Mohon tunggu...
Intan Pramasweta
Intan Pramasweta Mohon Tunggu... -

Literature and Culture Studies Mahasiswa Magister Kajian Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Surabaya, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Fenomena Bahasa di Kota Jember: Dampak Akulturasi Bahasa Jawa dan Madura Melahirkan Kosakata Bahasa Baru di Kota Jember

12 Juli 2013   14:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:39 1971
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Indonesia saat ini telah melampaui banyak cobaan di dalam pergoncangan arus globalisasi, termasuk dalam mempertahankan keeksistensian bahasa nasional itu sendiri. Penggunaan bahasa di Indonesia saat ini mengalami percampuran baik bahasa nasional, internasional, maupun bahasa antardaerah. Negara ini kaya akan ragam budaya, suku, etnis, ras, serta bahasa sehingga akan merentan kemurnian bahasa karena peristiwa percampuran bahasa yang tidak terkontrol tersebut. Terlebih pada fenomena percampuran bahasa antardaerah. Misalnya di Kota Jember, mayoritas penduduknya adalah suku Jawa dan Madura.  Sebenarnya percampuran bahasa ini adalah suatu bentuk bahasa baru yang digunakan untuk mengidentifikasi identitas suatu daerah sehingga perlu dilestarikan karena keunikannya tersebut. Namun, apabila percampuran bahasa tersebut sampai menggeser keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, ada baiknya masyarakat Indonesia mewaspadai dan memberikan perhatian pada bahasa Indonesia, terutama dimulai dari penggunaan bahasa pada diri sendiri.Untuk lebih fokus pada pembahasan, penulis hanya akan menitikberatkan persoalan fenomena bahasa di Kota Jember saja karena di kota tersebut telah melahirkan percampuran bahasa baru yang berakar dari bahasa Madura dan bahasa Jawa.

Terjadinya percampuran bahasa tersebut tidak serta-merta tidak mempunyai cerita, tetapi ia hadir dan diabadikan di dalam sejarah pembentukan bahasa di Kota Jember. Berikut penulis akan mengenalkan sejarah bahasa Jawa terlebih dahulu. Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh mayoritas penduduk suku bangsa Jawa di beberapa bagian daerah di Indonesia, dan lebih kentalnya di areal penduduk Jawa Tengah dan Jawa Timur. Penyebaran bahasa Jawa turut menembus batas wilayah Indonesia itu sendiri. Bahasa Jawa ini diperkenalkan di Malaysia karena ada beberapa penduduk Jawa yang berpindah ke Malaysia dan membentuk suatu permukiman baru di negeri Jiran tersebut. Permukiman tersebut dikenal dengan nama Kampung Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna bahasa Jawa juga tersebar bebas di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga kawasan-kawasan di luar Jawa didominasi penduduk Jawa dan didominasi oleh bahasa Jawa.

Beralih ke sejarah bahasa Madura, suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan serta sifat temperamentalnya dan mudah tersinggung. Namun, di samping sisi negatif tersebut, suku Madura juga menyimpan sejuta sisi positif, mereka juga dikenal sebagai orang-orang yang disiplin keras, rajin bekerja, hemat, dan pandai berdagang. Persebaran bahasa Madura sendiri terbagi atas bahasa halus dan bahasa kasar. Bahasa halus Madura kebanyakan dibudayakan di wilayah Madura bagian Sumenep, sedangkan yang kasar kebanyakan berada di sekitar Bangkalan. Masyarakat Madura juga terkenal dengan kekeluargaannya yang kuat. Maka, setiap berjumpa dengan sesama suku Madura di wilayah yang bukan milik mereka, mereka langsung akrab dan berani menggunakan bahasa mereka dengan bangga. Ini merupakan ciri khas yang sangat menarik dari kebudayaan bahasa Madura.

Setelah melihat masing-masing keunikan kedua bahasa tersebut, penulis akan membeberkan proses percampuran bahasa Jawa dan Madura. Proses percampuran ini sebenarnya tidak disengaja. Mayoritas penduduk Kota Jember adalah Jawa dan Madura. Dengan demikian, penduduk setempat (lokal Kota Jember) bercampur baur dan membentuk masyarakat Jember hingga saat ini. Suku Madura dominan Jember bertempat tinggal di daerah utara dan suku Jawa bertempat tinggal di daerah selatan dan pesisir pantai. Bahasa Jawa dan madura digunakan di banyak tempat sehingga masyarakat Kota Jember dapat menguasai dua bahasa daerah tersebut dan juga saling berpengaruh untuk memunculkan beberapa ungkapan khas Jember. Percampuran kedua kebudayaan tersebut akhirnya melahirkan satu kebudayaan baru yaitu budaya Pandalungan. Berikut contoh kosakata yang muncul dari percampuran bahasa yang terjadi di Jember.


  • Pada saat masyarakat Jember membahasakan bambu. Bahasa Jawa bambu adalah pring, sedangkan bahasa Maduranya adalah perreng. Karena itu, orang Jember mempunyai istilah sendiri, yaitu eppreng.
  • Kemudian tentang cangkul. Bahasa Jawa cangkul adalah pacul, sedangkan bahasa Maduranya adalah landu’. Namun, masyarakat Jember memiliki istilah sendiri, yaitu preng.

Orang Jember lebih suka menggunakan bahasa ngoko karena bahasa ngoko adalah simbol keakraban bagi mereka. Kalaupun menggunakan bahasa krama inggil, itu bukan berdasarkan status sosial, melainkan bentuk rasa hormat pada orang yang lebih tua.

Fenomena kebahasaan di Indonesia tidak akan pernah berhenti hingga saat ini, terlebih karena akulturasi bahasa dan budaya kedaerahan. Jadi, jangan heran bila mendapati kata-kata baru yang lahir karena banyaknya persilangan bahasa oleh berbagai budaya bangsa Indonesia. Seperti halnya fenomena bahasa di Kota Jember yang terjadi karena dampak akulturasi bahasa Jawa dan Madura sehingga melahirkan kosakata bahasa baru di Kota Jember.

Penulis:

Intan Pramasweta*

Penerima Beasiswa Bakrie Graduate Fellowship

*Mahasiswa Magister Kajian Sastra dan Budaya,

Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Airlangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun