Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamat Hari Raya Pagerwesi, Memagari Hati dengan Motivasi Diri

15 Mei 2019   06:30 Diperbarui: 15 Mei 2019   07:14 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oh,.. Tuhan yang beryoga sebagai Sang Hyang Paramesti Guru, izinkan hamba menghaturkan terima kasih yang dalam, sedalam jiwaku yang terus berpendar mengucapkan, nama smaranam pada diriMu yang maha memiliki. Aku sadar, Engkau hadir dalam setiap deru nafasku, dan Engkau berikan diri ku dengan mudah semua sumber kehidupan yang tak terbatas pada jiwa ini. 

Udara pagi yang cerah, asa jiwa terus berikhtiar untuk bisa memanjangkan nafas, menghirup oksigen lebih banyak, agar ada tenaga untuk proses pembakaran, agar metabolisme di dalam tubuhku berjalan lancar, sehingga menghasilkan energi untuk beraktivitas, semoga persembahanku ini dalam bentuk 'Likitam japam', Engkau terima.

 Oh... Tuhanku, lewat udara yang berdesir segar, yang hamba dapatkan dengan bebas tanpa harga, yang meruah dimana-mana, memberikan kesejukan dan kenyamanan yang tak terukur dengan uang, ketika menatapMu yang tak terpikirkan itu, betapa aku bahagia bisa merasakan kehadiranMu setiap saat. 

Lalu disanalah jiwaku bersujud syukur untuk memberikan ucapan terima kasih, kepada sang maha pencipta, di Hari Raya Pagerwesi, yang mengingatkan hamba bahwa hati bak biji yang perlu dirawat dipupuk, dipagari agar dapat tumbuh menjulang ke langit sorga yang maha abadi.

Ruang yang indah dengan segala pujian padaMu, khasanah sastra yang dimuliakan tergurat rapi dalam lembaran-lembaran lontar Sundarigama, menunjukkan beragam epsiode yang rapi sebagai tangga astangga yoga, berawal dari Watugunung labuh ( seberkas mirip teori bigbang), lalu masuk ke jeda Saraswati ( Ilmu pengetahuan), terus diisi dengan banyu pinaruh, some ribek, sabuk masa,mengisi diri dengan beragam keterampilan untuk mendapatkan rezeki, lalu masuk jeda pada hari Buda kliwon wuku shinta, Pagerwesi, manusia disarankan bahwa Yang Maha Kawi sedang beryoga, dalam wujudmu yang tak terpikirkan dalam bentuk " Sang Hyang Pramesti Guru diiringi oleh Dewata Nawa Sangga, hadir mengejewantah dalam benak. Rangkaian yang  memiliki makna yang dalam dan penuh daya imajinasi spiritual. 

Namun dalam pikiran gelisah, kadang tak tertangkap oleh akal pikiran ku, yang terbatas, yang tak mampu mencernanya dalam khasanah ilmu, untuk siapa engkau beryoga? Dan siapakah lagi yang engkau renungkan dalam kepribadianMu yang tak terbatas itu? Tak banyak yang bisa diungkap, karena terbatasanya nalar, dan logika, Paling tidak dimaknai beliau beryoga untuk menghubungkan alam niskala dan sekala, penghubungnya adalah ligam siwa, yakni menghubungkan alam bumi dengan angkasa (langit).

Analog,  layaknya  mencampur bahan larutan. Setelah dicampur   perlu jeda waktu untuk mencari kesetimbangan, sehingga  ada  yang  mengendap, mengapung alalu tercapailah titik kestabilan itu, Untuk menjaga kesetimbangan itulah, Hyang paramesti Guru  beryoga, untuk menjaga siklus kehidupan, Uttpti, Stiti, pralina ( pencipta, pemelihara, dan pemusnah ) dalamai  aksara suci disebutkan sebag  Ang, Ung, Mang. 

Memelihara sinergisme antara bayu sabda dan hidup,agar alam raya tetap harmoni, bebas dari pengaruh destruksi, yang muncul dari radikalisme kompnenen penyusunnya, yang kerap berinteraksi tak teratur dalam sistem alam raya yang maha luas ini dalam entropi alam yang terus meninggi,  dalam logika sederhannya  adalah, untuk menurunkan entropi itulah  Sang maha pencipta  perlu beryoga. 

Maka, lahir-hidup mati, itu telah menggurat menjadi semacam perisai dalam bentuk yang asali berupa,pagar awak, yang diharapkan sekuat besi, dengan memberikan pelapisan setiap enam bulan sekali, agar besi yang sebagai pagar itu tidak keropos menjadi karat, dengan proses korosi. 

Dalam menguak keajaiban itulah, renungan dialog antara kakek Bisma dengan Yudistira, ketika mereka masih diasrama kerajaan Hastina untuk didik khsusus untuk para pangeran kerajaan. Melalihat persaingan  antara Pandawa dan Kurawa itulah, Yudistira kecil kerap mendapat perlakukan tak adil dari para Kurawa. Disinilah pesan motivasi yang dibangkitkan kakek Bisma menarik untuk di ketahui. 

*****
 Pagi yang cerah, matahari bersinar tanpa awan di langit Biru, lingkuang yang asri di asrama tenpat pendidikan para Pangeran Kuru itu. Bisma mendatangi asrama untuk melihat perkembangan ketangkasan para mudird Guru Drona, yakni Pandawa dan Kurawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun