Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

De-Extinction: Menghidupkan Kembali yang Sudah Punah!

16 Desember 2016   16:33 Diperbarui: 17 Desember 2016   00:58 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Replika/reproduksi mammoth (mamut) di aula pusat wisatawan ARK NEBRA di Nebra, Jerman, 29 Maret 2012 (Credit: AP/Jens Meyer). Sumber www.Salon.com

Tahukah teman-teman bahwa sekarang ini kita kehilangan 30 sampai 150 spesies SETIAP HARI dari semua spesies hewan yang diketahui hidup di planet Bumi?

Kepunahan ini 1.000 kali lebih tinggi jika dibandingkan yang terjadi sebelum Homo sapiens, manusia cerdas, mengatur Bumi dan kehidupan.

Sejak era prasejarah, kitalah, manusia, biang keladi utama kepunahan besar hewan-hewan nonmanusia lewat: perusakan habitat; perubahan iklim akibat perbuatan manusia; polusi; perburuan liar; dll.

Kepunahan hewan-hewan ini oleh para ilmuwan dinamakan Mass Extinction, atau Kepunahan Massal. Manusia jadinya memikul tanggungjawab moral untuk mencegah atau mengatasi kepunahan ini, bukan hanya demi hewan-hewan lain, tapi juga untuk masa depan yang lebih sehat dan lebih berdayatahan umat manusia sendiri. 

Untuk mengatasi Kepunahan Massal ini, para ilmuwan menyusun dan menjalankan metode atau teknik pelanggengan spesies yang sudah punah atau yang terancam segera punah, yang dinamakan metode DE-EXTINCTION, atau metode pencegahan kepunahan. Metode ini bertujuan untuk menghidupkan kembali spesies hewan-hewan yang telah punah atau membuat klon-klon hewan-hewan yang segera punah.

Metode DE-EXTINCTION melibatkan beberapa cabang sains-tek bersamaan, yakni teknik reproduksi yang dibantu, biologi stem cell, dan pengeditan gen (yang dikenal dengan nama DNA-editing CRISPR Cas9 yang semakin maju dan bervariasi). Dengan metode ini, bukan saja spesies-spesies lama yang sudah punah dapat dihadirkan lagi, tapi juga kita dapat mempertahankan dan melestarikan spesies-spesies yang sudah sangat langka dan terancam segera punah dari planet kita. 

Kalau sudah berhasil dihidupkan lagi, hewan-hewan yang pernah punah itu akan ditempatkan di lingkungan habitat masing-masing di era modern dan di sana mereka akan berinteraksi positif dengan lingkungan alam mereka; alhasil ekosistem-ekosistem yang juga terhubung dengan kehidupan sehat Homo sapiens akan dapat dipulihkan jika sebelumnya sakit, rusak atau sudah sekarat. 

Anda pasti bertanya, metode DE-EXTINCTION sudah diterapkan sejauh mana saat ini? 

Hingga saat ini DE-EXTINCTION yang sedang menarik perhatian tengah diupayakan terhadap hewan mirip gajah tapi bertubuh besar, berbulu lebat dan panjang, dan memiliki dua taring yang panjang dan melengkung ke atas. Nama hewan besar dan kuat ini mammoth atau mamut yang pernah hidup di Zaman Es atau Pleistocene Era yang mulai berlangsung 1,8 juta tahun lalu hingga kurang lebih 11.700 tahun lalu. Di era ini bagian besar muka Bumi tertutup lapisan sungai es atau gletser. 

Selain itu, metode DE-EXTINCTION sejauh ini juga sudah dan sedang digunakan terhadap: 

• badak putih raksasa di Afrika yang kini cuma tersisa 3 ekor;
• sejenis musang berkaki hitam di Amerika Utara yang sedang terancam punah karena penyakit dan ketidakmampuan untuk berkembangbiak;
• kodok yang mengerami telur-telur di dalam perut mereka. Kodok ini memiliki mekanisme biologis untuk menghentikan produksi enzim-enzim perut yang bisa melumatkan telur-telur yang akan menetas dan anak-anak mereka yang baru jadi. Para ilmuwan medik kini sedang mempelajari mekanisme penghentian produksi enzim pada kodok ini untuk kelak digunakan bagi penyembuhan radang dan borok dalam organ-organ perut manusia;
• kambing gunung bukardo yang pernah hidup di kawasan pegunungan Pyrenia yang memisahkan Prancis dan Spanyol. Satu ekor terakhir bukardo, betina, yang diberi nama Celia, mati karena penyebab alamiah. Sewaktu masih hidup para ilmuwan sempat mengambil sel-sel Celia, yang kemudian diklon; lahirlah anaknya yang berwarna coklat. Sayangnya, anak kambing gunung terakhir ini mati beberapa menit setelah dilahirkan akibat problem pernafasan;
• guagga, yakni seekor hewan yang hidup di Afrika, mirip zebra yang ganjil. Strip pada bagian punggungnya jarang;
• aurokh, spesies pendahulu sapi modern, dengan tanduk yang besar;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun