Penulis : Intan Amelia
Di tengah perubahan dunia kerja yang terus berubah cepat, komunikasi dalam organisasi sangat penting untuk menjaga kelancaran kerja sebuah lembaga. Bukan hanya perusahaan besar yang membutuhkan komunikasi yang baik, tetapi juga sektor kesehatan, seperti rumah sakit. Di rumah sakit, komunikasi yang baik tidak hanya mendukung urusan administrasi, tetapi juga memengaruhi kualitas pelayanan kepada pasien. Hal ini dapat dilihat pada RS Harapan Mulia Cibarusah, yang terus berusaha meningkatkan kinerja dan efisiensi manajemen, termasuk dalam mengelola cuti karyawan.
Manajemen cuti di rumah sakit memang lebih rumit dibandingkan di sektor kerja lainnya. Sebagai institusi kesehatan yang beroperasi non-stop sepanjang hari, RS Harapan Mulia harus bisa menyeimbangkan hak cuti karyawan dengan tetap menjaga kinerja pelayanan medis. Setiap keputusan terkait cuti bisa memengaruhi jumlah pegawai yang tersedia, cara pembagian tugas, dan kelancaran pelayanan kepada pasien. Jika prosesnya tidak dikelola dengan baik, bisa menyebabkan gangguan dalam pelayanan rumah sakit dan mengurangi kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.
Meski terdengar mudah, mengelola cuti seorang pegawai ternyata membutuhkan kerja sama yang jelas dan sistem berkomunikasi yang rapi. Ketika seorang pegawai mengambil cuti, bagian kerja harus memastikan ada orang yang bisa menggantikan tugasnya agar pelayanan di rumah sakit tetap berjalan lancar. Proses ini membutuhkan data yang tepat, informasi yang jelas, dan komunikasi yang baik antara pegawai, atasan unit, HRD, serta manajemen. Namun di lapangan, masih banyak masalah yang terjadi karena komunikasi internal belum cukup efektif.
Salah satu masalah umum yang sering terjadi adalah miskomunikasi di antara bagian-bagian di dalam perusahaan. Informasi mengenai permohonan izin cuti tidak selalu disampaikan dengan jelas, sehingga menyebabkan perbedaan pemahaman antara tim sumber daya manusia, kepala bagian, dan pegawai. Selain itu, sering terjadi tumpang tindih dalam jadwal cuti antarpegawai karena ketidaksesuaian data antarbagian. Hal ini dapat menyebabkan jumlah pegawai yang sedang bekerja berkurang pada saat yang sama, sehingga memengaruhi kualitas layanan kepada pasien. Masalah lainnya adalah proses persetujuan izin cuti yang tertunda karena manajemen cuti tidak terintegrasi. Proses pengajuan dan persetujuan yang masih dilakukan secara manual membuat informasi bergerak lambat, sehingga penjadwalan ulang tenaga kerja menjadi sulit dan akhirnya mengganggu pelayanan kepada pasien.
Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa mengelola cuti tidak hanya urusan administratif saja. Proses ini sangat penting untuk menjaga kinerja rumah sakit berjalan baik, sehingga diperlukan komunikasi yang baik dalam organisasi untuk mengelola data cuti karyawan. Dengan komunikasi yang efektif, semua pihak bisa mengerti tugas masing-masing, saling berbagi informasi, dan membuat keputusan secara cepat dan tepat.
RS Harapan Mulia bisa meningkatkan cara mengelola cuti dengan menerapkan sistem digital berbasis database yang terintegrasi. Dengan memanfaatkan teknologi, karyawan bisa mengajukan cuti secara online, memantau status permohonan, dan mendapatkan informasi terbaru secara langsung. Sistem ini juga membantu HRD dan manajemen rumah sakit melihat jadwal cuti secara keseluruhan, menghindari tumpang tindih jadwal, serta menjaga kelancaran operasional rumah sakit. Namun, teknologi ini hanya efektif jika didukung oleh komunikasi yang terbuka dan jelas di dalam organisasi. Tanpa komunikasi yang baik, penggunaan teknologi justru bisa membuat orang bingung dan memperumit tugas pekerjaan.
Selain menggunakan teknologi, meningkatkan kemampuan berkomunikasi antar rekan kerja juga sangat penting. Masalah sering kali muncul bukan karena kurangnya informasi, tetapi karena pesan yang disampaikan tidak dimengerti dengan baik oleh orang yang menerima. Untuk itu, RS Harapan Mulia perlu menjadwalkan pelatihan komunikasi internal secara rutin. Dengan memahami bersama prosedur cuti, alur pengajuan, dan kebijakan yang berlaku, risiko salah paham bisa diperkecil. Selain itu, pelatihan ini juga bisa membentuk kesadaran bahwa berkomunikasi dengan baik adalah tanggung jawab semua pegawai, bukan hanya bagian HRD saja.
Budaya komunikasi yang terbuka juga harus ditempatkan dalam lingkungan kerja. Karyawan perlu merasa bebas untuk menanyakan hal-hal, memberi saran, dan melaporkan masalah yang dialami terkait izin cuti dan data pribadi mereka. Dengan adanya kejelasan dan akses informasi yang terbuka, rasa adil antar karyawan akan lebih mudah terbentuk. Karyawan merasa lebih dihargai dan terlibat dalam pengambilan keputusan, sehingga membangun kepercayaan dan memperkuat kerja sama antar tim.
Akhirnya, komunikasi yang baik dalam organisasi adalah faktor penting untuk mengelola cuti pegawai di RS Harapan Mulia dengan baik. Dengan membangun sistem komunikasi yang terpadu, memanfaatkan teknologi digital, serta menciptakan budaya komunikasi yang terbuka, rumah sakit dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan cuti dan memastikan operasional tetap berjalan lancar. Ke depan, RS Harapan Mulia diharapkan terus mengevaluasi dan terus berinovasi dalam pengelolaan cuti agar dapat memberikan layanan terbaik kepada masyarakat. Dengan komunikasi yang baik, kesejahteraan pegawai bisa terjamin, kerja sama antardepartemen menjadi lebih erat, dan kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien tetap terjaga secara optimal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI