Bentuk penilaian tingkat kesehatan bank dapat dilihat dari perubahan aset produktif yang bermasalah dibandingkan dengan aset produktifnya. Secara kuantitas, perbandingan ini umumnya dinyatakan dalam bentuk kredit bermasalah.
Tingkat pembiayaan bermasalah ini merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan industri perbankan syariah dalam alokasi pembiayaannya. Bagi perbankan, adanya pembiayaan macet, apalagi mendekati atau lebih besar dari jumlah yang ditentukan oleh Bank Indonesia, membuat bank-bank tersebut dianggap tidak mampu mengelola pembiayaannya kepada berbagai pemangku kepentingan.
Pengertian Pembiayaan Dan Pembiayaan Bermasalah
Berdasarkan pasal 1 butir 25 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang dimaksud dengan Pembiayaan yaitu penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:
1. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah
2. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlik
3. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, salam, dan Istishna
4. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qard
5. Transaksi sewa-menyewa asa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa
Berdasarkan persetujuan untuk kesepakatan antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai atau diberi fasilitas untuk mengembalikan dana tersebut setelah angka waktu tertentu degan imbalan urah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
Dari ketentuan peraturan perundang-undangan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap nasabah bank syariah yang mendapat pembiayaan dari Bank Islam dalam bentuk apa pun, setelah angka waktu tertentu adalah wajib bagi mengembalikan pembiayaan ke bank syariah beserta imbalannya atau bagi hasil atau tidak ada imbalan untuk transaksi dalam bentuk Qard.