Mohon tunggu...
Iqbal Alghifari
Iqbal Alghifari Mohon Tunggu... -

adalah seorang lelaki yang cinta Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mental Inlander

11 Mei 2012   09:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:26 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hampir dalam setiap pertemuan atau rapat yang pernah saya hadiri, semuanya  mempunyai persamaan: bangku depan pasti kosong! Uniknya hal itu hanya terjadi di Indonesia, terutama yang ada di JAWA. Padahal tak ada salahnya duduk di depan, hanya orang-orang yang tak terlalu “penting” saja yang selalu duduk di belakang. Hal ini sangat tidak bermanfaat dan menyedihkan, apalagi bagi yang mempunyai acara. Betapa rikuh,dalam bahasa jawa, untuk mengingatkan.

Padahal kebudayaan duduk di belakang adalah warisan dari penjajah Belanda. Dahulu waktu Indonesia masih dalam penjajahan Belanda, penduduk asli Indonesia digolongkan dalam kelompok ke-3 , golongan dengan kasta paling rendah. Dalam setiap pertemuan, jamuan, rapat atau apapun yang mengundang massa, ada aturan tidak tertulis bahwaInlander harus duduk di belakang, karena dianggap tidak mempunyai kepentingan, orang tak penting, tapi dibahasakan dengan tipuan. Parahnya orang Indonesia, yang saat itu tertipu, enak-enak saja duduk dibelakang, dibodohi orang belanda! Parahnya lagi budaya tersebut masih subur dikalangan rakyat Indonesia, hingga sekarang!

Mental duduk di belakang ini adalah salah satu mental bangsa yang subur berkembang hingga saat ini, padahal mental tersebut juga sama dengan mental saat Indonesia terjajah oleh Belanda. Jadi memang hampir tidak ada perbedaan antara mental bangsa Indonesia saat terjajah dan saat merdeka secara de facto, yang ada hanya persamaanya yaitu, mental orang terjajah (Inlander), disaat terjajah ataupun merdeka.

Mental Inlanderlah yang terus melekat pada bangsa Indonesia selama ini,setelah 65 tahun merdeka. Mental ini hampir merata dipunyai oleh seluruh manusia Indonesia. Dari yang tertinggi sampai yang terendah, paripurna dan andai saja ada usul mental itu adalah ciri khas bangsa Indonesia, maka dapat diterima, karena ada faktanya. Sedihnya, kesuburan mental ini terjaga hingga sekarang, dirawat baik oleh pejabat dan rakyat.

Penjajahan Belanda memang dahsyat, selain dijajah secara fisik, mental,pikiran dan keyakinan pun terjajah habis! Terlalu dahsyat hingga sekarangpun masih dapat dirasakan akibat penjajahan itu. Masih ada saja manusia Indonesia yang belum bisa membedakan antara mental terjajah dan mental merdeka!

Kalau kita merdeka, kita harus merasa memiliki tanah air Indonesia. Ini milik kita, kita bisa mengolahnya, ini milik rakyat Indonesia, gunanya untuk kemakmuran seluruh manusia Indonesia. Kita merdeka, secara paripurna, dilihat dari sudut pandang manapun. Kita merdeka, mempunyai kedaulatan. Kita berani, ini hak kita, semua yang ada di Indonesia harus tunduk pada kekuasaan Indonesia, kita yang mengatur,,itulah mental bangsa merdeka!

Namun sayang, semua pernyataan di atas tak dimiliki sepenuhnya oleh Indonesia Merdeka. Masih sedikit orang yang sadar akan kemerdekaan yang dimiliki Indonesia…..Akibatnya, korporatokrasi di Indonesia, tak ada yang sahamnya sebagian besar dimiliki oleh bangsa Indonesia, akibatnya,,,, tak ada manusia Indonesia yang benar-benar berkuasa atas tanah air Indonesia, akibatnya, banyak asset Indonesia, SDA maupun SDM yang lari ke luar, akibatnya,,,,, tak ada benar-benar INDONESIA MERDEKA!payah sekali…..

Jadi,,masihkah akan duduk dibelakang?????menyuburkan mental warisan penjajahan,,mental inlander!!!??

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun