gula. Membayangkan wajahmu melayang-layang diatasnya.

"Bintang, malam ini ada sesuatu yang ingin kakak sampaikan. Kita ketemu di tempat biasa. Salam, Ardi Andromeda"


Bunyi pesan singkat yang kau tuliskan, seperti biasa di catatan maya milikmu. Namun semenjak namaku muncul di sana, setiap tulisanmu tidak pernah bisa jadi biasa.

Aku tersenyum membayangkan perjumpaan kita, setelah sekian lamanya. Menerka-nerka dengan sejuta pembenaran, berusaha mengungkap misteri rasa diantara kita.

Andai layar ini bisa berubah warna, pasti ia sudah menjelma selembar sutra bermotif bunga-bunga.

"Kakak, malam ini jadi tidak? Kan kakak sudah janji.."

Sudah 3 jam berlalu, teh manis beraroma bunga ini perlahan mulai terasa pahit, sepahit kenyataan bahwa orang yang kunanti tak juga datang.

Kuamati muka-muka yang penuh dusta diruangan ini, semua nampak acuh dengan pertanyaan itu. Aku sadar, hanya ada satu yang jujur, muka bulat jam yang menggantung di dinding itu. Jam yang tiap hentakan detiknya kian terasa menyiksa. Seperti hatiku yang digantung olehmu, di dinding perbatasan antara takdir dan harapanku.

"Kakak, kamu dimana??"

Aku terus saja bertanya, tanpa jeda. Sebab jeda adalah kata yang tak kau suka. Kau bilang jeda itu tak pernah ada, ia hanyalah langkah semu yang tercipta sebelum ada langkah baru. Bagimu jeda bukan berarti berhenti, ia hanyalah kesenyapan yang berarti untuk langkah selanjutnya.

"Kakaaaak, kamu dima...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun