Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gairah Lembayung di Hujung Senja

6 Juni 2018   11:53 Diperbarui: 6 Juni 2018   11:53 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Orang tua yang ringkih itu, terlihat  sakit-sakitan, bergumul dengan kehidupan rutin, dia adalah ratu mulia Kunti,Ibu Pandawa lima, seorang putri Raja Kunti Boja dari Keturunan Bangsa Yadawa. Kunti hidup  sendiri mengasuh anak-anaknya, ketika dia ditinggal suaminya, menuju alam baka. Walaupun demikian, dia menerima tugas suci bersedia dan menyanggupi untuk merawat anak-anaknya sampai berhasil dalam kehidupan, sehingga dikenang sepanjang masa. 

Seorang ibu, yang bijak, dengan keindahan karakter, Kunti berkeyakinan bahwa dalam mendidik anak-anaknya, dia berpegang pesan Bisma yang selalu dia kenang "Kamu tidak akan mampu membangun sebuah karakter dan keberanian  anak-anakmu dengan merampas inisiatif dan kebebasannya, Ibarat matahari terhalang oleh bayangan awan, terganggu memberikan pencerahan untuk bumi. 

Suara Bisma seakan menghiang dalam setiap alunan nafasnya,  masuk bersama zat asam memberikan identitas metabolisme kehidupan Dewi Kunti, terus bersiklus, yang terus  ditularkan pada anak-anaknya  sebagai pewaris peradaban.

Di jeda itu, matahari sudah diambang sore, nyanyian burung menuju peraduan seakan menjadi nyanyian pengantar tidur senja menjelang malam. Fase  siklus harian bumi berganti, udara panas sudah berganti sejuk, dan terus menuju dingin. 

Alam membawa pesan, apapun yang ada di benak manusia, alam tetap berjalan, tak pernah hirau, alam menjalankan ritmenya sendiri, tanpa tersentuh hiruk pikuk manusia. Disana disadari oleh dewi Kunti, bahwa manusia sangat kecil, dibanding alam raya ciptaan Tuhan, oleh karena itu, tak perlu ada kesombongan pada  diri manusia. Hidup manusia sangat pendek, kalau dibandingkan dengan evolusi alam, tak ada artinya.

Dalam keremangan itu, suaranya lirih mengentak, " Oh.. Tuhan.... Engkau maha tahu, semoga seluruh anak-anakku berjalan di jalan lurus kehidupan. Aku percaya Tuhan akan selalu memberikan kasihMu pada kami, sebab zaman yang membuka beragam arung jeram, juga kerap membawa badai tiba-tiba, sehingga dibutuhkan banyak layar keterampilan, dan  pisau tajam wiweka (dapat membedakan baik buruk), dan pengendalian diri selalu hadir dalam atmosfer kehidupan kami, ketika  kami berpegang pada nasehatMu. 

Kami selalu mencoba  beragam jurus dan cara yang dapat menyentuh pantai  harapan kehidupan, sehingga pada akhirnya kami dapat  menggapai dan menyatu dengan Mu. Hasrat manunggaling kaula lan gusti Menuju ke alam keabadian, menjadi hasrat yang menggebu bagi Dewi Kunti di hujung senja narasi kehidupannya.

Subadra datang dengan wajah sedih, bahwa dia telah kehilangan putra satu-satunya, dia berharap kehidupan kelak bisa tanpa cacad dan selalu menemukan  kebahagian abadi. Namun, kenyataan hidupnya sangat pahit, Putranya Abimanyu  gugur dalam medan perang. " Ibu, kehidupan ini demikian memberatkan, Kata Subadra mengawali" setelah mereka berpelukan pertama bertemu saat perang usai. 

Subadra melanjutkan, "Ibu, detik-detik menjelang masa Hidup di bumi ini, izinkanlah aku merawatmu sehingga, karma baik dapat membuat hatiku bahagia, sebab selama ini engkau jauh dengan kehidupan kami. "Dewi Kunti mengangguk, tampak air matanya berlinang membasahi pipi dengan  penuh mimik kebahagiaan.  "Aku tidak membesarkanmu, dan belum pernah aku merawatmu dari kecil, tapi engkau memiliki sifat mulia." 

Aku bahagia memilikimu, Kata ibu  Kunti dengan lirih. Aku bahagia ibu,  saat ibu menerima aku sebagai menantu, dengan segala restu ibu, aku bisa menikah dengan, kakak Arjuna, restu itu adalah kebaikkan tertinggi yang aku dapatkan dari orang lain selama hidupku, Kata Subadra dengan  menatap wajah ibu Kunti.

Ibu Kunti  berkata, Subadra anakku, perlu kamu pahami bahwa  hubungan dengan kehidupan ini adalah bak seorang ibu yang penuh kasih sayang akan meninggalkan anak-anaknya, Ingatlah  selalu, bahwa Aku selalu bersamamu. Engkau adalah napas-Ku. Hanya untuk anak-anak-Ku Aku melanjutkan hidup dalam tubuh ini. Bahkan saudara yang bertengkar pun akan datang bersama-sama ketika tubuh ibu sakit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun