Mohon tunggu...
Priyono Budisuroso
Priyono Budisuroso Mohon Tunggu... Dokter - Dokter SpA di Purwokerto

Pangkat dan Golongan sebagai PNS sudah "mentok" IV E, tidak ada Pangkat dan Golongan yang lebih tinggi lagi, kalo di Ketentaraan berarti " Jendral" ya., Tidak cari musuh dan tidak ingin dimusuhi " Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenangan atas Bunda

20 Desember 2019   14:31 Diperbarui: 20 Desember 2019   14:33 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kami bersaudara 8 orang, 5 laki2 dan 3 perempuan. Ayah seorang tentara, mantan PETA, jaman kemerdekaan, tidak tau proses dan prosedurnya bagaimana, pangkat ayah langsung Kapten. Pernah di Kota Baru, Jogyakarta sebagai anak buah pak Harto yg waktu itu berpangkat Letkol, pindah ke Magelang di Tuguran sebagai Komandan batalyon 436 dan saat itu wakilnya adalah pak Sarwo Edhi , di Magelang saya di lahirkan, Dari Magelang kemudian pindah ke Pati, trus ke Bandung mengikuti pendidikan SSKAD. Selama menunggu SK penempatan ayah, sempat tinggal di Kaliurang selama 3 bulan.

Dari Kaliurang, kemudian pindah Padang  ( maaf, lupa menjabat apa), di Padang sempat tinggal 3 tahun,  baru kemudian menjadi Komandan KOREM 32 di Bukittinggi. Dari Bukittinggi, kami pindah lagi ke Bandung, ayah mengikuti pendidikan SESKOAD. Dari Bandung, sambil menunggu SK penempatan ayah,  sempat tinggal di Jogyakarta sekitar 4 bulan.
Ternyata SK penempatan ayah di Salatiga, sebagai Komandan KOREM 73 Makutarama. Saat G30 S meletus, ayah dan kami sekeluarga sempat di tahan sebagai tahanan rumah oleh pasukan G30S ( baca Kompasiana : Mengenang G 30 S di Salatiga). Dari Salatiga, ayah pindah Magelang, sebagai Komandan Resimen Induk Diponegoro, kemudian pindah Semarang sebagai Wakil Kepala Staf Kodam VII/ Diponegoro ( sekarang jadi Kodam IV). Terakhir ayah pindah ke Padang lagi , menjabat Kepala Staf .

Dari ulasan tadi, karena ayah sibuk dengan ketentaraan nya, jelas yang paling membentuk karakter kami adalah ibunda, dengan disiplin yang sangat ketat dan keras.
Karena kami selalu ikut pindah kemana ayah di tugaskan, bisa dibayangkan betapa seringnya kami pindah sekolah. Klas nol kecil di Bandung, nol besar sampai klas 1 SD di Padang, klas 2 di Bukittinggi, klas 3 di Bandung lagi, klas 4 sempat di Keputran Jogyakarta, trus pindah sekolah ke Salatiga sampai pertengahan klas 6 SD. Klas 6 dilanjutkan ke SD Pendowo Magelang, SMP di SMPK Pendowo Magelang. Klas 1 SMA di SMAN Magelang sampai beberapa bulan mengenyam klas 2 SMA, kemudian pindah ke Semarang di SMA N 1-2 . Lulus SMA sempat mendaftar di UGM dan UNDIP. Di UNDIP saya diterima di FK dan Tehnik Sipil, sebenarnya ingin nya masuk Tehnik Sipil, apa daya pemberi biaya ( ibunda) ingin nya masuk FK.

Ibunda konon  lulusan SPG, tapi belum sempat jadi guru sudah menikah dengan ayah, pintar tari Jawa / Beksan   versi Jogyakarta, semua anak2 yang wanita di ajarin tari Jawa oleh bunda, yang laki2 harus ikut les tari Jawa . 

Untuk masalah pendidikan, terus terang saat itu kami diasuh dengan disiplin yang tinggi, atau bisa juga diartikan dengan " tangan besi" oleh bunda, bangun tidur jam 6 setelah mandi harus sarapan bersama. Sopan santun cara makan yang terkesan " kolot" sudah diajarkan sejak kecil.
Setiap hari kami dibiasakan tidur siang sehingga bila malam belajar lebih fresh dan tidak mengantuk. Habis makan malam bunda selalu menanyakan ada tidaknya PR ( Pekerjaan Rumah) , sehingga tidak ada alasan kami lupa
Untuk masalah PR, kakak wajib mengajari adik nya, bila kakak tidak bisa, baru bunda turun tangan. Di ajarin bunda bukan nya senang, tapi ngeriiii... , karena bisa2 cubitan atau seblak ikut bicara hehe. 

Sopan santun cara makan yang terkesan " kolot" diajarkan sejak kecil, saat makan harus pakai pakaian yang sopan, tidak ada istilah makan pakai baju kaos. Mengambil nasi dan lauk dimulai dari ayah, bunda, kakak kemudian adik secara berturutan. Cara memegang sendok dan garpu, meletakkan tangan dimeja  makan. Cara menutup sendok dan garpu setelah selesai makan pun ada aturan yang ketat, setelah ayah dan bunda selesai makan dan menutup sendok dan garpu , baru kami boleh melakukan proses yang sama. Untuk beranjak dari meja makan pun ada aturan baku, ayah dan bunda beranjak, baru kami boleh juga beranjak dan kursi makan didorong masuk ke kolong meja makan, ribet kan?....hehe. Ritual makan belum selesai, bekas piring harus ditumpuk sesuai dengan urutan teratas adalah bekas piring ayah, ibu dst , dibawa kedapur dan....
Ritual makan belum selesai, setelah makan kami diberi tugas mencuci piring dan sendok secara bergiliran.

Rekreasi : Dimulai saat di Padang dan Bukittinggi, hampir tiap Minggu kami rekreasi, tidak ada istilah tidak ikut, hukumnya "wajib" ikut. Teluk Bayur, danau Maninjau, danau Singkarak , Sawahluntau , Payakumbuh, Pakan Baru , Air Terjun lembah Anai dan lain2 sudah kami jelajahi beberapa kali untuk traveling. Karena saat itu masa penumpasan Pemberontakan PRRI , masih belum aman, kadang2 rekreasi kami dikawal kepo terbuka dengan senjata  12,7 nya hehe

Hasil didikan bunda dengan "tangan besinya" ternyata tidak mengecewakan, dari ke delapan Anak, tercatat 7 menyelesaikan Sarjana, dengan jurusan yang tidak ada yang sama, drh, Ir Sipil, dr SpA, Psikologi S2,drg Mkes, Ir Arch, Ir Geo dan hanya satu yang mengambil jalur wira swasta

Kami baru menyadari setelah dewasa, betapa sangat berartinya didikan bunda dengan tangan besinya, sehingga kami bisa punya karakter dan mandiri dalam mengarungi kehidupan selanjutnya

Duapuluh satu tahun sudah ibunda tercinta telah meninggalkan kami sebelum kami sempat membalas segala kasih sayang dan membahagiakan nya yang tentu saja tidak akan bisa terbalaskan walaupun sepanjang hayat.

Terimakasih ku kepada Allah ,telah memberi kami bunda yang merupakan karunia yang tak terhingga dan hadiah yang tak ternilai harganya untuk kami

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun