Mohon tunggu...
Muhmad Iqbal Haqiqi
Muhmad Iqbal Haqiqi Mohon Tunggu... Jurnalis - Author

Mahasiswa cupu yang manaruh cinta pada baca - tulis, anima dan minum susu. Sesekali juga doyan gorengan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merekontruksi Semangat Demokrasi

20 Maret 2019   18:30 Diperbarui: 20 Maret 2019   19:05 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah 73 tahun perjalanan negara ini sebagai bangsa demokrasi, berbagai skenario demokrasi tercatat sebagai untaian sejarah. Dimulai dari pasca proklamasi yang diwarnai oleh kharisma khas Bung Karno, dengan demokrasi Orde lamanya yang beberapa kali mengalami fluktuasi kondisi pemerintahan. 

Orde baru dengan kepemimpinan Presiden Soeharto, mengokohkaan nuansa otoliterisme yang membuat demokrasi tertahan pada lingkup parlementer. Hingga saat ini, pasca reformasi yang berkharakter demokrasi semi liberlisme di mana kebebasan pers dan berpendapat berkobar begitu masif. Tentunya semua ini dicatat sebagai pencarian jati diri bangsa ini terhadap demokrasi.

Pada tahun 2019 ini,  negara kita akan merayakan euforia demokrasi. Tepat Pada 17 April nanti kita akan melangsungkan sebuah manifestasi dalam berdemokrasi melalui pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Serta Pemilihan para legislator yang akan mengemban amanah selama 5 tahun ke depan untuk memperjuangkan hak - hak rakyat.

Demokrasi adalah sebuah sistem bernegara yang menjadikan rakyat sebagai aktor utama dalam menentukan kebijakan, mengawasi pelaksanaan kebijakan, hingga memperingatkan apabila terjadi penyelewengan kebijakan. 

Menurut Bahmueller demokrasi lahir dari kombinasi berbagai faktor, diantaranya adalah politik, ekonomi, budaya, sosial, agama, hukum, dan HAM. Bila diibaratkan, demokrasi seperti halnya sebuah puzzle yang membutuhkan berbagai faktor tersebut untuk mencapai sebuah telos (tujuan akhir). 

Telos yang menjadi misi demokrasi kita termaktub dalam ideologi pancasila. Sebuah ideologi yang menjadi khitah rakyat indonesia nan majemuk untuk mencapai sebuah kedaulatan. Dan dalam menjalankan demokrasi, rakyat dituntun melalui kaidah -- kaidah yang tercantum di atas lembaran konstitusi. Tentunya sinergitas antara berbagai faktor dan aktor demokrasi sangat dibutuhkan agar cita -- cita bangsa bisa tetap diwujudkan.  

Sayangnya pada saat ini, penerapan demokrasi sedikit paradoks dengan hakikatnya sebagai representasi dari berbagai faktor yang membentuknya. Demokrasi kita yang menganut prinsip trias politica berupa yudikatif, eksekutif, dan legislatif mengalami ketimpangan. 

Berbagai faktor pembentuk tersebut pada saat ini kehilangan semangatnya dan menjadikan politik sebagai kuasa prima dalam menggerakan demokrasi bangsa. Bahkan politik mampu menggerogoti faktor lain sehingga menjadi lumpuh dan tak berdaya. 

Elit Tris politica kita yang dibentuk guna mengurusi berbagai faktor demokrasi pada akhirnya keblinger dan melakukan kesalahan dalam melakukan manuver berdemokrasi. Hingga akhirnya muncul dua poros yang masing -- masing dari mereka mementingkan kuasa politik untuk pragmatisme golongon dari pada kepentingan bangsa secara agregat.  

Akibatnya bisa dilihat bagaimana gesekan -- gesekan politik begitu banyak terjadi mengiringi setiap isu -- isu bangsa yang muncul. Dan menjadikan faktor lain kehilangan daya fungsinya sebagai penyeimbang dalam demokrasi.

Dari segi sosial dan agama misalnya, dimana dalam tragedi gempa Lombok sentimen -- sentimen  primordial politik berbasis agama lebih menggema dari pada empatisme sosial kultural.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun