Oleh: Jass Moekmien
Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah sebuah gagasan pemikiran yang melibatkan panggilan moral sebagai sumber kebijakan berpikir.Politik Etis bermaksud untuk mengurangi ketegangan pemikiran antara bangsa pendatang khususnya Pemerintah Kolonial Belanda dangan masyarakat pribumi yang dipandang salah memahami kehadiran Belanda di bumi Nusantara dalam hubungan dagang.
Sekalipun Politik Etis belum terlalu terkenal di dunia barat, namun pihak Kerajaan Belanda menganggap perlu diterapkannya gaya politik ini untuk menarik simpati masyarakat pribumi yang kurang mengerti manfaat ilmu pertanian.
Van Deventer merupakan salah seorang politikus Kerajaan Belanda yang menganjurkan pentingnya penerapan Politik Etis bagi kesejahteraan bumiputera (Masyarakat Indonesia) di Hindia Belanda. Â
Hal inilah yang mendorong terjadinya kesepakatan di dalam Kerajaan Belanda sehingga pada tanggal 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidatonya dihadapan Parlemen Belanda, bahwa Pemerintah Belanda harusnya memiliki panggilan moral dan hutang budi (een eerchuld) terhadap bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wihelmina menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis sebagai syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kebijakan baru ini terangkum dalam program Trias Van Deventer yang meliputi:
1. Irigasi (Pengairan), membangun dan memperbaiki pangairan dan bendungan demi keperluan pertanian.
2. Imigrasi, yakni mengajak penduduk setempat untuk bertransmigrasi ke daerah lain.
3. Edukasi, yakni mengajak pribumi untuk memperhatikan pentingnya melaksanakan pendidikan dan pengajaran.
Pribumi/Penduduk Hindia Belanda pada saat itu mulai merasa curiga dengan kebijakan baru politik Belanda ini karena realitas yang terjadi adalah Pemerintah Kolonial Belanda membangun irigasi demi perkebunan-perkebunan Belanda sendiri sedangkan imigrasi dilakukan dengan memindahkan penduduk setempat ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan Pekerja Rodi (Kerja Paksa), namun disisi lain edukasi (Pendidikan) yang diterapkan terasa sangat bermanfaat bagi bumiputera.
Seiring berjalannya waktu semakin banyak putra-putri bumiputera yang berkesempatan mengecap pendidikan dan pengajaran, maka wawasan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara mulai tumbuh menjadi ikatan emosianal. Dari sinilah cikal bakal lahirnya ide pengorganisasian pendidikan dan pengajaran dalam bentuk formal seperti didirikannya sekolah-sekolah meskipun masih melibatkan penjajah itu sendiri sebagai tenaga pendidik dan pengajar.
Pada saat Politik Etis diterapkan orang pribumilah yang paling beruntung karena Pemerintah Kolonial Belanda memprioritaskan kepada mereka dengan tidak mengijinkan warga campuran Eropa untuk menerima edukasinya. Itu artinya warga campuran Eropa yang menginginkan pendidikan harus pergi ke luar negeri yang notabene biayanya sangat mahal.
Politik Etis ini sangat bermanfaat sekalipun merupakan nilai tukar dari Kerajaan Belanda untuk wilayah kolonialnya, namun sangat membantu lahirnya semangat cinta tanah air ketika Belanda melakukan diskriminasi kultur sosial-budaya bahkan agama terhadap bumiputera.Â