Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intelektual Pro Jokowi: Realisme Integral atau Pelacuran Identitas?

21 Januari 2024   18:56 Diperbarui: 21 Januari 2024   19:39 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Fb- Joko Widodo

Dalam ruang diskursus tentang  Pemilu, melahirkan berbagai fenomena menarik, salah satu yang penting adalah posisi kaum intelektual.  Dalam kancah pemegang otoritas pejalan di ranah keilmuan, tak sedikit yang memihak dalam politik, mengambil  beragam  fungsi untuk mempromosikan kandidat atau masuk ke wilayah politik sebagai anggota partai atau konsultan partai. Dimensi Pro Jokowi atau Anti Jokowi?

Apakah salah?  tentu tidak, namun keberpihakan kaum intelektual ini, dikritik oleh Julien Benda, seorang ilmuwan Perancis, dalam bukunya, " La Trahison des Clercs." Intelektual menurut Julien Benda mengartikan intelektual sebagai tokoh yang mampu menghasilkan nilai-nilai yang bersifat transenden dan bersifat universal. Intelektual menurutnya adalah tokoh yang terbebas dari nilai-nilai yang bersifat sentimen kolektif, sehingga nilai-nilai yang dihasilkannya mampu diterapkan pada setiap bangsa di dunia. Julien Benda menetapkan bahwa intelektual tidak memiliki keterikatan dengan suatu kebudayaan, bangsa maupun negara. Sehingga pelanggaran atas nilai-nilai universal akan diperjuangkan hukumannya oleh intelektual.

Pada bingkai itu, maka wajah politik bisa berubah ubah , seperti kata, Paul Krugman, pemenang Hadiah Nobel dalam Ilmu Ekonomi (tahun 2008)  atas kontribusinya terhadap teori perdagangan baru dan geografi ekonomi baru. Dia menulis, "Politik menentukan siapa yang berkuasa, bukan siapa yang benar"

Ditinjau dari posisi kaum intelektual, itu  haruslah berada di tengah, tidak memihak berada  di sudut netral , yang selalu berteriak untuk  membela masyarakat. Artinya tidak condong ke salah satu partai politik atau kandidat  yang berkompetisi dalam ajang pemilu itu.  Kondisi keberpihakan intelektual organik ini, sejatinya' melakukan tindakan apa yang disebut dengan  "Pelacuran  intelektual"  Karena berangkat tanpa mengindahkan moralitas, sebagai pengontrol jalannya pemerintahan.

Julien Benda  juga melontarkan kata pedas, dia menulis, "Dahulu, para pemimpin negara mempraktekkan realisme, namun tidak menghormatinya. Di bawah mereka moralitas dilanggar, namun gagasan moral tetap utuh. Pada Pemerintahan  modern, fakta  menunjukkan bahwa ia (pemerintah)  berbicara kepada orang banyak, terpaksa menjadi seorang moralis, dan menampilkan tindakannya sebagai sesuatu yang terikat dengan sistem moralitas.

Mengapa ini bisa terjadi demikian, karena berbagai hal, seperti pernyataan pedas Julien Benda dalam karyanya yang sangat terkenal, "  menutup pesannya bahwa kedepan kesuraman diperkirakan terjadi, hal disebabkan karena   peningkatan dorongan "realistis" menuju dominasi dunia material, yang dibenarkan oleh para intelektual menjadi "realisme integral",

Karakter dengan intelektual sejati yang tidak tertarik untuk mencari keuntungan duniawi (politik, ekonomi, dll.) atau mengejar tujuan-tujuan praktis atau kesenangan, semakin menipis, ada namun lebih kalah oleh karakter sebaliknya yang  kenal sebagai "pelacur intelektual".  Kondisi demikian, kian tampak bahwa masih sedikit mereka menjadi kaum  apa yang disebut oleh Benda sebagai kaum klerikal" (clerics), yakni orang-orang yang menjunjung tinggi standar kebenaran dan keadilan abadi yang justru bukan dari dunia ini.

Realisme integral itu kian mendekati kebenarannya, Presiden Jokowi, diduga  melakukan rekayasa pada  standar moral, yang  akhir -akhir ini bergerak diluar asumsi nalar intelektual akademis, karena Putranya Kaesang menjadi Cawapres, maka independensinya diragukan. Sikap skeptis ilmuwan  memang ada benarnya, " siapa sih orang tua tidak menghendaki kesuksesan anaknya?  Tidak mudah untuk menjawab persoalan ini.

Beragam asumsi liar hadir tak terkendali di benak publik, antara lain, Pemerintah akan sewenang-wenang melakukan berbagai pelanggaran karena diamini oleh para intelektual yang menghamba  pada kekuasaan dan kerakusan material, dengan merebut posisi dalam pemerintahan, lalu ikut berbisnis dan lalu korupsi. Pemikiran demikian tidak bisa disalahkan. 

Pengalaman seperti yang di utarakan  Julien benda, bahwa Kondisi demikian  berisiko menghasilkan peradaban yang mencakup semua spesies yang akan sepenuhnya berhenti "menempatkan diri".  Kebaikan di luar dunia nyata."  Aspirasi manusia, khususnya kekuasaan, akan menjadi satu-satunya tujuan masyarakat. Sebagai penutup, ia menyimpulkan dengan getir, "Dan Sejarah akan tersenyum ketika berpikir bahwa ini adalah spesi yang menyebabkan Socrates  dihakimi dengan hukam mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun