Sebuah proyek pembangunan jalan di Dusun Toguran, Desa Tlagah, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, kini menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Proyek yang dibiayai melalui Dana Desa tahun 2025 ini bertujuan meningkatkan akses infrastruktur di wilayah pedesaan.Â
Namun, sorotan tajam muncul akibat dugaan ketidaksesuaian teknis dan minimnya keterbukaan informasi, memicu kekhawatiran akan efektivitas penggunaan anggaran publik.
Pengerjaan Jalan Diduga Tak Sesuai Standar
Berdasarkan pantauan di lokasi pada 15 Juli 2025, proses pembangunan jalan makadam ini menunjukkan sejumlah kejanggalan. Dasar jalan tidak menggunakan lapisan batu sesuai standar teknis yang umum diterapkan, melainkan memanfaatkan campuran tanah dan batu apung.Â
Metode ini dikhawatirkan dapat mengurangi ketahanan jalan terhadap beban dan cuaca, sehingga berpotensi memperpendek usia pakai infrastruktur tersebut.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah proyek tersebut sesuai dengan Rencana Anggaran Belanja (RAB) yang telah ditetapkan. Jika dibiarkan, risiko pemborosan dana negara menjadi ancaman nyata, terutama mengingat Dana Desa merupakan sumber pembiayaan yang diharapkan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
Ketiadaan Transparansi Publik
Selain masalah teknis, proyek ini juga menuai kritik karena tidak dilengkapi papan informasi publik. Padahal, regulasi pengelolaan Dana Desa mewajibkan adanya papan tersebut untuk mencantumkan detail proyek, seperti anggaran, volume pekerjaan, dan jadwal pelaksanaan.Â
Tanpa informasi ini, warga Dusun Toguran tidak memiliki akses untuk memahami atau mengawasi penggunaan dana yang bersumber dari pajak mereka.
Ketiadaan transparansi ini dinilai bertentangan dengan semangat keterbukaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Pasal 28F UUD 1945. Regulasi tersebut menegaskan hak masyarakat untuk mengetahui dan mengawasi setiap penggunaan anggaran negara.
Suara Masyarakat dan Rencana Pelaporan
Faris Reza Malik, Koordinator Lapangan DPC Projo Sampang, menjadi salah satu tokoh yang mengangkat isu ini. Setelah melakukan investigasi langsung, ia menyoroti dua aspek utama: dugaan penyimpangan teknis dan pelanggaran prinsip transparansi.
"Ini bukan hanya persoalan teknis pelaksanaan yang diduga tidak sesuai RAB, tapi juga pelanggaran terhadap UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Pasal 28F UUD 1945. Masyarakat berhak tahu dan mengawasi setiap penggunaan anggaran negara," ujar Faris.
Ia menambahkan bahwa temuan ini mengindikasikan potensi kerugian keuangan negara. Untuk itu, Faris berencana melaporkan kasus ini ke berbagai instansi, mulai dari pihak kecamatan, inspektorat, hingga kepolisian. Ia bahkan menyatakan bahwa evaluasi menyeluruh atau pembongkaran ulang proyek dapat menjadi langkah yang perlu dipertimbangkan jika terbukti ada pelanggaran.
Tanggapan Resmi yang Ditunggu
Hingga kini, Penjabat Kepala Desa Tlagah, Ayyub, belum memberikan klarifikasi terkait kontroversi ini. Ketika dikonfirmasi, ia hanya menyampaikan pesan singkat melalui WhatsApp:Â
"Engghi. Ghuleh ghik eroma sakek (ya, saya ada di rumah sakit)."Â
Ketiadaan tanggapan resmi ini membuat sejumlah pertanyaan masih menggantung, menunggu penjelasan lebih lanjut dari pihak berwenang.
Pentingnya Pengawasan Dana Desa
Kasus ini mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam pengelolaan Dana Desa, sebuah program nasional yang dirancang untuk mempercepat pembangunan di pedesaan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci agar dana tersebut benar-benar sampai ke tangan masyarakat dalam bentuk manfaat nyata, seperti infrastruktur yang berkualitas.
Jika kualitas konstruksi terbukti di bawah standar, dampaknya bisa dirasakan dalam jangka panjang. Jalan yang cepat rusak akan meningkatkan biaya perawatan dan mengganggu akses warga terhadap layanan penting, seperti pendidikan, kesehatan, dan pasar. Hal ini tentu bertolak belakang dengan tujuan awal program Dana Desa.
Langkah ke Depan
Saat ini, publik menantikan respons dari pihak berwenang terkait laporan yang akan diajukan. Proses evaluasi yang independen dan menyeluruh diharapkan dapat memberikan kejelasan, sekaligus memastikan bahwa proyek ini tidak hanya selesai secara formal, tetapi juga memenuhi standar yang dibutuhkan.
Kontroversi di Dusun Toguran menjadi pengingat bahwa pembangunan yang berkelanjutan membutuhkan lebih dari sekadar anggaran. Pengawasan aktif dari masyarakat, ditopang oleh keterbukaan informasi dan komitmen aparat desa, adalah elemen krusial untuk memastikan setiap rupiah dana publik digunakan dengan tepat, nilai anggaran proyek tersebut dan berapa volumenya. Ketiadaan transparansi ini dinilai melanggar prinsip keterbukaan informasi publik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI