Mohon tunggu...
intan rahmadewi
intan rahmadewi Mohon Tunggu... Wiraswasta - bisnis woman

seorang yang sangat menyukai fashion

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Ubah Informasi Jadi Toksik

26 Februari 2021   19:57 Diperbarui: 26 Februari 2021   20:01 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa ini, kita dimanjakan dengan berbagai informasi yang sangat berguna bagi kita. Pada masa kini (apalagi pada masa pandemic seperti sekarang ini) kita bisa belajar hal-hal yang sebelumnya tidak kita kuasai. Seorang akuntan misalnya, saat harus (dan bisa) bekerja dari rumah, dia mungkin punya waktu untuk belajar tentang tumbuhan dengan menanam aneka tetumbuhan di halaman belakang rumah.

Ilmu berkebun itu bisa didapatkan secara online, baik gratis maupun dengan cara membayarnya dan pelajaran bisa dilakukan daring. Dia bisa paham, tanaman yang cocok ditanam di tanahnya hany dengan melihat warna dan lingkungan sekitar misalnya. Atau bisa dia belajar memelihara lele atau ikan tawar lain yang bisa dikembangkan di ember. Ilmu seperti itu bisa didapatkan dengan cara daring pula.

Begitu juga ilmu-ilmu lain atau skill lain yang juga bisa kita dapat melalui internet. Bagaimana membuat roti tanpa gluten dan awet untuk satu atau dua minggu ke depan. Atau bagaimana mengolah kayu bisa kita buat aneka perabotan skala kecil dampai menengah. Semua itu adalah life-skill yang sangat berguna dan dapat kita timba saat pandemic seperti saat ini.

Dari semuanya itu, kemajuan teknologilah yang harus kita syukuri keberadaan nya. Melalui teknologi, kita bisa mengetahui atau belajar hal-hal di luar yang beberapa dekade lalu adalah hal yang mustahil. Teknologi menjadikan pengetahuan menjadi global.

Namun ada dampak yang harus kita hindari dari kemajuan teknologi itu adalah narasi-narasi yang bersifat toksik. Seperti toksik dia bisa meracuni otak dan hati kita.

Narasi toksik itu berkembang seiring teknologi pula. Orang dengan mudah menerka dan tahu kabar orang lain sehingga dia punya presepsi pribadi terhadapnya. Semisal apa yang terjadi saat London diterpa isu bom. Jika dulu kita bisa tahu melalui media, kali ini seseorang di London bisa mengirimkan hal-hal yang menyangkutbom di London dari berbagai persepsinya, yang mungkin saja salah.

Persepsi yang beraneka dan tidak standar ini membuat jagat informasi berubah. Sering kita dapati informasi yang berisi ujaran-ujaran kebencian dan fitnah yang tidak seharusnya dilontarkan berseliweran di media sosial. Informasi-informasi inilah yang bersifat toksik dan bisa "mempengaruhi' cara berfikir kita.

Karena itu pemerintah memberlakukan UU ITE bukan semata menghadang informasi atau anti kritik. ITE sebagai regulasi agar dunia informasi kita lebih sehat dan tidak toksik, sehingga kita bisa hidup berdampingan dengan informasi-informasi yang berguna dan membangun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun